Thursday, February 16, 2017

ORANG GALILEA (Injil Markus)



Terbanyak ahli Kitab Suci mengakui kedua hal penting berikut yang menyangkut Injil Markus. Pertama, Injil Markus merupakan Injil yang pertama ditulis dan sekaligus menjadi dasar untuk Matius dan Lukas. Dari 678 ayat yang ada dalam Markus, hampir semuanya ada dalam Matius dan lebih dari separuh ada dalam Lukas. Hanya kira-kira 30 ayat yang tidak terdapat, baik dalam Lukas maupun dalam Matius. Ini menunjukkan bahwa Markus adalah Injil yang pertama ditulis. Matius dan Lukas menggunakannya sebagai dasar untuk Injil mereka.
                Satu kenyataan lain lagi, Matius dan Lukas pada umumnya mengikuti susunan kejadian atau peristiwa yang dilaporkan Markus. Kadang-kadang, baik Matius maupun Lukas menyimpang dari susunan Markus; tetapi tentang peristiwa hidup Yesus, keduanya tak pernah bersama-sama menyimpang dari Markus. Salah satu dari keduanya pasti selalu mengikuti Markus; malah lebih sering keduanya sama-sama mengikuti Markus.  
                Kedua, Penyaksian Papias, Uskup Hierapolis-Phrygis Selatan pada awal abad kedua. Papias mengumpulkan banyak informasi tentang Injil-Injil. Ia mengatakan bahwa Injil Markus sebenarnya adalah bahan khotbah Petrus. Selanjutnya Uskup itu mengatakan bahwa Markus adalah “penterjemah Petrus.” Markus dengan teliti mencatat khotbah yang disampaikan Petrus.
             
   Kalau benar demikian, maka Markus dekat sekali dengan saksi mata hidup Yesus. Dalam Markus ada detail-detail tertentu yang betul hidup, yang seakan-akan merupakan kenangan seseorang yang sendiri mengalami atau menyaksikan peristiwa-peristiwa itu. Misalnya: dalam cerita angin rebut di danau, hanya Markus yang mengatakan bahwa Yesus “sedang tidur di buritan” perahu (Mrk 4:38). Juga hanya Markus yang menceritakan bahwa ketika Yesus melihat pemuda yang kaya, Ia menaruh kasih kepadanya”  (Mrk 10:21). Dalam cerita tentang Yesus dan anak-anak kecil, hanya Markus yang melaporkan bahwa Yesus mengambil seorang anak kecil dan kemudian memeluknya (Mrk 9:36; 10:16). Bila membaca Markus kita seakan-akan selalu harus siap sedia untuk menyaksikan hal-hal kecil yang hanya ditulis oleh Markus.
                Satu hal lain lagi. Dalam Markus kta seakan-akan mendengar kembali suara Yesus. Markus mempunyai suatu kebiasaan yang tidak ada pada penulis-penulis Injil yang lain, yaitu menulis ucapan-ucapan Yesus dalam bahasa aslinya, bahasa Aram. Hanya Markus yang menceritakan bahwa Yesus berkata kepada gadis yang mati itu: “Talita kum” (Mrk 5:41). Demikian juga dengan “Efata” ketika Yesus menyembuhkan telinga orang tuli (Mrk 7:34) dan kata “Abba” dalam lingkungan keluarga Yahudi biasa dipergunakan oleh seorang anak untuk menyapa ayahnya. Ketika menceritakan peristiwa-peristiwa semacam itu, Petrus seakan-akan mendengar kembali suara Tuhan; lalu ia menyelipkan ke dalam ceritera-ceriteranya itu kata-kata Aram yang diucapkan Yesus.
                Markus menulis ceritera-ceriteranya dengan cara yang amat sederhana, mendekati gaya seorang anak kecil. Ada tiga hal yang amat menyolok:
a). Dari segi tatabahasa, ceritera-ceritera Markus mengambil bentuk ceritera masa kini, ceritera-ceriteranya seakan-akan sedang berlangsung sekarang dan bukannya pada masa yang telah lalu. Bentuk itu jelas sekali dalam bahasa Yunani. Dalam teks Yunani ada 151 bentuk semacam itu.
b). Markus senang sekali menggunakan kata “dan” (bahasa Yunani: Kai, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan et dan bahasa Indonesia dengan: dan, kemudian, maka, lalu). Lihat misalnya Mrk 3.
c). Markus juga suka menggunakan kata “segera.” Dengan kata ini ceritera-ceritera yang disajikan Markus bukannya berjalan tenang tetapi seakan-akan berlari-lari, satu menyusul yang  lain.
Di depan dikatakan bahwa Injil Markus adalah Injil yang pertama kali ditulis dan bahwa Markus berpikir sederhana. Karena itu dalam Injil Markus ada banyak hal yang harus diperbaiki oleh penginjil lain. Kita ambil sebagai missal, Mrk 6:5 tentang peristiwa Yesus ditolak oleh orang sekampungnya Nazareth. Di sana tertulis: “Ia tidak mengadakan satu mukjizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tanganNya di atas mereka” (Teks Latin: non poterat facere, Ia tidak dapat  membuat). Matius 13:58 tentang peristiwa yang sama telah menulis sebagai berikut: “Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat yang diadakanNya di situ” (Teks Latin: non fecit, Ia tidak  membuat). Matius sengaja mengubah Markus, karena menurut Matius Yesus bukannya tidak sanggup tetapi sengaja tidak membuat mujizat karena ketertutupan orang Nazaret.
                Dalam ceritera tentang pemuda yang kaya, Markus mengutip pertanyaan si pemuda dan jawaban Yesus sebagai berikut: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh kehidupan yang kekal?” Jawab Yesus: “Mengapa kau katakana AKu baik? Tak seorangpun yang baik selain dari Allah saja”  (Mrk 10:17-18). Matius tidak suka dengan dialog semacam itu. Ia mengubah jawaban Yesus: “Apa sebabnya engkau bertanya kepadaKu tentang apa yang baik? Hanya satu yang baik” (Mat 19:17). Markus tidak  terlalu  memperhitungkan aspek teologis dari penolakan Yesus bahwa diriNya baik. Matius justeru merasa cemas lalu mengubah jawaban Yesus itu.
                Contoh lain, ceritera tentang permintaan kedua anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes untuk mendapat tempat yang utama dalam kemuliaan Yesus. Menurut Markus, kedua murid itu sendiri yang menghadap Yesus dan menyampaikan keinginan mereka (Mrk 10: 35-36). Menurut Matius ibu merekalah yang datang meminta pada Yesus (Matius 20:20). Matius melindungi keduanya dari tuduhan ambisi pribadi.     
                Begitu bagusnya cara Markus, sampai A. B. Bruce mengatakan: “Dengan Injil Markus kita dapat berada paling dekat dengan kepribadian manusiawi Yesus yang sebenarnya, dalam semua keaslian dan daya yang ada dalam diriNya. Orang yang mau melihat Yesus sejarah (Yesus historis), harus pertama-tama membuka Markus.”
                Pada awal tulisan ini dikatakan bahwa Markus mungkin amat bergantung  pada khotbah Petrus.  Tetapi sumber  Markus rupanya lebih luas lagi. Keluarga Markus justeru berada di pusat kegiatan Gereja mula. Dari kisah Para Rasul menjadi jelas bahwa rumah ibu Markus adalah pusat kegiatan Gereja karena ke sanalah Petrus pergi ketika ia dilepaskan dari penjara (Kis 12:12). Nah, bukan sama sekali tidak mungkin bahwa dalam rumah inilah (rumah ibu Markus), Yesus merayakan Perjamuan Malam Terakhir. Hal ini rupanya ada hubungannya dengan sebuah ceritera yang aneh dalam Mrk 14:51-52. Di sana diceriterakan bahwa pada peristiwa Yesus ditangkap, seorang pemuda yang hanya memakai sehelai kain linen melarikan diri dengan telanjang. Mengapa ceritera  yang aneh dan tidak relevan itu dimasukkan ke dalam Injil ini? Mungkin karena pemuda itu adalah Markus sendiri yang rumahnya menjadi tempat Perjamuan Malam Terakhir. Ceritera singkat ini dapatlah dianggap sebagai ‘tanda tangan’ Markus untuk Injilnya.
                Satu hal lain lagi. Markus menetapkan satu pola tertentu untuk hidup Yesus: sebuah drama yang terdiri dari empat babak. Babak pertama, babak persiapan (Mrk 1:1-20) yang terdiri dari pembaptisan Yesus, pencobaan di padang gurun dan panggilan murid-murid yang pertama. Babak kedua adalah babak konflik yang panjang (Mrk 1:21-13:37). Babak ketiga, babak tragedy penderitan dan salib (Mrk 14:1-15:47) dan terakhir, babak kemenangan kebangkitan (Mrk 16). Drama empat babak itu – persiapan – konflik – tragedy dan kemenangan- hanya terdapat dalam Markus.
                Sebagai yang terakhir dapat dicatat lagi satu kekhasan Markus. Beberapa terjemahan menutup Injil Markus dengan 16:8. Dan Mrk 16:9-19 dianggap bukan bahagian dari Injil yang asli. Kalau betul demikian, maka Injil Markus ditutup dengan tiba-tiba, kalau tidak mau dikatakan ditutup dengan cukup ‘kasar.’ Sekarang orang lebih menerima bahwa Injil Markus tidak berakhir  pada ayat 8 itu. Mungkin saja bahwa setelah Matius dan Lukas mengambil Markus untuk Injil mereka, untuk suatu waktu yang cukup lama Injil Markus sendiri begitu tidak dihiraukan sampai akhirnya bagian penutup dari satu-satunya naskah yang masih ada juga ikut hilang. Kita harus bersyukur karena Injil Markus -  Injil yang paling hidup itu – tetap terpelihara meski hampir saja hilang. Kalau mau membaca Kitab Suci Perjanjian Baru, kita harus mulai dengan Markus karena di dalam Injil ini kita berada paling dekat dengan Yesus historis. Duduk dan bacalah seluruh Injil Markus dan perhatikan lagi panorama hidup Yesus Kristus dalam empat babak itu.    










Terbanyak ahli Kitab Suci mengakui kedua hal penting berikut yang menyangkut Injil Markus. Pertama, Injil Markus merupakan Injil yang pertama ditulis dan sekaligus menjadi dasar untuk Matius dan Lukas. Dari 678 ayat yang ada dalam Markus, hampir semuanya ada dalam Matius dan lebih dari separuh ada dalam Lukas. Hanya kira-kira 30 ayat yang tidak terdapat, baik dalam Lukas maupun dalam Matius. Ini menunjukkan bahwa Markus adalah Injil yang pertama ditulis. Matius dan Lukas menggunakannya sebagai dasar untuk Injil mereka.
                Satu kenyataan lain lagi, Matius dan Lukas pada umumnya mengikuti susunan kejadian atau peristiwa yang dilaporkan Markus. Kadang-kadang, baik Matius maupun Lukas menyimpang dari susunan Markus; tetapi tentang peristiwa hidup Yesus, keduanya tak pernah bersama-sama menyimpang dari Markus. Salah satu dari keduanya pasti selalu mengikuti Markus; malah lebih sering keduanya sama-sama mengikuti Markus.  
                Kedua, Penyaksian Papias, Uskup Hierapolis-Phrygis Selatan pada awal abad kedua. Papias mengumpulkan banyak informasi tentang Injil-Injil. Ia mengatakan bahwa Injil Markus sebenarnya adalah bahan khotbah Petrus. Selanjutnya Uskup itu mengatakan bahwa Markus adalah “penterjemah Petrus.” Markus dengan teliti mencatat khotbah yang disampaikan Petrus.
