Showing posts with label Religius. Show all posts
Showing posts with label Religius. Show all posts

Sunday, November 20, 2022

Stefanus dan “Hujan Batu”

 

Menelusuri kisah perjalanan hidup orang-orang kudus, memberikan pelajaran berharga bagi umat Kristiani. Orang-orang kudus, terutama yang mati karena mempertahankan imannya akan Kristus (martir) menjadi sebuah kesaksian yang hidup. Kebangkitan Kristus dan ajaran-ajaran-Nya tidak bisa didiamkan saja tetapi justeru diwartakan ke semua orang agar orang menjadi tahu, siapa sesungguhnya Yesus dan menjadi percaya pada-Nya. Ketika mempelajari sejarah kemartiran Santo Stefanus, ada nilai pengorbanan yang perlu diteladani. Ia dikenal sebagai martir pertama dalam Gereja Katolik.

Siapa itu Stefanus? Nama Stefanus pertama kali mengemuka di dalam Kisah Para Rasul. Ia adalah salah seorang di antara tujuh diakon yang dipilih para rasul untuk menyalurkan bantuan pangan dan santunan lain kepada warga termiskin Gereja Perdana, terutama para janda. Di antara tujuh diakon itu, Stefanus yang penuh Roh Kudus, didaulat menjadi kepala atas para diakon (pelayan). Ke tujuh diakon dan juga jemaat perdana, tidak hanya berkumpul untuk mendengarkan ajaran para rasul tetapi juga bergerak keluar untuk menjadi seorang pewarta. Beberapa catatan dari Kisah Para Rasul, menggambarkan bagaimana peran Stefanus dalam upaya memperkenalkan Kristus yang bangkit dan karya-karya-Nya kepada semua orang yang dijumpainya. Seperti Sang Guru, pewartaan itu penuh risiko. Risiko yang dialami, tidak kehilangan jabatan pelayanan tetapi lebih dari itu kehilangan nyawa. Apakah Stefanus menjadi gentar hatinya ketika diteror balik oleh mereka yang tidak percaya akan Kristus?  

Diriwayatkan bahwa rasul-rasul memilih para diakon sesudah munculnya keluhan di kalangan orang Yahudi Helenis (orang Yahudi yang berbudaya dan berbahasa Yunani) yang merasa janda-janda dari golongan mereka disepelekan sementara janda-janda dari golongan Yahudi Ibrani didahulukan dalam urusan pembagian santunan yang didanai derma jemaat. Karena "Stefanos" adalah nama khas Yunani, maka diduga Stefanus adalah seorang Yahudi Helenis.  Stefanus adalah orang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan pernah mengadakan mukjizat-mukjizat disaksikan khalayak ramai (Kisah Para Rasul 6:5, 8).

Kegigihan Stefanus untuk memberikan kesaksian tentang Kristus semakin memuncuk, karena itu dia dihadapkan pada Sanhedrin (pengadilan agama). Stefanus pada peristiwa tragis berdarah itu diseret keluar dan dirajam dengan batu sampai mati. Dalam peristiwa itu, Saulus berperan penting untuk memberikan restu agar nyawa Stefanus dihabiskan karena telah memperkenalkan Yesus pada ruang-ruang terbuka. Ketika semakin nyaring ia mewartakan tentang Kristus dan menegaskan bahwa Ia adalah Mesias, para penentang Kristus menutup telinga dan tak mau mendengarnya. Stefanus diseret keluar kota Yerusalem dan membunuhnya dengan “hujan batu.”


Di tengah sakit dan luka yang menganga akibat hantaman beribu batu itu, Stefanus masih memberikan pengampunan pada mereka yang merajamnya. “Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia” (Kis : 7:60). Keterlibatan Saulus menjadi penting dalam mengeksekusi Stefanus. Namun pahala besar bagi Saulus adalah pengalaman pertobatan di kota Damsyik. Stefanus meninggal sebagai martir, sedangkan Paulus (yang dulu dikenal sebagai Saulus) mengalami titik balik hidupnya dan menjadi pewarta terbesar dalam Gereja Katolik.***(Valery Kopong)

 

 

 

Thursday, April 12, 2018

Mengenal Tarekat Maria Mediatrix

Tarekat Maria Mediatrix merupakan tarekat pribumi pertama di Indonesia. Tarekat ini berdiri pada 1 Mei 1927  dengan pendirinya  Mgr. Aerts, MSC.  Tarekat suster-suster Maria Mediatrix yang kini berkembang pesat ini  memulai karyanya di tanah Ambon, setelah didirikan oleh Mgr. Aerts. Berawal dari niat seorang gadis Ambon ingin menjadi suster. Namun panggilan Olive Fofid  itu masih menunggu keputusan Mgr. Aerts  Olive Fofid saat itu  bersama anak-anak gadis lain dididik di sebuah asrama dengan  para pendidiknya  yang adalah suster-suster berkebangsaan Belanda.
          

