Thursday, January 31, 2013

PETA PERTUMBUHAN UMAT KATOLIK


(Sebuah Analisis Data)

Pendahuluan
SEPANJANG menjadi penyuluh Agama Katolik dan diminta untuk mencari data-data umat, baik di tingkat kecamatan (KUA)  maupun di paroki-paroki se-Kota dan Kabupaten Tangerang, memang cukup melelahkan. Tetapi dibalik itu,  ada kegembiraan karena dengan turun ke lapangan, saya bisa bertemu dengan orang-orang dengan karakter  yang sangat unik. Ada yang ramah, ada pula yang mencurigai kehadiran saya di paroki khususnya.
                Mengapa mereka curiga? Kan sama-sama Katolik? Ini pertanyaan singkat dan mendasar tetapi sulit untuk ditemukan jawaban yang pasti. Memang, saya akui bahwa di mata orang-orang Katolik, mereka tidak pernah mengenal Penyuluh Agama Katolik. Mereka hanya mengenal Katekis yang bertugas membimbing kelompok-kelompok tertentu seperti  bina iman anak, bina iman remaja, katekumen, dan kelompok-kelompok lainnya yang dibentuk oleh Gereja sendiri. Telinga orang-orang Katolik lebih akrab dan bersahabat dengan Katekis ketimbang Penyuluh Agama Katolik. Maklum, di Kabupaten Tangerang, baru saya sendiri yang menjadi Penyuluh Agama Katolik, karena itu keheranan mereka yang baru mendengar penyuluh, sangatlah beralasan.
                  Istilah Penyuluh dan Katekis yang dikenal dalam Gereja Katolik memiliki kesamaan tugas. Nama ini hanya membedakan bahwa Penyuluh Agama Katolik berlatar belakang PNS dan Katekis bekerja di bawah naungan Gereja. Memang, walaupun memiliki nama yang berbeda, tetapi toh, tugas perutusannya sama, yakni membimbing orang, menyuluh orang agar  berada pada jalan yang benar.
Proses Pencarian Data
                Gereja Katolik dikenal sebagai Gereja yang memiliki tertib administrasi, mulai dari keuangan dan data-data tentang umat. Kalau berpijak pada pandangan ini maka tentu setiap orang berpikiran bahwa orang yang mencari data pasti dengan sendirinya meminta data tersebut di sekretariat. Untuk Gereja Katolik, sulit-sulit gampang untuk diminta data-data tersebut. Pengalaman saya sendiri ketika berhadapan dengan pastor paroki, kehadiran saya dicurigai dan mempertanyakan apa tujuan pengambilan data. Saya menjelaskan bahwa saya dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tangerang. Tugas saya sebagai Penyuluh Agama Katolik dan saya diminta untuk mencari data-data umat. pastor paroki semakin tidak percaya, apalagi saya sebagai PNS. “Silakan cari data sendiri menurut versi pemerintah, “ demikian kata salah seorang pastor paroki yang saya tidak perlu sebut namanya.
                Dengan mengatakan demikian berarti bahwa saya tidak diperbolehkan untuk mengambil data, padahal saya hanya tahu data-data keseluruhan saja. Tapi apakah ini menciutkan nyali saya dalam mencari data? Tidak!! Tidak!! Banyak cara yang saya tempuh untuk memperoleh data yang dikehendaki oleh Pembimas Katolik maupun Kasi Penamas. Saya mulai mencari tahu teman-teman saya dari beberapa paroki yang tersebar di Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan. Saya meminta bantuan mereka untuk menghimpun seluruh data agar saya dapat memperolehnya. Mulai dari sejarah berdirinya paroki, jumlah lingkungan, jumlah pastor dan biarawan/wati yang bekerja di paroki yang bersangkutan, saya peroleh. Data-data yang saya peroleh ini tidak merupakan suatu kebenaran mutlak tetapi mendekati kebenaran terutama perhitungan secara matematis. Di bawah ini dapat dilihat grafik perkembangan umat di paroki-paroki, baik Kota maupun Kabupaten Tangerang. Angka ini menunjukkan jumlah umat dibeberapa paroki yang ada di Kota dan Kabupaten Tangerang. Dari jumlah dibawah ini menunjukkan, kapan paroki tersebut berdiri.

