Showing posts with label Resensi. Show all posts
Showing posts with label Resensi. Show all posts

Thursday, February 16, 2023

Doa Orang Yang Terluka

 


Doa memainkan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Doa bekerja untuk menyembuhkan,  mengubah dan membuat mungkin untuk setiap hal yang dianggap mustahil. Allah menyembuhkan orang yang butuh disembuhkan. “Doa tidak mengubah Allah tetapi mengubah orang yang berdoa, “ kata Soren Kiekegaard. Karenanya, untuk mencapai titik puncak pengubahan diri maka dalam doa perlu dicarikan jalan yang tepat untuk bagaimana membangun relasi intim dengan Allah. Dalam doa, sepertinya pendoa sedang berada di beranda Allah, membiarkan dirinya untuk hanyut dan larut dalam ribaan Allah.

Dalam doa-doa Katolik, begitu banyak mistikus merintis jalan panjang untuk mencari jati diri Allah melalui cara-cara baru dalam berdoa. Model doa seperti apakah yang kita perlihatkan di hadapan Allah sebagai cara dalam meraih kekhusyukan dan mengalami kehadiran-Nya? Apakah doa yang tenang penuh meditatif yang kita gandrungi? Doa Benediktin, yang pertama kali diperkenalkan oleh Santo Benediktus, menyentuh kesadaran manusia.   Tipe doa ini menyentuh semua tipe kepribadian: lectio menyentuh pikiran kita, meditatio menyentuh akal kita, oratio menyentuh perasaan kita dan contemplatio menyentuh naluri kita.     

Selain doa Benediktin, dikenal juga doa Agustinus yang lebih  menggunakan kekuatan Sabda Allah sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari dan mengajarkan kepada para murid agar menggunakan cara doa ini untuk mengenal kehendak Allah bagi mereka. Sementara itu, doa Fransiskan mengarahkan semua orang untuk percaya penuh kepada Allah, terbuka kepada bimbingan Roh Kudus dan memuliakan Allah dalam keindahan-keindahan alam.

Masih banyak lagi cara-cara berdoa dan bermeditasi yang ditawarkan oleh para mistikus. Tetapi yang terpenting di sini adalah bagaimana setiap kita memilih cara-cara yang tepat dalam berdoa. Sebelum menerapkan cara-cara berdoa, mestinya si pendoa harus tahu dan mengenal karakter pribadi. Karena dengan mengenal karakter pribadi maka seseorang akan memilih metode atau cara yang tepat dalam berdoa. Semua cara yang ditawarkan hanyalah jalan untuk mengalami kedekatan dengan Allah. Dalam berdoa, ibarat kita “bermain kartu terbuka dengan lawan main.” Karena sebelum kita menyampaikan sesuatu, Allah lebih dulu tahu tentang maksud dan tujuan kita berdoa.***(Valery Kopong)   

Wednesday, April 11, 2018

SALAHKAH AKU KARENA BERBEDA DENGANMU?


Judul: Menembus Badai
Penulis: Wu Da Ying dan Peilin Go
Penerbit: Galang Pustaka

Hidup dan berada sebagai kelompok minoritas selalu tidak menyenangkan. Ruang  gerak kebebasan sepertinya dipangkas  karena didominasi oleh kelompok mayoritas. Diskriminasi pasti tetap ada dan bahkan penghilangan hak-hak yang dimiliki secara sepihak, adalah cara vulgar yang harus dihadapi oleh  kelompok minoritas ini.
                Buku sederhana ini mau menggambarkan  kisah bagaimana sepak terjang seseorang yang menjadi bagian dari kelompok minoritas. Minoritas dalam konteks Indonesia bisa dilihat dari beberapa sisi, seperti agama yang dianut,  suku dan  ras dari kelompok tertentu.  Tak  dapat dipungkiri  bahwa stigma tentang minoritas  yang ada di Indonesia tak pernah hilang dari ingatan publik.  Berbekal  memori dan sejumlah literatur, Wu Da Ying mencoba untuk  mengkonstruksi  perlakuan yang tidak wajar terhadap  kelompok  tertentu.     
                Belajar dari keindonesiaan berarti belajar  tentang keberagaman.  Keberagaman yang ada di Indonesia bukanlah  sebuah upaya permintaan  dari negeri ini tetapi keberagaman dilihat sebagai sesuatu yang terberi dari Allah. Adakah yang salah dari keberagaman Indonesia?***(Valery Kopong)



Monday, April 2, 2018

Dewasa Dalam Cobaan Hidup


Judul                     : Dari Penciptaan Sampai Babel
Pengarang          : Y.M.Seto Marsunu
Penerbit              : Kanisius, Yogyakarta (Cetakan ke 5 tahun 2012)

                Kisah perjanjian Lama, melukiskan pengalaman iman umat Israel tentang Yahwe (Allah orang Israel) yang senantiasa menyertai mereka dalam setiap detak kehidupan. Pengalaman perjumpaan dan keterlibatan Yahwe dalam kehidupan bangsa Israel, dituturkan  secara turun-temurun dalam lingkup keluarga dan masyarakat. Kisah Bapa-Bapa bangsa dan peristiwa eksodus bani Israel dari Mesir dan disusul dengan pengembaraan mereka selama 40 tahun, menjadikan pengalaman ini sebagai pengalaman kolektif yang tidak pernah hilang dari ingatan sejarah.
                Kisah yang ditutur secara lisan ini bertahan untuk beberapa generasi dan selanjutnya ditulis sebagai cara untuk mendokumentasi seluruh pengalaman hidup itu. Kisah penciptaan alam semesta dan manusia, ditulis dengan amat baik dalam kitab genesis (kejadian). Allah berperan penting dan yang  menjadi tokoh sentral dari narasi penciptaan itu. Allah dilukiskan sebagai Allah yang berperan, terlibat dalam seluruh peta penciptaan alam semesta. Mengapa Allah terlebih dahulu  mempersiapkan alam semesta dan isinya dan manusia diciptakan Allah paling akhir?
               

Wednesday, March 21, 2018

NILAI PENGORBANAN SANG GURU


Judul     : Salib: Mengenang Sang Korban
Penulis :  Valery Kopong
Penerbit: Adonara Press (bekerja sama dengan www.nulisbuku.com)

“Hidup yang tidak pernah direfleksikan adalah hidup yang tidak pantas untuk dijalani.” Hidup dan merefleksikan tentang kehidupan itu sendiri merupakan cara sederhana  dalam memaknai hidup itu. Tanpa refleksi, kehidupan itu berjalan secara monoton, tanpa makna dan manusia tak pernah berhenti untuk melihat, sejauh mana ia telah melangkah dan berapa daya hidup yang terkuras dalam melakoni hidup itu.
                Sebagai orang beriman akan Kristus, seluruh kepingan hidup kita bergantung pada-Nya dan terutama salib yang menawarkan sebuah pengorbanan yang utuh dalam diri Yesus. Yesus dan salib menjadi ikon yang membahasakan penderitaan dan di balik salib itu terbersitlah harapan baru. Ketika manusia tidak berdaya, ada kecemasan dan pemberontakan, ingin lari dari kenyataan. “Harapan” membuat manusia untuk bertahan dalam situasi apa pun.
               

Thursday, March 1, 2018

"Bapa Kami Yang Ada di Bumi"



“Bapak kami yang ada di surga.” Itulah penggalan awal doa Bapak Kami, sebuah doa yang diajarkan oleh Yesus sendiri kepada kita. Ketika mendaraskan doa ini, terasa Bapa itu masih jauh dari hadapan manusia, Allah yang transenden. Sepertinya ada paradox antara pemahaman Katolik tentang Allah yang imanen, yang menetap di hati kita tetapi pada saat yang sama ketika doa Bapa Kami itu didaraskan, orang merasa bahwa Allah itu masih jauh, kurang terlibat dengan kehidupan manusia.  
            Doa menjadi titik simpul setiap manusia yang memohon keberpihakkan Allah dalam hidupnya. Permohonan konkret yang dibuat manusia melalui doa Bapa Kami adalah memohon kerajaan Allah yang berpihak dan rejeki yang berlimpah. Kerajaan Allah bukanlah kerajaan utopia, tetapi Allah sedang hadir dan ada dalam kehidupan manusia ketika pesan pewartaan Yesus yang berpihak pada yang lemah, miskin dan tersingkir.
           

Monday, June 20, 2016

SALAHKAH AKU KARENA BERBEDA DENGANMU?

Hidup dan berada sebagai kelompok minoritas selalu tidak menyenangkan. Ruang  gerak kebebasan sepertinya dipangkas  karena didominasi oleh kelompok mayoritas. Diskriminasi pasti tetap ada dan bahkan penghilangan hak-hak yang dimiliki secara sepihak, adalah cara vulgar yang harus dihadapi oleh  kelompok minoritas ini.
                Buku sederhana ini mau menggambarkan  kisah bagaimana sepak terjang seseorang yang menjadi bagian dari kelompok minoritas. Minoritas dalam konteks Indonesia bisa dilihat dari beberapa sisi, seperti agama yang dianut,  suku dan  ras dari kelompok tertentu.  Tak  dapat dipungkiri  bahwa stigma tentang minoritas  yang ada di Indonesia tak pernah hilang dari ingatan publik.  Berbekal  memori dan sejumlah literatur, Wu Da Ying mencoba untuk  mengkonstruksi  perlakuan yang tidak wajar terhadap  kelompok  tertentu.     
                Belajar dari keindonesiaan berarti belajar  tentang keberagaman.  Keberagaman yang ada di Indonesia bukanlah  sebuah upaya permintaan  dari negeri ini tetapi keberagaman dilihat sebagai sesuatu yang terberi dari Allah. Adakah yang salah dari keberagaman Indonesia?***(Valery Kopong)




Friday, December 11, 2015

“BAPA KAMI YANG ADA DI BUMI”


“Bapak kami yang ada di surga.” Itulah penggalan awal doa Bapak Kami, sebuah doa yang diajarkan oleh Yesus sendiri kepada kita. Ketika mendaraskan doa ini, terasa Bapa itu masih jauh dari hadapan manusia, Allah yang transenden. Sepertinya ada paradox antara pemahaman Katolik tentang Allah yang imanen, yang menetap di hati kita tetapi pada saat yang sama ketika doa Bapa Kami itu didaraskan, orang merasa bahwa Allah itu masih jauh, kurang terlibat dengan kehidupan manusia.  
            Doa menjadi titik simpul setiap manusia yang memohon keberpihakkan Allah dalam hidupnya. Permohonan konkret yang dibuat manusia melalui doa Bapa Kami adalah memohon kerajaan Allah yang berpihak dan rejeki yang berlimpah. Kerajaan Allah bukanlah kerajaan utopia, tetapi Allah sedang hadir dan ada dalam kehidupan manusia ketika pesan pewartaan Yesus yang berpihak pada yang lemah, miskin dan tersingkir.
            “Bapa Kami Yang Ada di Bumi,” sebuah buku terjemahan ini seakan ada untuk menggugat sebuah situasi di mana manusia merasa masih jauh dari Allah. Allah itu ada dalam setiap gerak laku manusia, dan Allah turut melakukan intervensi terhadap setiap kehidupan kita. Tanpa campur tangan Allah maka seluruh apa yang kita lakukan jauh dari harapan, dan kerajaan damai tak akan pernah menyentuh bumi.