Thursday, February 16, 2017

ORANG GALILEA (Injil Markus)



Terbanyak ahli Kitab Suci mengakui kedua hal penting berikut yang menyangkut Injil Markus. Pertama, Injil Markus merupakan Injil yang pertama ditulis dan sekaligus menjadi dasar untuk Matius dan Lukas. Dari 678 ayat yang ada dalam Markus, hampir semuanya ada dalam Matius dan lebih dari separuh ada dalam Lukas. Hanya kira-kira 30 ayat yang tidak terdapat, baik dalam Lukas maupun dalam Matius. Ini menunjukkan bahwa Markus adalah Injil yang pertama ditulis. Matius dan Lukas menggunakannya sebagai dasar untuk Injil mereka.
                Satu kenyataan lain lagi, Matius dan Lukas pada umumnya mengikuti susunan kejadian atau peristiwa yang dilaporkan Markus. Kadang-kadang, baik Matius maupun Lukas menyimpang dari susunan Markus; tetapi tentang peristiwa hidup Yesus, keduanya tak pernah bersama-sama menyimpang dari Markus. Salah satu dari keduanya pasti selalu mengikuti Markus; malah lebih sering keduanya sama-sama mengikuti Markus.  
                Kedua, Penyaksian Papias, Uskup Hierapolis-Phrygis Selatan pada awal abad kedua. Papias mengumpulkan banyak informasi tentang Injil-Injil. Ia mengatakan bahwa Injil Markus sebenarnya adalah bahan khotbah Petrus. Selanjutnya Uskup itu mengatakan bahwa Markus adalah “penterjemah Petrus.” Markus dengan teliti mencatat khotbah yang disampaikan Petrus.
             

Monday, February 13, 2017

"BIOGRAFI" ABRAHAM MENURUT KITAB KEJADIAN



Siapakah Abraham ? Bagi orang Yahudi, Abraham adalah bapa leluhur mereka (bdk. Yes 51:2; Mat 3:9; Luk 3:8; Yoh 8:33,39) dan bahkan “bapa termasyhur dari banyak bangsa” (Sir 44:19). Abraham tidak hanya menjadi bapa leluhur Israel, tetapi bapa leluhur Yesus Kristus pula : “Inilah (buku) silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham” (Mat 1:1). Abraham oleh Santo Paulus dikatakan sebagai pendahulu kita dalam iman, bapa semua orang beriman, baik yang tak bersunat maupun yang bersunat (bdk. Rm 4:1-25). Barangsiapa yang hidup dari iman, dia adalah anak Abraham dan akan diberkati bersama dengan Abraham yang beriman itu (Gal 3:7-9).



Dalam Kitab Suci, kisah tentang Abraham terdapat dalam Kitab Kejadian bab 12-25, dengan prolog Kejadian 11:27-32. Berikut ini adalah rangkuman dari kisah Abraham yang terdapat dapat Kitab Kejadian.

INJIL MATIUS (JEMBATAN PENGHUBUNG)

Susunan kitab-kitab Perjanjian Baru dalam naskah-naskah kuno, tidak selalu sama. Sebagai missal, Codex Bezae, satu dari naskah-naskah yang terkenal, menurun susunan Matius, Yohanes, Lukas dan Markus. Tetapi bagaimanapun, dalam semua naskah Perjanjian Baru, Matius selalu mendapat tempat yang pertama. Hal ini bukanlah karena Matius merupakan buku yang pertama ditulis. Sebab beberapa surat Paulus ditulis empat puluh tahun sebelum Injil Matius. Biar begitu, Injil Matius selalu muncul sebagai yang pertama karena Matius merupakan jembatan penghubung Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Matius mempersatukan kedua perjanjian itu. Matius melihat Yesus pemenuhan harapan bangsa Yahudi dan pemenuhan janji Allah kepada umat-Nya.
                Dalam Matius, sebutan Anak Daud untuk Yesus lebih sering dari pada dalam Injil-Injil yang lain, juga kalau ketiga Injil yang lain dikumpul bersama (Mat 1:1; 9:27; 12:23; 15:22; 20:30.31;21:9.15). Dalam Markus dan Lukas, Yesus tegas-tegas disebut Anak Daud  hanya pada peristiwa penyembuhan orang buta (Mrk 10: 47-48; Luk 18:38-39). Dalam Yohanes, Yesus tak pernah tegas-tegas disebut Anak Daud.
                Supaya tahu persis kekhasan Matius itu, kita harus membaca ceritera keempat penulis Injil tentang Yesus memasuki  Yerusalem (Mat 21: 1-9; Mrk 11:1-10; Luk 19: 28-38; Yoh 12: 12-19). Dari keempat versi ceritera itu, hanya dalam versi Matius, Yesus disebut Anak Daud.
               

Magisterium

Yesus mendekati mereka [kesebelas murid-Nya] dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:18-20)
Magisterium adalah Wewenang Kuasa mengajar Gereja. Dasar Magisterium adalah sebagai berikut :
“Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan alas nama Yesus Kristus” (DV 10). (KGK 85)

TRADISI-TRADISI DALAM GEREJA KATOLIK

SATU – Air Suci

Bila Anda datang ke gedung gereja, hal pertama yang Anda lakukan adalah mencelupkan tangan Anda ke dalam air suci dan membuat tanda salib. Mengapa Anda melakukan itu? Nah, inilah tiga alasannya:
  1. demi pertobatan terhadap dosa-dosamu;
  2. untuk perlindungan terhadap yang Jahat;
  3. untuk mengingatkan Anda tentang pembaptisan.
Penjelasan
  1. Air suci mengingatkan kita untuk menyesali dosa-dosa kita. Ketika ada ritual pemercikan dalam liturgi, kita selalu menyanyikan Asperges, yang berarti “Anda akan diperciki atau dicuci“. Asperges me hysoppo et mundabor; lavabis me et super nivem dealbabor. Ini adalah kata-kata dari Mazmur pertobatan besar, Mazmur 50: Engkau akan mereciki aku dengan hisop dan aku akan dibersihkan: Engkau akan mencuci aku, dan aku akan menjadi lebih putih dari salju.
  2. Air suci adalah sakramental yang merupakan perlindungan terhadap perangkap setan. Doa lama untuk pemberkatan air suci mengatakan: Ya Allah, pencipta dengan kekuasaan tak terkalahkan, Raja kerajaan tak terkalahkan dan pemenang sungguh agung: yang mengalahkan kekuasaan musuh dan menaklukkan kemarahan amukan musuh, yang memerangi dengan kuasa melawan musuh jahat kami: dengan gentar kami mohon kepada-Mu, ya Tuhan, kami mohon dan meminta kepada-Mu: dengan belas kasih lihatlah air dan garam ini, dengan murah hati terangilah ini, menguduskannya dengan embun cinta kasih-Mu, sehingga dimanapun itu ditaburkan, melalui penyeruan Nama-Mu yang kudus, setiap perwujudan roh jahat diusir, dan teror dari ular beracun dijauhkan. Dan semoga kehadiran Roh Kudus selalu bersama kami, kami yang memohon belas kasihan-Mu.
  3. Air suci mengingatkan kita tentang janji pembaptisan kita untuk : menolak Setan, mengakui iman dalam Kristus, dan telah dibaptis dalam misteri Tritunggal Kudus. Pada saat itu, semua dosa kita telah diampuni: dosa asal dan aktual, dan kita menjadi anak-anak Allah, filii in Filio, ahli waris dari janji Allah, dan sekarang berani memanggil Allah sebagai Bapa kita.

Friday, October 23, 2015

Perjalanan Perizinan Gereja St Bernadette, Tangerang

Kegiatan jemaat Paroki St Bernadette pada Februari 2013 lalu. (Foto: santabernadet.com)
TANGERANG, SATUHARAPAN.COM – Berusaha patuh pada pemerintah, paroki St Bernadette memindah ibadahnya dari Sekolah Sang Timur di Karangtengah, Ciledug, Tangerang (2004) karena ditolak  kelompok intoleran. Mereka mendapat izin mendirikan bangunan di Bintaro, tetapi kemarin massa mengatasnamakan warga, menyegel Gereja Katolik Paroki St Bernadette.  ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) melalui Koordinator Bidang Informasi, Komunikasi, dan Penelitian, Ahmad Nurcholish mengatakan, “Mempercayai pemerintah sia-sia. Mereka tunduk pada mayoritas, bukan tunduk pada hukum.”
Sejarah Berdirinya Paroki St Bernadette

Thursday, January 31, 2013

Orang-Orang Kudus

Santo-Santa
Kita semua dipanggil Kristus kepada kekudusan dan kesempurnaan, kepada persatuan mesra dengan Allah Bapa, melaui Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus: Karena itu Harusalah kamu sempurna, sama seperti Bapa di Surga adalah sempurna (Mat 5:48); "Kuduskanlah kamu, sebab, Aku, Tuhan, Allahmu, kudus” (Im 19:2)
Tradisi iman Katolik mewariskan kepada kita sejumlah besar tokoh pejuang dan pembela nilai dan paham hidup yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Itulah”Orang-Orang Kudus”. Orang-orang Kudus, terdiri dari tua-muda, rohaniawan/wati, bapa-ibu, perawan-janda, raja-rakyat jelata, cendekiawan-orang tidak berpendidikan, yang berasal dari berbagai suku bangsa, ras dan budaya.
Bunda Gereja yang kudus dibawah bimbingan Roh Kudus secara resmi menyebut dan menyatakan mereka “Orang-Orang Kudus”, baik sebagai ‘Beato-Beata’ atau ‘Santo-Santa’. Pernyataan resmi Gereja itu diawali dengan suatu proses penelitian yang panjang dan teliti, yang disebut Beatifikasi dan kanonisasi hingga akhirnya disetujui oleh Takhta Suci.
Prosedur untuk menetapkan calon santo-santa di mulai tahun 1234, di prakarsai oleh Paus Gregorius IX dan Kongregasi Ritus yang diberi wewenang untuk mengawasi keseluruh prosesnya (Kongregasi Ritus dan terbentuk mulai tahun 1588, oleh Paus Sixtus V), Prosedurnya sebagai berikut :
Apabila seorang yang telah meninggal dunia dan  “dianggap martir” atau “dianggap kudus” maka biasanya Uskup Diosesan yang memprakarsai proses penyelidikan. Dimana salah satu unsur penyelidikan adalah apakah suatu permohonan khusus atau mukjizat telah terjadi melalui perantaraan calon santo-santa yang bersangkutan. Gereja juga akan menyelidiki tulisan-tulisan calon santo-santa guna melihat apakah mereka setia pada “ajaran yang murni,” pada intinya tidak didapati adanya suatu kesesatan atau suatu yang bertentangan dengan iman Katolik. Segala informasi ini dikumpulkan, dan kemudian suatu transumptum, yaitu salinan yang sebenarnya, yang disahkan dan dimeterai, diserahkan kepada Kongregasi Ritus.
Begitu transumptum telah diterima oleh Kongregasi, penyelidikan lebih lanjut dilaksanakan. Jika calon santo-santa adalah seorang martir, Kongregasi menentukan apakah ia wafat karena iman dan sungguh mempersembahkan hidupnya sebagai kurban cinta kepada Kristus dan Gereja. Dalam perkara-perkara lainnya, Kongregasi memeriksa apakah calon digerakkan oleh belas kasih yang istimewa kepada sesama dan mengamalkan keutamaan-keutamaan dalam tindakan yang menunjukkan keteladanan dan kegagahan.
Sepanjang proses penyelidikan ini, “promotor iman”, mengajukan keberatan-keberatan dan ketidakpercayaan yang harus berhasil disanggah oleh Kongregasi. Begitu seorang calon dimaklumkan sebagai hidup dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan yang gagah berani, maka calon dimaklumkan sebagai Venerabilis.
Proses selanjutnya adalah BEATIFIKASI. Seorang martir dapat dibeatifikasi dan dimaklumkan sebagai “Beato-Beata” dengan keutamaan kemartiran itu sendiri. Di luar kemartiran, calon harus diperlengkapi dengan suatu mukjizat yang terjadi dengan perantaraannya. Dalam memastikan kebenaran mukjizat, Gereja melihat apakah Tuhan sungguh melakukan mukjizat lewat perantaraan calon Beato/Beata. Begitu dibeatifikasi, calon santa-santo boleh dihormati, tetapi terbatas pada suatu kota, keuskupan, wilayah atau kelompok religius tertentu. Selanjutnya, Paus akan mengesahkan suatu doa khusus, atau Misa atau Ofisi Ilahi yang pantas demi menghormati Beato-Beata yang bersangkutan. Setelah beatifikasi, suatu mukjizat lain masih diperlukan untuk kanonisasi dan memaklumkan secara resmi seseorang sebagai seorang santo-santa. Proses resmi untuk memaklumkan seseorang sebagai seorang santo- santa disebut KANONISASI.
Para orang-orang kudus, bukan berarti selama hidupnya tidak mempunyai cela/kesalahan. Sebagai manusia mereka memiliki juga kecenderungan berdosa, kelemahan dan kekuaragan selama masa hidupnya, ada juga orang kudus yang selama hidupnya dikenal sebagai pendosa berat, namun oleh sentuhan rahmat Allah, mereka bertobat dan memulai menata hidupnya secara baru mengikuti kehendak Allah.
Kita, dibawah bimbingan Tuhan dan Gereja-Nya, meneladani cara hidup mereka (Santo-Santa/beato-Beata), menjadikan mereka pelindung kita dan perantara doa-doa kita.
Yang terutama, dalam memilih nama Baptis atau Krisma, kita harus melihat dari Kekhasan Santo-santa tersebut, misalnya kalau diri kita ingin menjadi yang militan dalam menghayati kekristenan, pilih St. Ingatius Loyola, kalau menjadi seorang yang sangat kristis, bisa memilih nama Baptis/Krisma St. Thomas, kalau berpribadi tenang bisa pilih St. Philipus, dan sebagainya. jadi sebaiknya bukan karena disesuaikan dengan pesta/perayaan atau tanggal dari kelahiran kita. Terang doa dan dalam bimbingan Roh Kudus akan membantu dalam pemilihan nama pelindung kita baik dalam Baptis maupun Krisma.

Santa Matilda, Pengaku Iman


Matilda lahir kira-kira pada tahun 895. Ia kemudian menikah dengan Henry I, putra Adipati Saxon, yang menjadi raja Jerman pada tahun 919. Tuhan menganugerahkan kepada mereka anak-anak yang cerdas : Otto, yang menjadi Otto I, kaisar Jerman dan kaisar Romawi Suci; Henry, yang menjadi adipati Bavaria; Bruno yang menjadi uskup Agung di Cologne dan kemudian dihormati oleh Gereja sebagai orang kudus; dan Gerberga, yang menikah dengan Raja Loius IV dari Perancis.
Ketika suaminya meninggal pada tahun 936, Matilda membaktikan dirinya kepada karya-karya cinta kasih. Ia lebih banyak memperhatikan kehidupan rohaninya. Ia mendirikan biara-biara di Nordhausen, Quedlinburg dan di Engern. Anak-anaknya, Henry dan Otto sering memarahi ibunya karena sangat banyak memboroskan harga kekayaan untuk membantu orang-orang fakir miskin. Meskipun demikian, mereka tetap menghormati Matilda, ibu mereka. Hal ini terlihat dengan tindakan Otto terhadap ibunya. Ketika Otto pergi ke Roma untuk dimahkotai sebagai Kaisar Roma, ia menyerahkan kekuasaan Kerajaan Jerman kepada ibunya. Matilda memimpin Kerajaan Jerman hingga kematiannya pada tanggal 14 Maret 968 di sebuah biara yang didirikannya di Quedlinburg.
Santa Matilda dirayakan pada tanggal 14 Maret.

Sunday, April 3, 2011

BALADA SEPULUH SOBEKAN

Tersobek jubah-Nya menyeret luka-luka kudus
Dibelai debu tanjakan tiada lagi lurus
Kaki-kaki-Nya mememar nestapa
Ada perhentian di tikungan sini
Kembang-kembang pinggir jalanan
Tersenyum menyapanya dalam lara
Hmmm…..bunga-bunga luka semesta
Betapa bahagianya bersua tatap
Dengan yang tunggal luka penciptanya
Air dan darah bermuarah di sini
Menyegarkan kembali kembang-kembang jalanan
Jadi jumbai penghias jubah penciptanya

Thursday, March 31, 2011

BALADA SEPULUH SOBEKAN

Tersobek lidah-Nya melumat kebenaran
Kala Pilatus mencuci tangan tak bersalah
Sejak itu lidah-lidah pemalsuan terus membiak
Oh! Gabatha kejam!
Betapa kujungkirbalikan keadilan
Tatkala panji-panji kebenaran kaucampakkan
Demi kuasa bertakhta di atasmu
Duhai! Sejuta kepalsuan temuruh dari sini
Ketika yang sulung lahir dalam tanda Tanya
“Apakah kebenaran itu?”

BALADA SEPULUH SOBEKAN

Tersobek wajah-Nya dikecup pasukan Yudas
Ludah-ludah khianat melekat di pipi-Nya
Zaitun! Zaitun….! Zaitun
Aromamu membaur dalam angkara sejagat
Dosa manca benua bergelantungan di rantingmu
O o o……wajah yang ramah
Tak pantas ditampar bara khianat
Sisa-sisa cinta masih membaur di sana
“Ya Bapa, akan kureguk semuanya
kehendakmu, jadilah!”

Saturday, December 18, 2010

TRADISI JUMAT AGUNG:

Prosesi Tuan Meninu

Larantuka, kota kecil di bibir pantai paling timur Pulau Flores, menjadi pusat perhatian umum setiap menjelang hingga puncak perayaan Paskah. Sejak Rabu hingga Jumat Agung, dalam pekan suci umat Katolik itu, kota nan indah di kaki gunung Ile Mandiri ini disesaki seluruh penduduk kota, pemudik dan peziarah dari kota-kota lain di NTT, Jawa, Bali, Kalimantan, bahkan dari luar negeri.

Mereka tenggelam dalam sebuah prosesi bernuansa Portugis yang digelar setiap perayaan Paskah. Itulah prosesi Semana Santa (bahasa Portugis berarti Pekan Suci), sebuah tradisi unik, satu-satunya di dunia, yang telah berlangsung selama lima abad di Larantuka. Prosesi tersebut berintikan penyertaan pada penderitaan Yesus Kristus dan devosi kepada Maria Dolorosa— Maria Berdukacita, yang kehilangan Yesus, putranya yang mati demi penebusan dosa.

Belum lama ini, wartawan floresnews Alex Dungkal berada di tengah-tengah puluhan ribu peziarah, mengikuti dari dekat seluruh ritual Pekan Suci yang berjalan hikmat, khusyuk, dan menggetarkan itu. Selama Pekan Suci itu, Larantuka benar-benar steril dari raungan bunyi kendaraan bermotor, hiruk-pikuk penduduknya yang mencari nafkah, dan kesibukan para pegawai pemerintahan daerah yang sehari-hari melayani kepentingan warganya.

Mirip Bali menyambut Hari Raya Nyepi, begitulah Larantuka saat rangkaian prosesi Semana Santa berlangsung. Kota yang sempat porak-poranda oleh bencana tanah longsor pada 1992 ini, seketika sepi, tanpa geliat apa pun. Hanya terdengar untaian doa dan nyanyian-nyanyian rohani dari Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka, Kapel Tuan Ma (Bunda Maria), Kapel Tuan Ana (Tuhan Yesus), dan tori-tori (tempat sembayang) yang menyebar di kota itu.

Semuanya satu dalam ziarah iman untuk mengenang penderitaan Yesus dan duka Bunda Maria yang begitu sabar dan setia menyertai karya keselamatan puteranya itu.

Prosesi Bahari

Dimulai pada Rabu trewa atau Rabu terbelenggu, para peziarah memasuki Pekan Suci dengan sebuah kebaktian khusus yang diadakan di Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka pada petang menjelang malam hari. Di sini diperdengarkan lamentasi, ratapan Nabi Yeremia, yang dinyanyikan secara syahdu oleh para konfreria.

Konfreria adalah sebuah serikat persaudaraan yang sangat berperan dalam perkembangan gereja Katolik di Larantuka dan Flores Timur umumnya. Perserikatan yang berasal dari tradisi Portugis ini sangat berperan dalam setiap upacara Pekan Suci. Mereka juga disebut “Lasykar Maria”. Bunda Maria menjadi sumber mata air kekuatan mereka. Hidup dan pengabdiannya pun sepenuhnya demi kebaikan bagi orang lain.

Selanjutnya, Kamis Putih adalah upacara hari berikutnya. Pada hari ini, patung Maria Bunda Berduka (Mater Dolorosa) yang ditahtakan di Kapel Tuan Ma dibersihkan dan dimandikan lalu dihiasi. Setelah selama setahun ditutup, Kapel Tuan Ma yang terletak di Pantai Kebis ini pun dibuka pada petang harinya oleh keturunan Raja Larantuka Diaz Viera de Godinho. Bersamaan itu, kapel Tuan Ana, yang terletak tak jauh dari Kapel Tuan Ma juga dibuka untuk umum.

Inilah salah satu momen yang paling ditunggu-tunggu ribuan umat dan peziarah. Mereka memanfaatkan kesempatan emas ini untuk bersujud, mohon berkat dan rahmat Tuhan, serta menyampaikan intensi-intensi khusus mereka dalam doa dan lagu. Para peziarah diberi kesempatan mencium patung Sang Bunda yang dianggap suci dan keramat ini.

Mereka umumnya datang dengan suatu keyakinan bahwa Bunda Maria akan membawa doa dan permohonannya kepada Tuhan Yesus (Per Mariam ad Yesum). Mereka yakin dalam iman: yang sakit disembuhkan, yang susah mendapat penghiburan, yang kehilangan pekerjaan akan mendapatkannya lagi melalui doa kepada Bunda Maria. “Niat yang kita sampaikan kepada Bunda Maria dengan penuh keyakinan pasti akan mendapat jawaban,” ucap Lindawati, peziarah asal Batam, Kepulauan Riau.

Pembukaan dua kapel ini berlangsung hingga keesokan harinya, sampai para peziarah kemudian larut dalam prosesi puncak Jumat Agung, yang disebut Sesta Vera.

Namun, sebelum prosesi Jumat Agung berlangsung, digelar pula sebuah prosesi yang juga tak kalah uniknya, yakni perarakan bahari Tuan Menino (patung kanak-kanak Yesus dalam bahasa setempat). Ini benar-benar perarakan lintas laut, di mana patung kanak-kanak Yesus dibawa dari Kapel Tuan Menino di kampung Rowido yang terletak di sebelah Timur Larantuka, ke pusat kota, dengan menyeberangi selat antara ibu kota Kapubaten Flores Timur itu dan Pulau Adonara.

Patung anak-anak Yesus ini dibawa dalam berok, kapal bercadik, yang diiringi puluhan perahu dan beberapa kapal lain di belakang dan di sekelilingnya. Sementara itu, ribuan umat telah berkumpul di Pantai Pohon Sirih, di depan istana Raja Larantuka menanti arak-arakan laut ini. Setelah mendarat, patung ini diarak menyusuri jalan-jalan di Larantuka, untuk kemudian ditahtakan di armida khusus Tuan Menino.

Di tempat lain, ada arak-arakan membawa patung Tuan Ma dan Tuan Ana dari kapel persemayamannya ke Gereja Katedral Larantuka. Arak-arakan ini terdiri atas beberapa unsur, mulai dari anak-anak, pembawa genderang, dan alat-alat lain.



Keagungan Jumat Agung

Tentu saja, puncak dari seluruh rangkaian prosesi Semana Santa Larantuka adalah Jumat Agung. Inilah inti atau pusat dari seluruh prosesi untuk mengenang pengantaran jenazah Yesus ke pemakamannya di luar kota Yerusalem. Hari Jumat Agung ini juga disebut “proses pemakaman Yesus”.

Makanya tak heran bila warna kedukaan menyelimuti rangkaian prosesi ini. Busana hitam, doa-doa duka, dan lagu-lagu ratapan, mendominasi prosesi yang dimulai dari Gereja Katedral Larantuka hingga melintasi jalan utama kota ini sejauh sekitar empat kilometer. Puluhan ribu peziarah berarakan mengiringi “prosesi pemakaman Yesus” yang hadir dalam wujud sebuah peti jenazah yang berisikan patung Yesus, juga patung Tuan Ma, yang masing-masing diusung oleh lakademu (orang khusus yang disumpah) dan para konfreria.

Dalam prosesi Jumat Agung malam itu, patung jenazah Yesus berada di urutan depan, disusul patung Tuan Ma di belakangnya. Ini memperlihatkan posisi dan peran Bunda Maria sebagai Bunda Berdukacita yang berjalan mengikuti Yesus di jalan salib sampai ke Kalvari.

Perjalanan prosesi mengelilingi Kota Larantuka itu menyinggahi delapan (8) armida atau perhentian. Selain menggambarkan peristiwa-peristiwa dalam perjalanan hidup Yesus, ke-8 armida tersebut sekaligus melambangkan peran dan fungsi delapan suku yang terlibat dalam siar keagamaan dan tradisi kehidupan sosial masyarakat di kota itu.

Kedelapan armida yang disinggahi itu adalah armida Suku Mulawato (Pantai Besar) di Kelurahan Lohayong dan Pohon Sirih, armida Suku Sarotari di Pohon Sirih dan Balela, armida Suku Amakelen dan Hurint, armida Suku Kapitan Jentera, armida Suku Riberu/da Gomes, armida Suku Sau/Diaz, armida keluarga Raja Diaz Viera de Godinho, armida Suku Amakelen Lewonama di Kapela Tuan Ana. Di Armida ini, prosesi berarak kembali menuju Gereja Katedral sebagai akhir dan pusat dari prosesi Jumat Agung.

Larantuka, selama prosesi Jumat Agung malan itu, benar-benar seperti kota duka. Puluhan ribu peziarah dibawa larut ke suasana begitu mencekam oleh suara wanita berbusana dan berkerudung serba hitam yang menggemakan lagu ratapan nan liris, O Vos Omnes Qui transitis, pada setiap perhentian. Begitu pula lagu Signor Deo yang dinyanyikan puluhan konfreria membawa suasana Larantuka jadi “kota magis”.

Sekitar 50 ribu peziarah pun hanyut dalam suasana syahdu. Dengan lilin-lilin yang bernyala di tangan para peziarah dan ribuan lainnya yang dipasang sepanjang jalan yang dilalui, Larantuka jadi kota sejuta lilin.

Selama enam jam perarakan Jumat Agung, Larantuka benar-benar sunyi senyap. Hanya terdengar derap langkah ribuan peziarah yang setia menelusuri jalan penderitaan Yesus. Hanya ada doa dan lagu-lagu pujian yang menggema ke mana-mana. Hanya ada cahaya lilin yang membuat Larantuka bercahaya di tengah kegelapan malam.

Pemandangan malam itu sungguh menakjubkan: Kota Larantuka yang mengekspresikan keagungan Jumat Agung – peringatan tentang sengsara dan wafat Kristus -- dalam lautan cahaya lilin, kekusyukan doa-doa, serta lagu-lagu pujian.
Last Updated ( Friday, 23 April 2010 15:11 )

Memandang Tuhan



Pada awalnya, aku memandang Tuhan sebagai seorang pengamat; seorang hakim yang mencatat segala kesalahanku, sebagai bahan pertimbangan apakah aku akan dimasukkan ke surga atau dicampakkan ke dalam neraka pada saat aku mati. Dia terasa jauh sekali, seperti seorang raja. Aku tahu Dia melalui gambar-gambar-Nya, tetapi aku tidak mengenal-Nya.

Ketika aku bertemu Yesus, pandanganku berubah. Hidupku menjadi bagaikan sebuah arena balap sepeda, tetapi sepedanya adalah sepeda tandem, dan aku tahu bahwa Yesus duduk di belakang, membantu aku mengayuh pedal sepeda.

Aku tidak tahu sejak kapan Yesus mengajakku bertukar tempat, tetapi sejak itu hidupku jadi berubah. Saat aku pegang kendali, aku tahu jalannya. Terasa membosankan, tetapi lebih dapat diprediksi … biasanya, hal itu tak berlangsung lama. Tetapi, saat Yesus kembali pegang kendali, Ia tahu jalan yang panjang dan menyenangkan. Ia membawaku mendaki gunung, juga melewati batu-batu karang yang terjal dengan kecepatan yang menegangkan. Saat-saat seperti itu, aku hanya bisa menggantungkan diriku sepenuhnya pada-Nya! Terkadang rasanya seperti sesuatu yang 'gila', tetapi Ia berkata, “Ayo, kayuh terus pedalnya!”

Aku takut, khawatir dan bertanya, “Aku mau dibawa ke mana?” Yesus tertawa dan tak menjawab, dan aku mulai belajar percaya. Aku melupakan kehidupan yang membosankan dan memasuki suatu petualangan baru yang mencengangkan. Dan ketika aku berkata, “Aku takut!” Yesus menurunkan kecepatan, mengayuh santai sambil menggenggam tanganku.

Ia membawaku kepada orang-orang yang menyediakan hadiah-hadiah yang aku perlukan … orang-orang itu membantu menyembuhkan aku, mereka menerimaku dan memberiku sukacita. Mereka membekaliku dengan hal-hal yang aku perlukan untuk melanjutkan perjalanan … perjalananku bersama Tuhanku. Lalu, kami pun kembali mengayuh sepeda kami.

Kemudian, Yesus berkata, “Berikan hadiah-hadiah itu kepada orang-orang yang membutuhkannya; jika tidak, hadiah-hadiah itu akan menjadi beban bagi kita.” Maka, aku pun melakukannya. Aku membagi-bagikan hadiah-hadiah itu kepada orang-orang yang kami jumpai, sesuai kebutuhan mereka. Aku belajar bahwa ternyata memberi adalah sesuatu yang membahagiakan.

Pada mulanya, aku tidak ingin mempercayakan hidupku sepenuhnya kepadaNya. Aku
takut Ia menjadikan hidupku berantakan; tetapi Yesus tahu rahasia mengayuh sepeda. Ia tahu bagaimana menikung di tikungan tajam, Ia tahu bagaimana melompati batu karang yang tinggi, Ia tahu bagaimana terbang untuk mempercepat melewati tempat-tempat yang menakutkan. Aku belajar untuk diam sementara terus mengayuh … menikmati pemandangan dan semilir angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahku selama perjalanan bersama Sahabatku yang setia: Yesus Kristus.

Dan ketika aku tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan, Yesus akan tersenyum dan berkata … “Mengayuhlah terus, Aku bersamamu.”

Sumber : Thoughts for the day, 19 Feb 2003 by Chuck Ebbs
Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”