 
                Jumlah umat yang paling banyak adalah umat yang berada di Paroki Santa Maria Tangerang yang letaknya di Kota Tangerang. Bisa dimaklumi perkembangan ini karena keberadaan paroki ini jauh lebih awal ketimbang paroki-paroki lain. Dalam sejarah dicatat  bahwa perkembangan paroki ini berawal dari masuknya Belanda dan juga Jepang. Pada awalnya, Gereja Paroki Santa Maria hanya merupakan sebuah gedung sederhana, tetapi lama kelamaan ada perkembangan yang luar biasa.
                Dengan berkembangnya paroki Santa Maria dari jumlah umat maka dengan sendirinya dapat berpengaruh pada wilayah-wilayah pinggiran yang dihuni oleh orang-orang Katolik. Dalam sejarah perkembangan ini, keberadaan paroki tua ini kemudian melahirkan banyak paroki lain yang berada di sekitarnya, terutama Santo Agustinus di Perum-Karawaci, Santa Bernadet-Ciledug. Kemudian paroki-paroki baru ini juga membesarkan stasi (bagian dari paroki) untuk kemudian membentuk komunitas sendiri dan pada akhirnya menyatakan kesanggupannya sebagai sebuah paroki.
                Paroki Agustinus telah melahirkan Paroki Santa Monika di BSD Serpong. Keberadaan paroki di jantung area bisnis dan kawasan elite ini pada akhirnya menunjukkan kemajuan yang sangat berarti. Dari segi jumlah umat, perkembangan umat semakin pesat. Paroki Santa Monika tidak tinggal diam tetapi juga berupaya untuk melahirkan paroki baru yang kini sedang dipersiapkan yakni, Stasi Santa Laurensia. Gereja stasi yang berdiri megah di kawasan elite itu, kini sedang dipersiapkan untuk menjadi sebuah paroki baru, yakni Paroki  Santa Laurensia. Paroki Agustinus, Santa Monika dan Laurensia, dipercayakan oleh pastor-pastor dari Ordo Salib Suci (OSC) untuk menanganinya. Mereka juga sedang mempersiapkan sebuah stasi baru yang berada di Melati-Serpong.
                Walaupun perkembangan umat Katolik semakin pesat tetapi banyak persoalan yang juga terus dihadapi bersama terutama persoalan mengenai perijinan rumah ibadah. Untuk wilayah kota, ada dua paroki yang masih belum memiliki Ijin Membangun dari pemerintah, yakni Paroki Santo Agustinus-Perum-Karawaci dan Paroki Santa Bernadet-Ciledug. Mereka tetap menggunakan ruang sederhana untuk mengadakan ibadah dan misa bersama, sambil menunggu waktu yang tepat untuk memperoleh injin.
                Sedangkan paroki-paroki dalam wilayah Kabupaten Tangerang, dan Tangerang Selatan, semuanya sudah memiliki ijin resmi dari pemerintah. Data terakhir yang dihimpun, beberapa bulan lalu, Stasi Santo Gregorius sudah mendapatkan Ijin Membangun dari pemerintah kabupaten. Dengan mengantongi ijin ini maka stasi Gregorius saat ini sedang mempersiapkan diri untuk beralih status menjadi sebuah paroki mandiri karena memiliki jumlah umat 7.000  lebih.
Perkembangan paroki di wilayah, kabupaten Tangerang, Kota Tangarang dan Kota Tangerang Selatan
                Sekedar membandingkan laju pertumbuhan umat dan perkembangan gereja-gereja paroki. Dari tiga wilayah yang menjadi peta kekuatan umat katolik di Tangerang yang masuk dalam keuskupan Agung Jakarta, perkembangan umat dan pendirian gereja, sedikit mengalami perbedaan yang menyolok. Kita lihat perbandingan dari tiga wilayah ini:
1.    Kabupaten Tangerang
                Perkembangan Kabupaten Tangerang, secara fisik masih jauh dari harapan bila dibandingkan dengan kota Tangerang dan Tangerang Selatan. Walau demikian, banyak umat yang hidup membaur dengan umat dari agama lain, dan hal ini akan berpengaruh pada pola pergaulan dan juga upaya untuk mendirikan rumah ibadah secara resmi. Apabila umatnya, dalam pola pergaulan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat sekitar tanpa ada masalah yang berarti maka hal ini menjadi modal dasar membangun gereja, khususnya dalam proses perijinan. Demikian sebaliknya, apabila tidak terjadi dialog yang hidup maka biasanya terjadi ganjalan ketika proses perijinan dilaksanakan.
                Banyak umat katolik hidup di wilayah kabupaten Tangerang dan bernaung di beberapa Gereja Paroki seperti: Santa Helena, Santa Odilia, dan Stasi Santo Gregorius. Perjuangan awal dalam merintis berdirinya paroki ini bisa dibilang cukup alot. Namun dalam proses perijinan tidak menemukan kendala yang berarti. Hal ini bisa terlihat dari prosedur yang diikuti dan juga respon balik pemerintah setempat juga baik.  Memang diakui bahwa pejabat di kabupaten Tangerang terutama Bupati Ismet cukup baik menjalin relasi dengan umat katolik dan dengannya pengeluaran ijin tersebut bisa dilihat sebagai upah dari kebaikan relasi yang terjalin selama ini.

2.    Kota Tangerang

                Apa yang terjadi dengan gereja-gereja katolik di wilayah kota Tangerang? Inilah pertanyaan awal yang muncul sebagai reaksi dari kondisi riil yang terjadi di lapangan. Pada pemerintahan WH, sulit sekali mendapat ijin dari pemerintah.  Dari beberapa paroki yang tersebar di wilayah kota Tangerang, hanya ada satu yang memiliki ijin resmi yaitu Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda, Tangerang. Lalu bagaimana dengan yang lain? Paroki Santa Bernadeth-Ciledug dan Paroki Agustinus Perum, selama sekian tahun masih menunggu keluarnya IMB. Tapi rupanya mengalami kendala. Masyarakat sekitar sepertinya sudah terstigma dan anti terhadap gereja katolik.
                Mengapa mereka anti terhadap gereja katolik? 
3.    Kota Tangerang Selatan
       Perkembangan Gereja di Kota Tangerang Selatan terbilang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi oleh pembukaan area pemukiman baru terutama pengembangan perumahan-perumahan baru. Dengan pengembangan perumahan baru seperti ini memberi peluang bagi tumbuh-kembangnya umat katolik yang masuk ke wilayah-wilayah baru karena pengembangan perumahan.
      Hal penting yang patut dicatat adalah umat di Tangerang Selatan umumnya berpendidikan tinggi dan hal ini juga berpengaruh pada soal cara pandang terhadap agama lain serta pendirian gereja-gereja baru. Kalau dibandingkan dengan kabupaten Tangerang dan kota Tangerang, kebanyakan gereja paroki tumbuh dan berkembang secara pesat di Tangerang Selatan. (Valery Kopong)

No comments: