Thursday, June 22, 2017
Monday, June 19, 2017
TOLERANSI: SEBUAH PARADOKS ?
Oleh: Valery Kopong
Ketika mencermati gerak perjalanan sejarah bangsa ini terkesan ada
kemunduran yang luar biasa menyangkut
toleransi antarmasyarakat di tengah pluralisme ini. Saat ketika orang
mengkotak-kotakan kelompok di negeri
ini, kesan publik yang muncul yakni orang baru sadar bahwa bangsa
Indonesia berada pada nuansa
kemajemukan. Kemajemukan dilihat sebagai
sesuatu yang “terberi” dan bukannya sebuah permintaan. Itu berarti bahwa
kemajukan yang dimiliki oleh bangsa ini merupakan pemberian Allah dan ini
menjadi kekayaan Indonesia yang luar biasa.
Toleransi
menjadi sesuatu yang “mewah” di
Indonesia karena nilai-nilai toleransi
sedang tergerus oleh pemahaman yang sempit
oleh begitu banyak kelompok. Bahkan ada pejabat negara pun masih terjebak
dalam cara berpikir yang sempit tentang
toleransi dan kemajemukan. Memang, antara toleransi dan kemajemukan
adalah dua hal yang saling ber singgungan dan berpengaruh terhadap satu dengan
yang lain. Ketika orang mengabaikan dan bahkan menutup mata terhadap
kemajemukan bangsa ini maka pada saat yang sama, nilai toleransi mulai hilang.
Kemajemukan ini dilihat sebagai “perekat utama” karena ketika kita memandang
miring tentang orang lain dalam konteks kemajemukan bangsa ini maka pada saat
yang sama, kita sedang meruntuhkan sebuah kenyataan sejarah bangsa ini.
Monday, June 12, 2017
Menulis Dengan Darah
Secara filosofis dapat dikatakan bahwa pengalaman-pengalaman sederhana yang dituangkan dalam buku ini membangkitkan semacam suatu asosiasi aksiologis untuk melihat lebih jauh hal lain, ‘nilai’, dari sekedar pengalaman in se. Nilai, sesuatu yang seharusnya dikejar atau dituju seringkali terkelabui dalam jejalan rutinitas, yang tanpa disadari turut memasung manusia menjadi serupa robot, tanpa spirit. Tanpa upaya untuk melampaui yang empirikal dan menangkap apa yang hakiki di baliknya, orang akan dengan mudahnya terjauhi dari kemungkinan melihat satu fenomen dari aneka perspektif dan cara pandang. Sebaliknya, dengan refleksi atau dengan upaya menyelam lebih jauh, pengalaman hidup sesederhana apa pun mendapat bobot, yang pada gilirannya turut menjadikan seseorang menjadi lebih berbobot dan bernilai dalam cara pandang, sikap, dan cara hidupnya.
Saya yakin, John dan Valery melalui buku ini tidak
sekedar menulis, tetapi mereka menulis dengan satu komitmen sosial yang
sungguh, meski itu berangkat dari pengalaman pribadi mereka. Mereka, meminjam
kata – kata filosof Nietzsche, sungguh ‘menulis
dengan darah’
dengan kesadaran dan keterlibatan demi kepentingan yang lebih besar. ***
Bagi yang berminat dengan buku saya ini, silakan kontak, Valerianus Kopong, Hp 0812 888 613 89 / WA 0895 1216 9703
Tuesday, June 6, 2017
Membangun “Trust Politik”
(Catatan
Untuk Calon Gubernur NTT)
Oleh:
Valery Kopong
Membaca peta perpolitikkan Nusa Tenggara
Timur, tidak lebih sebagai perhelatan para elite politik dan masyarakat sekedar
sebagai penonton pasif. Situasi ini agak kontradiktif dengan proses Pilkada DKI
Jakarta di mana partisipasi publik sangat terasa karena warganya telah paham
tentang politik dan lebih dari itu ingin mempertahankan gubernur yang telah
berhasil mengedepankan program pro-rakyat. Memang bagi masyarakat awam,
berbicara tentang politik itu merupakan sesuatu yang menjenuhkan karena
masyarakat telah memprediksi “goal kekuasaan” yang ingin direbut. Itu berarti bahwa proses pertarungan politik
didesain sebagai upaya untuk meraih kekuasaan dengan cara apapun dan cara ini telah mengangkangi makna
esensial dari politik itu sendiri. Apa itu politik? Pertanyaan ini sederhana,
tetapi memiliki kedalaman makna. Ketika makna politik ditempatkan dalam konteks
perhelatan pemilihan kepala daerah maka yang muncul dalam ingatan publik bahwa
politik itu tidak lain adalah jurus jitu membangun strategi dan mematahkan
lawan. Namun di mata orang kampung, politik itu sama dengan seni menipu orang
lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)