Sunday, October 27, 2013

AIR MATA KEBERPIHAKKAN




(Telaah puisi kontemporer dari sudut sosiologi Sastra)

Oleh: Valery Kopong*

Sutardji Calzoum Bachri dikenal sebagai penyair kontemporer yang menggagas sekaligus mengedepankan pola penulisan baru pada puisi. Ketika membaca puisi-puisinya,ciri khas terasa kental. Dia lebih banyak mempermainkan kata yang baginya merupakan sebuah kekuatan, dan menjadi daya dobrak bagi seluruh bangunan puisinya. Bangunan puisi-puisi lama yang terkesan kaku, baik dari tata aturan maupun jumlah barisnya, kehadiran Sutardji membawa angin perubahan bagi mereka yang berani “merobek” pola-pola yang dogmatis-puitis. Perjuangan dan upaya seorang Bachri mendobrak kata, menerobos jenis kata, menerobos bentuk kata dan tata bahasa dipandang sebagai percobaan melakukan dekonstruksi bahasa Indonesia dan sekaligus menawarkan konstruksi-konstruksi baru yang lebih otentik melalui puisi. Terhadap perjuangan yang penuh dengan daya dobrak ini, memunculkan pertanyaan untuk direnungkan bersama. Apakah Sutardji sebagai pahlawan puisi kontemporer dan nabi bagi mereka yang mengenyam kebebasan dalam mengekspresikan diri melalui puisi?  
           

Saturday, October 26, 2013

PELANGI ITU AKAN SELALU ADA



Oleh: Theresia Tri Wahyuni

“Pelangi pelangi alangkah indahmu
Merah kunig hijau di langit yang biru
Pelukismu agung, siapa gerangan
Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan”

Sayub terdengar alunan lagu masa kecil, teringat olehnya kisah-kisah hidupnya yang dulu. Kecipak-kecipak terdengar air terinjak oleh puluhan kaki anak-anak yang bermain di halaman sekolah. Mereka bermain dengan bebas tetapi ketika hujan tiba, kebebasan bermain di halaman sekolah sepertinya dibatasi oleh guru karena takut mereka bisa jatuh sakit.  “Jika hujan jangan main air anak-anak, nanti masuk angin” kata Bu Guru. Seusai bermain, mereka keburu pulang karena lapar, apalagi berangkat sekolah tadi tak sempat sarapan. Dalam perjalanan pulang dengan menempuh jarak yang jauh dan melelahkan, mereka seakan melupakan rasa lapar. Ah, biar saja, yang penting cepat sampai di rumah dan bisa segera bantul simbok.

Thursday, October 24, 2013

Gadis tanpa Tangan Dapatkan Suami Idaman Putri Herlina Dinikahi Putra Mantan Deputi Gubernur BI

JOGJAKARTA - Resepsi pernikahan mengharukan terjadi di Jogjakarta tadi malam. Putri Herlina, gadis tanpa dua tangan, akhirnya mendapatkan suami pilihannya sendiri, Reza Hilyard Somantri, putra mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Maman Husein Somantri.
Bagi Putri Herlina, pernikahannya dengan Reza seperti kisah dongeng yang berakhir bahagia (happy ending). Seperti yang pernah dimuat di JPNN pada 9 Maret 2012, Lina -sapaan akrab Putri Herlina- mengaku dirinya "dibuang" orang tuanya sejak baru lahir. "Aku ditinggal di rumah sakit, mungkin karena tidak punya tangan dan mereka malu," ungkapnya.
Karena tak ada yang bertanggung jawab, Lina lantas dirawat Susiani Sunaryo. Saat itu Susiani masih berusia 25 tahun dan menjadi relawan di Yayasan Sayap Ibu. Kini Susiani menjadi ibu panti di Kadirojo, Kalasan, Sleman.

Film baru menyoroti karya heroik suster Maryknoll

                                                               23/10/2013 Film baru menyoroti karya heroik suster Maryknoll thumbnail

Nancy M. Tong, seorang alumni sekolah Maryknoll di Hong Kong membuat  film tentang karya suster Maryknoll  sejak mulai berdiri hingga kini dengan tujuan untuk memperkenalkan kepada umat.
“Saya menyadari bahwa saya ingin memperkenalkan karya para suster  dalam bidang keadilan sosial dan karya mereka bersama orang miskin di seluruh dunia,” kata Tong dalam sebuah wawancara.
Karya para suster itu menginspirasi dia dengan membuat film berjudul ‘Trailblazers in Habits.”
Film dokumenter berdurasi 65 menit itu diisi dengan cuplikan, foto dan wawancara tentang “karya yang luar biasa yang dilakukan oleh para suster itu,” yang dimulai dengan yayasan yang didirikan tahun 1912, hanya beberapa bulan setelah dibentuk Meryknoll Fathers and Brothers.
Para misionaris itu ke Cina awalnya dianggap menjadi “wanita yang baik dengan pakaian aneh,” dan apapun yang mereka lakukan untuk orang miskin dinilai melakukan tindakan subversif, terutama karya mereka untuk menyelamatkan bayi perempuan yang ditinggalkan dan  membantu kaum perempuan.
Di tahun-tahun awal, para suster ini dijeblos ke penjara, tahanan rumah dan dibunuh karena perbuatan baik mereka, namun mereka terus melayani.
Tarekat ini didirikan di abad ke-20 di Amerika Serikat oleh Suster Maria Joseph Rogers (1882-1955), dan film itu diambil mulai tahun-tahun awal di biara induk mereka di Ossining, New York, dan misi pertama mereka di Hong Kong, yang dibaca oleh narator dan aktris peraih Oscar Susan Sarandon.
Awalnya, para imam dan suster Maryknoll menyadari bahwa salah satu spiritualitas mereka adalah kontemplasi dalam aksi dan cara menginjili di Cina adalah melalui kaum perempuan.
Para suster itu pergi ke luar biara dan berdua-dua menuju desa-desa yang jauh untuk mengunjungi keluarga-keluarga, menilai kebutuhan mereka dan memberikan bantuan.
Trailblazers in Habits  adalah sebuah karya kasih Nancy Tong dan alumni sekolah Maryknoll di Hong Kong (yang pertama dari dua sekolah untuk anak perempuan yang dibuka di sana tahun 1925 – keduanya berlanjut hingga kini).
Ketika tarekat itu memasuki abad kedua dalam misi, mereka berjanji akan terus menanggapi kebutuhan masyarakat saat ini untuk perdamaian, keadilan, dan kesetaraan.
Film ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah panggilan di AS menurun, di seluruh dunia, jumlahnya terus meningkat.
Film itu adalah kisah harapan, iman, dan kasih Allah yang hidup di tengah masyarakat.
Sumber: New film highlights heroic work of Maryknoll Sisters

Kisah biarawati Katolik latih Taekwondo untuk anak-anak penderita kanker


                                                           14/10/2013
Kisah biarawati Katolik latih Taekwondo untuk anak-anak penderita kanker thumbnail

Suster Linda Lim sudah lama meninggalkan bela diri taekwondo, saat ia memutuskan untuk menjadi seorang biarawati. Namun, bertahun-tahun kemudian, ia kembali mengenakan sabuk hitamnya di sebuah rumah sakit di Singapura untuk melatih anak-anak yang pulih dari kanker.
Dulu, saat masih muda, Suster Linda bercita-cita jadi tentara. Tapi, tubuhnya terlalu mungil. “Lalu, aku ingin jadi polwan, untuk melindungi masyarakat,” kata dia seperti dimuat BBC. Lagi-lagi tinggi badannya tak sesuai.

Bisakah Paus Fransiskus angkat kardinal perempuan?

                                                                                                    22/10/2013
Bisakah Paus Fransiskus angkat kardinal perempuan? thumbnail

Paus Fransiskus mengatakan berulang kali bahwa ia ingin melihat peran yang lebih besar bagi kaum perempuan dalam Gereja Katolik, dan beberapa orang berpendapat bahwa ia bisa mengambil langkah besar dengan mengangkat perempuan menjadi kardinal.
Ide ini terus dibicarakan, yang dipicu oleh sebuah artikel bulan lalu di sebuah surat kabar Spanyol dimana Juan Arias, seorang mantan imam menulis dari Brasil, bahwa “ide itu bukan sebuah lelucon. Ini adalah sesuatu yang dipikirkan oleh Paus Fransiskus sebelumnya: pengangkatan kardinal wanita”.
Arias mengutip seorang imam Yesuit yang tidak menyebut namanya -  mengatakan: “Paus ini tidak akan ragu mengangkat seorang kardinal wanita.  Dan dia bisa menjadi Paus pertama yang memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan Paus baru.”

Wednesday, October 23, 2013

BUNDA MARIA DALAM INKULTURASI





Misa inkulturasi Flobamorata (20/10/2013)
Bulan Oktober, di kalangan Gereja Katolik dikenal sebagai bulan rosario. Pada bulan ini seluruh perhatian dan doa diarahkan kepada Maria sebagai perantara yang membawa kita pada Yesus Putera-Nya. Umat Katolik selalu melaksanakan devosi kepada Bunda Maria. Sejak lama, tradisi ini dilakukan oleh Gereja dan umat terlibat penuh dalam peristiwa rosario itu. Figur Maria sangat bersahaja dan penuh pengertian, karenanya doa-doa yang dipanjatkan kepada Yesus selalu lewat Bunda Maria. Ada pelbagai cara untuk menghormati Maria. Ada devosi pribadi, kelompok maupun perayaan-perayaan meriah lain yang dilakukan oleh umat untuk menghormati Maria.
Masyarakat  Flores dikenal sebagai “Masyarakat Marianis” karena selalu menempatkan Maria sebagai figur sentral dalam seluruh kehidupan religius. Maria  menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Flores,  Sumba dan Timor. Pengaruh devosi dan penghormatan terhadap Maria diperkenalkan oleh Gereja dan misi kekatolikan yang dibawa oleh orang-orang Portugis. Peristiwa yang dialami dalam Gereja di daratan Flores, Sumba dan Timor tidak hanya berhenti di Flores tetapi tetap melekat dalam kehidupan orang-orang Flores, Sumba dan Timor ketika mereka berada di perantauan.

Saturday, October 19, 2013

LEKTOR-LEKTRIS, PENYULUH SABDA BAGI UMAT




Kemampuan seorang lektor dan lektris, dari waktu ke waktu terus dikembangkan. Menyadari betapa pentingnya keberadaan dan peranan lektor dan lektris dalam mewartakan sabda maka Bimas Katolik pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten menyelenggarakan kegiatan pembinaan terhadap para lektor dan lektris sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuannya. Acara ini diselenggarakan di Hotel  Regal Raya Resort Jl. Raya Karang – Bolong Km 134 Anyer, pada 28-30 Juni 2013. Acara ini berlangsung selama tiga hari.  Acara ini semestinya dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Banten tetapi beliau berhalangan hadir. Beliau mendelegasikan tugas ini ke Pembimas Katolik Banten yaitu Bapak Stanislaus Lewotoby. Himbauan Kepala Kanwil melalui Pembimas Katolik Banten, agar  kegiatan yang diadakan, dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar tepat sasaran dan akuntabel.
Kegiatan pembinaan ini mengusung tema “ Melalui Pembinaan Penyuluh, kita Tingkatkan Pelayanan Prima Kepada Umat Katolik.” Bimas Katolik menghadirkan dua narasumber yang mengisi seluruh rangkaian kegiatan, yakni Romo Adi, Pastor Kepala Paroki Kristus Raja Serang dan Ibu Maria Magdalena Abdi,.M.M, dari seksi pewartaan KWI, Romo Adi memberikan materi tentang Kitab Suci, sedangkan Ibu Lena lebih menyoroti teknik yang baik dalam membaca Kitab Suci ketika berperan sebagai lektor dan lektris.
Seluruh peserta pembinaan merupakan utusan dari berbagai lingkungan yang ada di Paroki Kristus Raja Serang – Banten. Mereka diutus untuk mendalami Kitab Suci dan mewartakannya kepada orang melalui cara membaca yang baik, terutama sebagai lektor dan lektris ( Petugas yang membaca Kitab Suci). Gereja Katolik memakai tahun liturgi untuk mengenangkan dan menyatakan pengalaman akan karya penyelamatan Tuhan Yesus dan Kehadiran Yesus Kristus yang menyelamatkan dalam tujuh sakramen (tanda dan sarana keselamatan), karena Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, maka barang siapa melihat Dia, maka melihat Allah.
Untuk menghidupkan suasana liturgi dalam perayaan Ekaristi maka perlu adanya persiapan yang matang terutama peran seorang lektor dan lektris, yang tidak hanya membaca tetapi juga mewartakan Sabda melalui mimbar. Ketika membaca Kitab Suci, seorang lektor dan lektris membawa pesan yang akan disampaikan melalui Kitab Suci yang dibacakan. Setiap umat Katolik yang sudah dibaptis memiliki tanggung jawab dan perutusan, mengambil bagian dari tugas Gereja, salah satunya adalah menjadi lektor-lektris.
Sebagai manusia lemah, seorang lektor dan lektris terkadang membacakan Sabda Tuhan kurang mengena di hati pembaca. Karena itu, sebelum membaca Kitab Suci, memohon bantuan dari Roh Kudus agar bisa membimbing dalam upaya mewartakan Sabda Tuhan. Sebagai seorang pewarta sabda, perlu mengembangkan sikap rendah hati, percaya, jujur, kesanggupan hati, tekun dan selalu mengajak peserta untuk menjadi suluh atau obor di tengah masyarakat dengan mewartakan kabar gembira ke seluruh lingkungan, di mana kita tinggal.***(Valery Kopong, tulisan ini sudah dimuat di TABLOIT SABDA)

MEMBANGUN KARAKTER KAUM MUDA



Rabu, 26 Juni 2013 bertempat di aula Alexander, Gereja Kristus Raja Serang. diadakan rekoleksi sehari. Acara rekoleksi ini mengusung tema: “Melalui Kegiatan Rekoleksi Mahasiswa Katolik, Kita Tingkatkan Kualitas Kerohanian dan Pelayanan.“  Kegiatan dimulai pada pukul 08.00 s.d pukul 16.00 wib dan dihadiri oleh 40 peserta mahasiswa Katolik dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Banten, antara lain Mahasiswa  dari Universitas Tirtayasa, Universitas Bina Bangsa, Universitas Unsera dan LP3I serta Universitas Umbaja.
            Romo Agustinus Adi Indianto, Pr, Pastor Paroki Kristus Raja Serang, hadir sebagai narasumber utama dalam acara rekoleksi itu. Selain Pastor Kepala Paroki Kristus Raja Serang, turut hadir pula Pembimas Katolik Provinsi Banten, Bapak Drs. Stanislaus Lewotoby. Rekoleksi, berarti menyisihkan waktu untuk mengumpulkan kembali tenaga rohani untuk melihat seluruh proses dan pengalaman hidup yang telah dilalui. Kegiatan rekoleksi ini dengan membidik kelompok sasaran kaum muda (Mahasiswa), sebab di pundak kaum mudalah negara ini akan menjadi kuat dan tangguh. Tentunya pemuda yang diharapkan adalah pemuda yang berkualitas,  yang dapat menerjemahkan kebutuhan akan masa depan bangsa. Di sela-sela rutinitas yang padat dengan menunaikan kewajiban sebagai mahasiswa, sudah selayaknya mereka perlu penyegaran, baik jasmani maupun rohani dengan mengikuti acara rekoleksi yang difasilitasi oleh Bimas Katolik Banten. Para peserta terlihat begitu antusias mengikuti proses dan dinamika rekoleksi yang diselenggarakan. Dalam rekoleksi itu, diselingi juga

Lifebuoy Help a Child reach 5

Friday, October 18, 2013

MASYARAKAT KATOLIK MARIANIS




(catatan misa inkulturasi)
                Paroki Santa Helena-Karawaci-Tangerang begitu terbuka dan mengapresiasi nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki oleh umatnya. Umatnya yang beragam diberi peluang untuk mengungkapkan iman dalam  konteks budaya yang dimilikinya.  Budaya yang dimiliki dan membentuk kepribadian sejak kecil dimanfaatkan sebagai sarana yang mengantar untuk memahami, siapa itu Allah yang sebenarnya. Di Gereja Santa Helena inilah umat merayakan Ekaristi dan memadukannya dengan budaya lokal. Misa inkulturasi menjadi bagian penting untuk memahami kehadiran Allah lewat beragam budaya.
                Di pagi yang cerah minggu itu, tepat 28 Oktober 2012 umat Katolik NTT yang berada di wilayah Paroki Santa Helena dan sekitarnya merayakan misa yang dihantar dengan keberagaman budaya yang dimiliki oleh setiap wilayah yang ada di NTT. Saat menampilkan lagu dan tarian mengiringi prosesi misa, seolah-olah kesadaran setiap insan yang hadir saat itu, digiring untuk mengenang kembali kisah masa lalu di kampung yang jauh di  ujung timur. “Per Mariam ad Iesum.” Inilah tema sentral yang diusung dalam perayaan bernuansa etnis NTT itu sekaligus mengingatkan kita akan peran Maria di dalam kehidupan manusia.
               

SEJARAH BERDIRINYA PAROKI SANTA HELENA



                Keberadaan Paroki Sta. Helena tidak terlepas dari sejarah keberadaan paroki St. Monika Serpong, yang sebelumnya umat di wilayah ini menginduk. Perkembangan umat semakin membludak maka dipikirkan untuk didirikan sebuah stasi yang diberi nama Stasi St. Helena yang secara resmi berdiri pada Mei 1996. Banyak liku perjalanan yang penuh tantangan telah dilewati oleh stasi ini seperti  menceri tempat untuk dijadikan sebagai tempat beribadat sangatlah sulit.  Pada awalnya kegiatan stasi terutama beribadat dilakukan secara berpindah-pindah, mulai dari mengontrak rumah umat dan sebagian menggunakan kapel Ignatius de Loyola.

Wednesday, October 16, 2013

TERSENYUM DALAM LUKA YANG MENGESANKAN



Judul               : Pengampunan Yang Menyembuhkan
Penulis             : Jean Maalouf  
Penerjemah      : Wilhelmus David  
Penerbit           : Orbit Media
Tebal               : 122 halaman
ISBN               : 978-602-17548-9-4

Ketika Paus Yohanes Paulus II ditembak, sepertinya tidak ada dendam yang tumbuh dalam dirinya. Setelah sembuh, beliau malah mengunjungi si penembak. Dunia menjadi heran penuh tanya, mengapa ia yang terluka harus memulai menumbuhkan rasa maaf kepada orang yang menembaknya? Tindakan mendiang ini tidak merupakan tindakan simbolik tetapi mewujudnyatakan tindakan  kasih yang pernah diperlihatkan oleh Sang Guru, Yesus Kristus. Yesus tidak menaruh dendam terhadap mereka yang menganiaya, bahkan Yudas Iskariot  yang datang membawa para algoju hendak menangkapnya, Yesus masih menyapanya sebagai sahabat. “Sahabat, untuk maksud itukah engkau datang?”

Tuesday, October 15, 2013

GEREJA: DAPUR BAGI MASYARAKAT




Ketika banjir melanda beberapa wilayah Jabodetabek, terlihat ada upaya dari pelbagai pihak memberikan perhatian berupa penyaluran bantuan makanan dan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh warga yang terkena banjir. Banjir, memang dilihat sebagai musibah rutin tetapi dibalik peristiwa itu bisa terlihat dengan jelas, pelbagai kelompok atau pun komunitas-komunitas menggerakkan kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi menyelamatkan mereka yang terkena banjir. Apa yang bisa kita pelajari dari musibah rutin ini? Bagaimana peran Gereja dalam memberikan perhatian pada mereka yang terkena banjir? Mengapa Gereja membuka diri bahkan mendirikan dapur umum dan menyebarkan makanan, hasil masakan umat sendiri?
 Menelusuri wilayah Tangerang beberapa waktu lalu di mana sebagian besar perumahan terkena banjir, saya berkesempatan mendatangi beberapa gereja paroki yang ada di wilayah Tangerang. Sebagian besar umat yang tidak terkena banjir membangun aksi peduli dengan lingkungan sekitarnya, bahkan ada gereja paroki yang umatnya tidak terkena banjir tetapi tetap mendirikan dapur umum dan menyalurkan makanan ke tempat-tempat pengungsian.        

BERANI MENGATAKAN YANG BENAR




Judul                     : Pedulikah Kita Pada Hidup?
Pengarang          : Mudji Sutrisno, SJ
Penerbit              : Kanisius, Yogyakarta (Cetakan ke 4 tahun 2012)

Ketika berhadapan dengan realitas hidup, terbetik pertanyaan nakal, mengapa yang baik sering kalah terhadap yang jahat?  Inilah pertanyaan yang sering menggelisahkan publik ketika berhadapan dengan kenyataan hidup di negeri ini. Terhadap kenyataan ini, religi  mencoba  menjawabnya  dengan persepsi dan perenungan mengenai “setan dan malaikat.” Lebih jauh lagi spiritualitas mencoba menjawabnya dengan “perang tanpa usai antara roh baik dan roh jahat.”  Di sinilah terlihat sebuah pemetaan yang jelas antara yang baik dan yang jahat. Tetapi apakah setiap masyarakat sanggup melihat kebenaran sebagai yang benar? Ataukah justeru sebaliknya, melihat sesuatu yang salah untuk dibenarkan?
                Membaca realitas kebenaran di negeri ini mirip dengan membaca abu-abunya realitas. Di sini, perlu dibutuhkan ruang hening yang mendalam agar setiap manusia menentukan kebenaran menurut norma dan hukum yang berlaku dan bukannya  atas dasar uang dan kekuasaan.  Fakta berbicara lain, bahwa dominasi kekuasaan terlampau kuat  hingga kebenaran sesungguhnya  lenyap di mata publik dan yang muncul adalah kebenaran dari hasil rekayasa penguasa. Masih pedulikah kita pada kehidupan sosial dan berpihak pada kebenaran tanpa harus membuat rekayasa?  
                Dalam kumpulan refleksi tentang hidup ini, Romo Mudji Sutrisno, SJ mengajak pembaca untuk melihat secara jeli abu-abu kehidupan. Abu-abu kehidupan yang dimaksudkan adalah sikap manipulasi manusia terhadap kebenaran itu sendiri. Memang berat untuk mengatakan sesuatu sebagai yang benar. Tetapi perlu terus dibangun sikap peduli terhadap sesama yang menjadi korban ketidakadilan. Ada ketakutan publik yang sedang melanda, bahkan ketakutan massal itu sebagai sebuah realitas yang mesti diterima. Ketakutan massal ini lebih disebabkan oleh tekanan publik yang lebih bersekutu  pada ketidakbenaran fakta untuk kemudian dimanipulasi menjadi kebenaran semu.
                Meminjam bahasa Romo Mudji, “Kita sebenarnya tidak takut kepada ketinggian, namun yang kita takuti adalah bila kita jatuh dari ketinggian itu.” Masih sebagian besar orang yang tidak takut mengatakan tentang kebenaran, tetapi menjadi ketakutan adalah, apakah  orang lain juga mengatakan tentang sesuatu yang benar seperti apa yang ia katakan. Karena ketika ia mengatakan kebenaran berseberangan dengan publik maka resiko yang diterima adalah ia harus dikucilkan dari “panggung pergaulan masyarakat.” Resiko pengucilan diri seseorang inilah yang membuat orang takut mengatakan yang benar secara sendirian. “Orang sebenarnya tidak takut akan cinta, namun yang ditakuti adalah bila ia tidak dicintai balik. You are not afraid of love. You are afraid of not being loved back.” Kiranya kebenaran semakin nyata berpihak pada semua lapisan masyarakat.*** (Valery Kopong)    

Monday, October 14, 2013

Keuskupan Tanjungkarang resmi memiliki uskup baru



Keuskupan Tanjungkarang resmi memiliki uskup baru thumbnail

10/10/2013
Mgr Yohanes Harun Yuwono

Gereja Katolik Keuskupan Tanjungkarang, Lampung, hari ini (10/10) secara resmi dipimpin uskup baru dengan ditahbiskannya Pastor Yohanes Harun Yuwono.
Setelah lebih dari  setahun keuskupan itu mengalami kekosongan,  pasca  pensiunnya Mgr Andreas Henrisusanto SCJ pada 6 Juli 2012.
Pada 19 Juli 2013, Paus Fransiskus mengangkat Pastor  Yuwono sebagai Uskup Tanjungkarang, yang terletak di ujung selatan Pulau Sumatra ini.
Acara penahbisan uskup akan diadakan di Wisma Albertus, Pahoman, oleh Mgr Aloysius Sudarso SCJ,  uskup agung Palembang, yang juga akan dihadiri para uskup dari seluruh tanah air.
Uskup Yuwono  lahir di Pringsewu, Lampung, pada 4 Juli 1964 dan ditahbiskan menjadi imam pada 8 Desember 1992 untuk keuskupan Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Saat diangkat menjadi uskup, ia menjadi Rektor Seminari Tinggi St. Petrus Pematangsiantar dan menjadi dosen di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) St. Yohanes Pematangsiantar, Sumatra Utara.
Ia pernah berkarya sebagai pastor paroki di Paroki St. Perawan Maria Pengantara Segala Rahmat Sungailiat, Bangka, Keuskupan Pangkalpinang.

Romo Magnis: Toleransi harus mulai diajarkan


Romo Magnis: Toleransi harus mulai diajarkan thumbnail

09/10/2013
Romo Franz Magnis Suseno SJ

Ditemukannya sejumlah laporan dimana intoleransi dan fanatisme terhadap agama diajarkan di sekolah, dinilai guru besar filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Romo Franz Magnis-Suseno SJ sebagai kondisi dimana pemerintah wajib memulai pendidikan dengan keutamaan ke arah toleransi.
Menurut Rohaniawan Katolik ini, hal itu perlu dimulai agar fenomena yang membahayakan ini tidak menyebar yang dapat menyebabkan generasi muda kehilangan pandangan mengenai indahnya kebersamaan dalam keberagaman.

Friday, October 4, 2013

Para pencari suaka berada dalam ketidakpastian pasca kebijakan baru Australia


Para pencari suaka berada dalam ketidakpastian pasca kebijakan baru Australia thumbnail


02/10/2013
Muhammand Hanif, yang meninggalkan Myanmar dan kini tinggal di Indonesia.

Saat Al Falakh melarikan diri dari Irak pada 2011, ia tidak menyangka, dua tahun kemudian ia terjebak di Indonesia dan rencana mencari suaka di Australia tiba-tiba direnggut darinya.
Pria berusia 47 tahun ini bersama isteri dan empat anaknya menjadikan Cisarua di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebagai perhentian sementara dalam upaya mereka mencari hidup yang lebih baik.
“Saya berharap kami bisa pergi ke Australia. Tetapi jika tidak bisa, tidak masalah. Kami tidak bisa memaksa Australia untuk menerima kami,” katanya kepada ucanews.com ketika ditemui di wisma, penginapan mereka, Kamis (26/9).
Di bawah pengaruh Tony Abbott, Perdana Menteri baru, Australia menggelontorkan dana miliar dolar untuk Operasi Pengamanan Perbatasan, yang bertujuan menghentikan gelombang perahu para pencari suaka ke Australia dari wilayah perairan Indonesia.
Hal ini membuat puluhan ribu pencari suaka di Indonesia terpaksa memikirkan kembali masa depan mereka.
Militer yang bertugas memimpin rencana perlindungan perbatasan ini – sebagai respon terhadap peningkatan jumlah pendatang ilegal dengan perahu – termasuk upaya untuk menangkap kapal – bermaksud mengembalikan pencari suaka ke Indonesia.
Australia berharap untuk mengirim pasukan tambahan ke Indonesia demi mencari kelompok penyelundupan manusia, sebuah rencana yang membuat Indonesia marah.
Abbott datang ke Jakarta pada Senin (30/9) dan melakukan pembicaraan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono demi mengembangkan kebijakan bersama mengatasi apa yang ia anggap sebagai ancaman keamanan utama bagi Australia.

Imam Yesuit di Suriah berjuang di tengah peperangan, kelaparan dan ketakutan



Imam Yesuit di Suriah berjuang di tengah peperangan, kelaparan dan ketakutan thumbnail

 

 

 

 

  

Imam Belanda Pastor Frans Van der Lugt SJ telah memberikan kesaksian pengalamannya yang dramatis di Bustan al-Diwan, Homs, Suriah, yang telah dikendalikan oleh para pemberontak sejak Juni 2012, tetapi dikepung oleh pasukan pemerintah Suriah.
“Selama 15 bulan terakhir kami telah bertahan dengan persediaan darurat yang kami miliki di ruang bawah tanah dan di rumah-rumah yang ditinggalkan tetangga. Semua kami akan mengalami kehabisan persediaan. Dan kami tidak tahu berapa lama lagi pengepungan ini akan berakhir.”
Vatikan Insider menulis tentang Pastor Van der Lugt dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada awal Agustus. Provinsial Yesuit Timur Tengah, Pastor Victor Assouad SJ menyatakan keprihatinan atas nasib imam Belanda itu dan Pastor Paolo Dall’Oglio SJ, imam Italia, yang diculik sekitar dua bulan lalu di Suriah bagian utara.
Pada Juni 2012, saat Homs  jatuh, ada sekitar  satu juta penduduk, namun kini tinggal 200.000 orang, dan Pastor Van der Lugt memutuskan untuk tetap tinggal bersama orang-orang tersebut yang tidak dapat melarikan diri dari Bustan al-Diwan.
Imam itu telah tinggal bersama para korban tak berdosa akibat konflik yang dilakukan kubu pemberontak selama 15 bulan. Suara tembakan artileri Assad bergema di atas mereka tanpa pandang bulu, terlepas dari apakah target adalah orang Kristen atau Muslim.
Bustan al- Diwan masih terputus dari dunia luar, demikian Pastor Ziad Hilal SJ menyampaikan pada pertemuan di Jenewa belum lama ini. Pastor Hilal adalah imam Yesuit lain yang tinggal di bagian Homs yang dikendalikan oleh pasukan pemerintah Suriah.
“Sekitar 900 meter jarak antara Pastor Frans dan saya, tapi jarak ini tidak bisa menghentikan kami dari berkomunikasi satu sama lain atau saling mendukung,” katanya.
Bersama Pastor Hilal berasal dari Eropa, Pastor Van der Lugt mengisahkan kesaksiannya, yang telah dipublikasikan di situs LSM Katolik Perancis, L’Oeuvre d’Orient. Kesaksiannya menggambarkan situasi dramatis yang dihadapi oleh komunitas Kristen minoritas sekitar 80 orang yang sedang mengalami kemiskinan yang ekstrim akibat perang.
“Kami akan mengalami kekurangan makanan karena pasokan belum datang selama 15 bulan,” kata Yesuit Belanda itu.
“Kami berterima kasih kepada Tuhan atas tepung yang kami menerima (satu kilo per orang setiap minggu). Tapi, kami tahu kami tidak bisa terus hidup dengan keadaan ini dalam waktu lama. Kami merasa sangat prihatin dengan musim dingin. Kami semua mengalami kedinginan, kurangnya air, gas dan minyak. Kami menggunakan kayu bakar. Rumah-rumah kami sebagai tempat berlindung dari kedinginan, kini semua pintu dan jendela rusak. Dan tidak mungkin untuk pergi keluar dari lingkungan kami. Kami benar-benar dikepung”.
Meskipun menghadapi semua kesulitan ini, Pastor Van der Lugt berbicara tentang kehidupan masyarakat: “Pertemuan mingguan kami setiap hari Minggu berlangsung dalam semangat kasih, keterbukaan dan saling mendukung. Kami merasa bersatu sebagai sebuah komunitas dan membantu satu sama lain dalam keadaan yang sulit ini membuat kami menjadi lebih kuat.”
Sumber: Dutch Jesuit in Syria battles war, hunger and fear

Elizabeth Widjaja, peduli pendidikan anak-anak miskin


Elizabeth Widjaja, peduli pendidikan anak-anak miskin thumbnail

03/10/2013



Sikap belarasa dan rendah hati adalah kata-kata yang bisa disandangkan kepada Elizabeth Widjaya, seorang ibu rumah tangga yang mendirikan Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak (KBTK) Pelangi di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Pada usia 18 tahun, Elizabeth merasa terpanggil menjadi pekerja sosial dan tahun 2003 ia mengorbankan sebagian rumahnya, mengubahnya menjadi kelas untuk anak-anak kurang mampu. Kini  KBTK Pelangi menyediakan para guru dengan latar belakang pendidikan guru, memiliki kualifikasi, berpengalaman mengajar anak-anak usia dini dan TK, meskipun ia mengalami kendala keuangan.
Berikut ini petikan wawancaranya dengan The Jakarta Globe:

Ceritakan kepada kami tentang KBTK Pelangi?
TK Pelangi didirikan pada Juni  2003 dan sesuai dengan kurikulum nasional. Kami merekrut para guru yang tahu tentang kurikulum dan materi untuk mengajarkan kepada anak-anak.
Kami adalah sekolah sosial sehingga guru kami dibayar murah dibandingkan dengan sekolah formal, tetapi para guru ini sangat berdedikasi.
Apa yang menginspirasi Anda memulai KBTK Pelangi? Apa tujuan Anda?
Saya benar-benar tidak pernah berencana untuk mendirikan KBTK ini. Saya lebih cenderung mendirikan panti asuhan. Namun, membangun sebuah panti asuhan membutuhkan rumah, sangat sulit dan mahal.
Setelah melihat anak-anak yang tidak mampu membayar pendidikan yang layak, saya bertanya kepada diri sendiri, ‘Mengapa saya tidak mulai dari sana?”
Saya merasa kasihan dengan anak-anak yang tidak bisa bersekolah.
Keluarga kaya bisa menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang mereka inginkan, tetapi keluarga berpenghasilan rendah harus berjuang dan bahkan untuk makan saja sulit.
Jika anak-anak tidak mendapatkan pendidikan, mereka tetap miskin. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memutus siklus kemiskinan.
Anak-anak tidak bersalah, juga orang tua. Itu adalah situasi yang mereka hadapi. Jika kita tidak memberi mereka kesempatan, mereka tak akan mendapatkan kesempatan untuk menikmati pendidikan berkualitas bahwa setiap anak berhak untuk menerima pendidikan semacam itu.
Bagaimana reaksi awal keluarga dan anak-anak Anda tentang KBTK Pelangi?
Sebelum mendirikan KBTK Pelangi, suami saya memahami keterlibatan saya dalam karya sosial ini dan ia tidak berkeberatan dengan pekerjaan itu.
Namun, ia enggan untuk mengorbankan ruang di rumah untuk membuat kelas prasekolah. Semua orang berpendapat, sebuah rumah dimaksudkan untuk rumah keluarga, hal yang privasi.
Kami memulai pendidikan prasekolah gratis dengan fasilitas yang berkualitas dan guru yang mengajar juga bagus.
Kini kami meminta para murid membayar dan hal itu tergantung kemampuan keluarga untuk membayar. Sejumlah keluarga tidak membayar sama sekali sedangkan ada beberapa membayar maksimal Rp 200.000  per tahun.
Apa tantangan yang Anda hadapi selama mengelola KBTK Pelangi?
Kami tidak menghadapi banyak tantangan pada awalnya, tetapi seiring dengan perjalanan waktu kami mulai menghadapi masalah keuangan. Semuanya mahal: harga perlengkapan sekolah naik setiap tahun dan gaji tidak turun juga.
Ada saat-saat ketika saya bertanya pada diri sendiri, ‘Bagaimana jika kami tidak memiliki cukup dana untuk menutupi biaya? Apakah kami akan menutup?’
Jika kami menutup sekolah itu, anak-anak tidak akan bisa pergi ke sekolah.
Bagaimana cara Anda memperoleh bantuan keuangan?
Ada banyak cara yang kami lakukan untuk mendapatkan dana, tapi jumlahnya tidak banyak. Sekitar 90 persen berasal dari saya dan 10 persen dari para donatur. Kami juga memiliki orang-orang yang menyumbang alat-alat sekolah dan juga susu. Namun karena harga naik seperti yang disebutkan sebelumnya, beberapa donatur telah berhenti memberikan bantuan.
Mengelola sekolah seperti itu ada banyak tantangan. Apa saran yang akan Anda berikan kepada orang-orang yang akan mengikuti jejak Anda?
Mencari para guru berkualitas yang memahami kurikulum tidak gampang karena mereka perlu memiliki profesionalisme untuk menjalankan tugas mereka. Hal yang juga penting adalah menemukan guru yang memiliki motivasi untuk membantu, bukan hanya untuk mendapatkan uang.
Memberikan para murid dengan fasilitas berkualitas dan memberikan mereka kesempatan untuk membaca!
Terakhir, jika Anda memiliki masalah uang, jangan menyerah!