                Kalau benar demikian, maka Markus dekat sekali dengan saksi mata hidup Yesus. Dalam Markus ada detail-detail tertentu yang betul hidup, yang seakan-akan merupakan kenangan seseorang yang sendiri mengalami atau menyaksikan peristiwa-peristiwa itu. Misalnya: dalam cerita angin rebut di danau, hanya Markus yang mengatakan bahwa Yesus “sedang tidur di buritan” perahu (Mrk 4:38). Juga hanya Markus yang menceritakan bahwa ketika Yesus melihat pemuda yang kaya, Ia menaruh kasih kepadanya”  (Mrk 10:21). Dalam cerita tentang Yesus dan anak-anak kecil, hanya Markus yang melaporkan bahwa Yesus mengambil seorang anak kecil dan kemudian memeluknya (Mrk 9:36; 10:16). Bila membaca Markus kita seakan-akan selalu harus siap sedia untuk menyaksikan hal-hal kecil yang hanya ditulis oleh Markus.
                Satu hal lain lagi. Dalam Markus kta seakan-akan mendengar kembali suara Yesus. Markus mempunyai suatu kebiasaan yang tidak ada pada penulis-penulis Injil yang lain, yaitu menulis ucapan-ucapan Yesus dalam bahasa aslinya, bahasa Aram. Hanya Markus yang menceritakan bahwa Yesus berkata kepada gadis yang mati itu: “Talita kum” (Mrk 5:41). Demikian juga dengan “Efata” ketika Yesus menyembuhkan telinga orang tuli (Mrk 7:34) dan kata “Abba” dalam lingkungan keluarga Yahudi biasa dipergunakan oleh seorang anak untuk menyapa ayahnya. Ketika menceritakan peristiwa-peristiwa semacam itu, Petrus seakan-akan mendengar kembali suara Tuhan; lalu ia menyelipkan ke dalam ceritera-ceriteranya itu kata-kata Aram yang diucapkan Yesus.
                Markus menulis ceritera-ceriteranya dengan cara yang amat sederhana, mendekati gaya seorang anak kecil. Ada tiga hal yang amat menyolok:
a). Dari segi tatabahasa, ceritera-ceritera Markus mengambil bentuk ceritera masa kini, ceritera-ceriteranya seakan-akan sedang berlangsung sekarang dan bukannya pada masa yang telah lalu. Bentuk itu jelas sekali dalam bahasa Yunani. Dalam teks Yunani ada 151 bentuk semacam itu.
b). Markus senang sekali menggunakan kata “dan” (bahasa Yunani: Kai, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan et dan bahasa Indonesia dengan: dan, kemudian, maka, lalu). Lihat misalnya Mrk 3.
c). Markus juga suka menggunakan kata “segera.” Dengan kata ini ceritera-ceritera yang disajikan Markus bukannya berjalan tenang tetapi seakan-akan berlari-lari, satu menyusul yang  lain.
Di depan dikatakan bahwa Injil Markus adalah Injil yang pertama kali ditulis dan bahwa Markus berpikir sederhana. Karena itu dalam Injil Markus ada banyak hal yang harus diperbaiki oleh penginjil lain. Kita ambil sebagai missal, Mrk 6:5 tentang peristiwa Yesus ditolak oleh orang sekampungnya Nazareth. Di sana tertulis: “Ia tidak mengadakan satu mukjizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tanganNya di atas mereka” (Teks Latin: non poterat facere, Ia tidak dapat  membuat). Matius 13:58 tentang peristiwa yang sama telah menulis sebagai berikut: “Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat yang diadakanNya di situ” (Teks Latin: non fecit, Ia tidak  membuat). Matius sengaja mengubah Markus, karena menurut Matius Yesus bukannya tidak sanggup tetapi sengaja tidak membuat mujizat karena ketertutupan orang Nazaret.
                Dalam ceritera tentang pemuda yang kaya, Markus mengutip pertanyaan si pemuda dan jawaban Yesus sebagai berikut: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh kehidupan yang kekal?” Jawab Yesus: “Mengapa kau katakana AKu baik? Tak seorangpun yang baik selain dari Allah saja”  (Mrk 10:17-18). Matius tidak suka dengan dialog semacam itu. Ia mengubah jawaban Yesus: “Apa sebabnya engkau bertanya kepadaKu tentang apa yang baik? Hanya satu yang baik” (Mat 19:17). Markus tidak  terlalu  memperhitungkan aspek teologis dari penolakan Yesus bahwa diriNya baik. Matius justeru merasa cemas lalu mengubah jawaban Yesus itu.