          

Monday, October 6, 2014

UNGKAPAN TULUS KELUARGA DALAM DOA


Judul: Keluarga Berdoa
Penulis            : Wilhelmus David
Penerbit: Orbit Media-Tangerang, 2013
ISBN: 978-602-17548-2-5

Mengisi hari-hari hidup dengan berdoa merupakan impian setiap orang beriman. Bagi masyarakat kota yang penuh dengan kesibukan, berdoa dengan menghadirkan seluruh anggota keluarga  pada setiap hari menjadi sebuah tantangan tersendiri.  Doa bersama menjadi bentuk penyerahan secara utuh seluruh  anggpta keluarga dan karenya perlu dipersiapkan secara matang. Menjalani hidup dan kehidupan di atas “rel waktu” dan  didera oleh kesibukan yang berkepanjangan maka biasanya doa bersama dengan menghadirkan seluruh anggota keluarga seringkali tidak berjalan secara baik.   
                “Keluarga Berdoa” merupakan buku sederhana yang bisa menghantar  keluarga-keluarga Katolik  memasuki ruang sunyi untuk berdoa secara baik. Buku ini menjadi panduan penting bagi keluarga Katolik untuk mengungkapkan ujud-ujud khusus di malam hari dan dilengkapi dengan Rosario keluarga. Dengan memetakan ujud-ujud doa pada malam yang berbeda, penulis membantu kita untuk memahami secara jeli dan memaknai hari-hari yang dilewati. Ujud doa keluarga pada  malam minggu: mohon kekuatan iman, malam senin: mohon keberhasilan dalam pekerjaan, malam selasa: mohon ketabahan dalam menghadapi cobaan, malam rabu: mohon kerukunan dan perdamaian dalam keluarga, malam kamis: mohon campur tangan Tuhan dalam masalah, malam Jumat: Bersama-sama mengatasi masalah keluarga, malam Sabtu: bersyukur atas berkat Tuhan kepada keluargaku.
           

Friday, December 13, 2013

ADA MAAF LAHIR DARI YANG TERLUKA



Judul                : Pengampunan Yang Menyembuhkan
Penulis            : Jean Maalouf  
Penerjemah    : Wilhelmus David  
Penerbit          : Orbit Media
Tebal              : 122 halaman
ISBN               : 978-602-17548-9-4

Ketika Paus Yohanes Paulus II ditembak, sepertinya tidak ada dendam yang tumbuh dalam dirinya. Paus Yohanes Paulus II setelah sembuh, malah mengunjungi si penembak. Dunia menjadi heran penuh tanya, mengapa Ia yang terluka harus memulai menumbuhkan rasa maaf kepada orang yang melukainya? Tindakan mendiang ini tidak merupakan tindakan simbolik tetapi mewujudnyatakan tindakan  kasih yang pernah diperlihatkan oleh Sang Guru, Yesus Kristus. Yesus tidak menaruh dendam terhadap mereka yang menganiaya, bahkan Yudas Iskariot  yang datang membawa para algoju hendak menangkapnya, Yesus masih menyapanya sebagai sahabat. “Sahabat, untuk maksud itukah engkau datang?”
Pengampunan dalam lingkup pemikiran orang-orang Kristiani merupakan landasan utama dalam menghidupi kehidupan ini. Yesus yang telah membawa hukum kasih, menjadikan setiap pengikutnya meneladani apa yang telah dilakukan. Apakah orang-orang Katolik dan orang-orang Kristiani secara umum sudah mewujudkan kasih dan memberi pengampunan kepada orang lain ketika orang lain melakukan kesalahan terhadapnya? Mengampuni orang lain, seperti yang dianjurkan oleh Yesus terkesan gampang tetapi ini menjadi tantangan berat bagi orang-orang Katolik karena tidak mudah mengampuni orang-orang yang telah melukai hati kita.

Tuesday, November 5, 2013

JABATAN RAHMAT




Judul Buku         : Ketua Lingkungan Di Era Sibuk
Penulis                : Marcus Leonhard Supama
Penerbit              : Kanisius, Yogyakarta 2012
Tebal Buku         : 176 halaman

Ketika masa jabatan Ketua Lingkungan di ujung waktu, ada kecemasan menghinggap di hati para anggota lingkungan itu. Mengapa kecemasan massal muncul secara serentak? Kecemasan bercampur rasa takut sebenarnya menyembunyikan sebuah penolakan  untuk tidak dipilih menjadi Ketua Lingkungan.   Tetapi dibalik kecemasan itu, muncul harapan yang sama, moga-moga ketua lingkungan yang lama dikukuhkan lagi. Memang, realita ini tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi ketua lingkungan adalah sebuah jabatan yang membebani, apalagi  tidak diimbangi dengan honorarium.  
                Membaca buku “Ketua Lingkungan di Era Sibuk,” penulis mengajak untuk  membangun esensi panggilan setiap orang Katolik. Dibaptis untuk masuk ke dalam Gereja Katolik secara implisit menyiratkan sebuah panggilan luhur  untuk menjadi pewarta dan saksi Kristus. Menjadi Ketua Lingkungan juga merupakan ejawantah dari rahmat baptisan yang telah kita terima. Dalam pengantar buku ini, Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta menekankan “Supaya umat di lingkungan berakar dalam iman, semakin bertumbuh dalam persaudaraan dan semakian berbuah dalam pelayanan kasih dibutuhkan banyak orang yang memiliki niat, kehendak atau kemauan untuk melayani.”
               

Wednesday, October 16, 2013

TERSENYUM DALAM LUKA YANG MENGESANKAN



Judul               : Pengampunan Yang Menyembuhkan
Penulis             : Jean Maalouf  
Penerjemah      : Wilhelmus David  
Penerbit           : Orbit Media
Tebal               : 122 halaman
ISBN               : 978-602-17548-9-4

Ketika Paus Yohanes Paulus II ditembak, sepertinya tidak ada dendam yang tumbuh dalam dirinya. Setelah sembuh, beliau malah mengunjungi si penembak. Dunia menjadi heran penuh tanya, mengapa ia yang terluka harus memulai menumbuhkan rasa maaf kepada orang yang menembaknya? Tindakan mendiang ini tidak merupakan tindakan simbolik tetapi mewujudnyatakan tindakan  kasih yang pernah diperlihatkan oleh Sang Guru, Yesus Kristus. Yesus tidak menaruh dendam terhadap mereka yang menganiaya, bahkan Yudas Iskariot  yang datang membawa para algoju hendak menangkapnya, Yesus masih menyapanya sebagai sahabat. “Sahabat, untuk maksud itukah engkau datang?”

Tuesday, October 15, 2013

BERANI MENGATAKAN YANG BENAR




Judul                     : Pedulikah Kita Pada Hidup?
Pengarang          : Mudji Sutrisno, SJ
Penerbit              : Kanisius, Yogyakarta (Cetakan ke 4 tahun 2012)

Ketika berhadapan dengan realitas hidup, terbetik pertanyaan nakal, mengapa yang baik sering kalah terhadap yang jahat?  Inilah pertanyaan yang sering menggelisahkan publik ketika berhadapan dengan kenyataan hidup di negeri ini. Terhadap kenyataan ini, religi  mencoba  menjawabnya  dengan persepsi dan perenungan mengenai “setan dan malaikat.” Lebih jauh lagi spiritualitas mencoba menjawabnya dengan “perang tanpa usai antara roh baik dan roh jahat.”  Di sinilah terlihat sebuah pemetaan yang jelas antara yang baik dan yang jahat. Tetapi apakah setiap masyarakat sanggup melihat kebenaran sebagai yang benar? Ataukah justeru sebaliknya, melihat sesuatu yang salah untuk dibenarkan?
                Membaca realitas kebenaran di negeri ini mirip dengan membaca abu-abunya realitas. Di sini, perlu dibutuhkan ruang hening yang mendalam agar setiap manusia menentukan kebenaran menurut norma dan hukum yang berlaku dan bukannya  atas dasar uang dan kekuasaan.  Fakta berbicara lain, bahwa dominasi kekuasaan terlampau kuat  hingga kebenaran sesungguhnya  lenyap di mata publik dan yang muncul adalah kebenaran dari hasil rekayasa penguasa. Masih pedulikah kita pada kehidupan sosial dan berpihak pada kebenaran tanpa harus membuat rekayasa?  
                Dalam kumpulan refleksi tentang hidup ini, Romo Mudji Sutrisno, SJ mengajak pembaca untuk melihat secara jeli abu-abu kehidupan. Abu-abu kehidupan yang dimaksudkan adalah sikap manipulasi manusia terhadap kebenaran itu sendiri. Memang berat untuk mengatakan sesuatu sebagai yang benar. Tetapi perlu terus dibangun sikap peduli terhadap sesama yang menjadi korban ketidakadilan. Ada ketakutan publik yang sedang melanda, bahkan ketakutan massal itu sebagai sebuah realitas yang mesti diterima. Ketakutan massal ini lebih disebabkan oleh tekanan publik yang lebih bersekutu  pada ketidakbenaran fakta untuk kemudian dimanipulasi menjadi kebenaran semu.
                Meminjam bahasa Romo Mudji, “Kita sebenarnya tidak takut kepada ketinggian, namun yang kita takuti adalah bila kita jatuh dari ketinggian itu.” Masih sebagian besar orang yang tidak takut mengatakan tentang kebenaran, tetapi menjadi ketakutan adalah, apakah  orang lain juga mengatakan tentang sesuatu yang benar seperti apa yang ia katakan. Karena ketika ia mengatakan kebenaran berseberangan dengan publik maka resiko yang diterima adalah ia harus dikucilkan dari “panggung pergaulan masyarakat.” Resiko pengucilan diri seseorang inilah yang membuat orang takut mengatakan yang benar secara sendirian. “Orang sebenarnya tidak takut akan cinta, namun yang ditakuti adalah bila ia tidak dicintai balik. You are not afraid of love. You are afraid of not being loved back.” Kiranya kebenaran semakin nyata berpihak pada semua lapisan masyarakat.*** (Valery Kopong)    

Tuesday, August 13, 2013

DOA ORANG YANG TERLUKA




Judul Buku    : Doa Yang Menyembuhkan
Penulis            : Jean Maalouf
Penerjemah    : Wilhelmus David
Penerbit          : Orbit Media, Tangerang, 2013
ISBN               : 978-602-17548-8-7

Doa memainkan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Doa bekerja untuk menyembuhkan,  mengubah dan membuat mungkin untuk setiap hal yang dianggap mustahil. Allah menyembuhkan orang yang butuh disembuhkan. “Doa tidak mengubah Allah tetapi mengubah orang yang berdoa, “ kata Soren Kiekegaard. Karenanya, untuk mencapai titik puncak pengubahan diri maka dalam doa perlu dicarikan jalan yang tepat untuk bagaimana membangun relasi intim dengan Allah. Dalam doa, sepertinya pendoa sedang berada di beranda Allah, membiarkan dirinya untuk hanyut dan larut dalam ribaan Allah.
            Dalam doa-doa Katolik, begitu banyak mistikus merintis jalan panjang untuk mencari jati diri Allah melalui cara-cara baru dalam berdoa. Model doa seperti apakah yang kita perlihatkan di hadapan Allah sebagai cara dalam meraih kekhusyukan dan mengalami kehadiran-Nya? Apakah doa yang tenang penuh meditatif yang kita gandrungi? Doa Benediktin, yang pertama kali diperkenalkan oleh Santo Benediktus, menyentuh kesadaran manusia.   Tipe doa ini menyentuh semua tipe kepribadian: lectio menyentuh pikiran kita, meditatio menyentuh akal kita, oratio menyentuh perasaan kita dan contemplatio menyentuh naluri kita.     
Selain doa Benediktin, dikenal juga doa Agustinus yang lebih  menggunakan kekuatan Sabda Allah sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari dan mengajarkan kepada para murid agar menggunakan cara doa ini untuk mengenal kehendak Allah bagi mereka. Sementara itu, doa Fransiskan mengarahkan semua orang untuk percaya penuh kepada Allah, terbuka kepada bimbingan Roh Kudus dan memuliakan Allah dalam keindahan-keindahan alam.
Masih banyak lagi cara-cara berdoa dan bermeditasi yang ditawarkan oleh para mistikus. Tetapi yang terpenting di sini adalah bagaimana setiap kita memilih cara-cara yang tepat dalam berdoa. Sebelum menerapkan cara-cara berdoa, mestinya si pendoa harus tahu dan mengenal karakter pribadi. Karena dengan mengenal karakter pribadi maka seseorang akan memilih metode atau cara yang tepat dalam berdoa. Semua cara yang ditawarkan hanyalah jalan untuk mengalami kedekatan dengan Allah. Dalam berdoa, ibarat kita “bermain kartu terbuka dengan lawan main.” Karena sebelum kita menyampaikan sesuatu, Allah lebih dulu tahu tentang maksud dan tujuan kita berdoa. Ketika orang berdoa dalam kondisi sakit, sebenarnya si pendoa  membawa luka dan beban hidup untuk ditunjukkan pada Allah. Dengan suatu harapan penuh bahwa Allah akan menyembuhkan luka-luka itu.***(Valery Kopong)   

Tuesday, March 26, 2013

MEMAHAMI DASAR-DASAR LITURGI



Judul          : BUKU SAKU MISDINAR
Penulis                      : Leonardus Amuristian Daely
                     T.Subaryani D.H.Soediro
Penerbit    :  OBOR, Jakarta: 2012
Tebal          : xviii + 135 halaman

                Gereja Katolik dikenal sebagai Gereja yang memiliki begitu banyak simbol yang digunakan dalam kehidupan rohani. Simbol-simbol itu sebagai sarana yang bisa membantu umat dalam memahami arti dan tata gerak dalam liturgi. Banyak sarana dan simbol yang dipakai,  tidak semua umat tahu tentang fungsi dan kegunaannya. Pengetahuan dasar tentang liturgi mesti diketahui oleh umat agar dalam menghadiri sebuah perayaan Ekaristi, umat bisa mendalami makna dibalik Ekaristi itu.
                Yani dan Leo, penyusun “Buku Saku Misdinar” mempunyai pengalaman tersendiri ketika mereka terlibat sebagai misdinar. Keterlibatan mereka tidak hanya sebagai pelaku  yang pasif tetapi juga kritis dalam  menemui pelbagai persoalan terutama pengetahuan yang minim dari para misdinar. Memang, liturgi menjadi hidup ketika seluruh tata perayaan tertata rapih dan petugas misdinar sudah mempersiapkan diri secara baik.
                Dalam pengantar buku ini, RD. Fabie Sebastian.H menegaskan bahwa suasana sakral atau kacaunya perayaan liturgi juga amat dipengaruhi oleh mereka. “Para misdinar yang ngawur, ceroboh, gugup, bingung dan tidak paham tentang perannya akan mengacaukan sebuah upacara yang agung dan mulia. Para misdinar yang “ketawa-ketiwi,” bercanda dengan teman lainnya di sekitar altar, dengan sendirinya akan merusak kesakralan perayaan liturgi.” Apa yang dikatakan oleh RD. Fabie Sebastian.H merupakan suatu fenomena yang sedang terjadi di seputar altar. Apa yang harus dilakukan supaya situasi-situasi yang semrawut di sekitar altar tidak terulang lagi? Cara paling sederhana adalah memberikan pemahaman tentang pentingnya perayaan Ekaristi sebagai jantung kehidupan iman orang Katolik  karena di dalamnya  Kristus sendiri “membagi diri” sebagai santapan rohani.
                Melalui buku sederhana ini, penulis mengajak para misdinar dan siapa pun yang ingin mengetahui secara pasti tentang tata perayaan Ekaristi untuk memahami seluruh simbol yang digunakan dalam perayaan tersebut. Dengan memaknai simbol tersebut maka umat terhantar untuk mendalami misteri Ekaristi. Manusia sebagai homo symbolicum, tak pernah berhenti memaknai simbol-simbol itu karena dari simbol itu bisa membuka memori untuk mengenang dan memaknai peristiwa-peristiwa dalam perayaan Ekaristi sebagai warisan berharga. ***(Valery Kopong)