                Contoh lain, ceritera tentang permintaan kedua anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes untuk mendapat tempat yang utama dalam kemuliaan Yesus. Menurut Markus, kedua murid itu sendiri yang menghadap Yesus dan menyampaikan keinginan mereka (Mrk 10: 35-36). Menurut Matius ibu merekalah yang datang meminta pada Yesus (Matius 20:20). Matius melindungi keduanya dari tuduhan ambisi pribadi.     
                Begitu bagusnya cara Markus, sampai A. B. Bruce mengatakan: “Dengan Injil Markus kita dapat berada paling dekat dengan kepribadian manusiawi Yesus yang sebenarnya, dalam semua keaslian dan daya yang ada dalam diriNya. Orang yang mau melihat Yesus sejarah (Yesus historis), harus pertama-tama membuka Markus.”
                Pada awal tulisan ini dikatakan bahwa Markus mungkin amat bergantung  pada khotbah Petrus.  Tetapi sumber  Markus rupanya lebih luas lagi. Keluarga Markus justeru berada di pusat kegiatan Gereja mula. Dari kisah Para Rasul menjadi jelas bahwa rumah ibu Markus adalah pusat kegiatan Gereja karena ke sanalah Petrus pergi ketika ia dilepaskan dari penjara (Kis 12:12). Nah, bukan sama sekali tidak mungkin bahwa dalam rumah inilah (rumah ibu Markus), Yesus merayakan Perjamuan Malam Terakhir. Hal ini rupanya ada hubungannya dengan sebuah ceritera yang aneh dalam Mrk 14:51-52. Di sana diceriterakan bahwa pada peristiwa Yesus ditangkap, seorang pemuda yang hanya memakai sehelai kain linen melarikan diri dengan telanjang. Mengapa ceritera  yang aneh dan tidak relevan itu dimasukkan ke dalam Injil ini? Mungkin karena pemuda itu adalah Markus sendiri yang rumahnya menjadi tempat Perjamuan Malam Terakhir. Ceritera singkat ini dapatlah dianggap sebagai ‘tanda tangan’ Markus untuk Injilnya.
                Satu hal lain lagi. Markus menetapkan satu pola tertentu untuk hidup Yesus: sebuah drama yang terdiri dari empat babak. Babak pertama, babak persiapan (Mrk 1:1-20) yang terdiri dari pembaptisan Yesus, pencobaan di padang gurun dan panggilan murid-murid yang pertama. Babak kedua adalah babak konflik yang panjang (Mrk 1:21-13:37). Babak ketiga, babak tragedy penderitan dan salib (Mrk 14:1-15:47) dan terakhir, babak kemenangan kebangkitan (Mrk 16). Drama empat babak itu – persiapan – konflik – tragedy dan kemenangan- hanya terdapat dalam Markus.
                Sebagai yang terakhir dapat dicatat lagi satu kekhasan Markus. Beberapa terjemahan menutup Injil Markus dengan 16:8. Dan Mrk 16:9-19 dianggap bukan bahagian dari Injil yang asli. Kalau betul demikian, maka Injil Markus ditutup dengan tiba-tiba, kalau tidak mau dikatakan ditutup dengan cukup ‘kasar.’ Sekarang orang lebih menerima bahwa Injil Markus tidak berakhir  pada ayat 8 itu. Mungkin saja bahwa setelah Matius dan Lukas mengambil Markus untuk Injil mereka, untuk suatu waktu yang cukup lama Injil Markus sendiri begitu tidak dihiraukan sampai akhirnya bagian penutup dari satu-satunya naskah yang masih ada juga ikut hilang. Kita harus bersyukur karena Injil Markus -  Injil yang paling hidup itu – tetap terpelihara meski hampir saja hilang. Kalau mau membaca Kitab Suci Perjanjian Baru, kita harus mulai dengan Markus karena di dalam Injil ini kita berada paling dekat dengan Yesus historis. Duduk dan bacalah seluruh Injil Markus dan perhatikan lagi panorama hidup Yesus Kristus dalam empat babak itu.    








No comments: