Oleh: Valery Kopong*
“Hidup yang tidak dipertanyakan adalah hidup yang tidak pantas untuk dijalani.” Barangkali benar bahwa ketika menjalani hidup terkadang dilihat sebagai sebuah rutinitas maka ada bahaya yang muncul yaitu kita terjebak dalam sebuah rutinitas yang membosankan. Orang tidak melihat pekerjaan yang dilakukan sebagai bagian dari panggilan hidup tetapi lebih dari itu hanya sekedar untuk mengisi waktu. Untuk apa kita perlu mempertanyakan tentang hidup dan kehidupan ini? Lakon hidup apa yang harus aku lakonkan di bawah terik matahari abadi? Tetapi hidup dan kehidupan yang beragam selalu mewarnai perjalanan ini, yang kaya tetap bertahan dengan kemewahannya dan orang-orang miskin tidak takut lagi menghadapi kemiskinan dirinya.
Ketika membaca dan merenungkan perumpamaan yang ada dalam kitab suci, hatiku menjadi tenang dan percaya diri dalam menjalani hidup ini. Salah satu perumpamaan yang menarik dan menjadi sabda peneguh hidupku adalah: “Lihatlah burung-burung di udara yang tidak bekerja tetapi tak satu pun mati kelaparan. Lihatlah bunga bakung yang begitu indah dan Salomo yang dalam kemewahannya pun kalah dari bunga bakung itu.” Perumpamaan ini menjadi sumber inspirasi dalam proses pertarungan hidup ini. Yang miskin tetap berusaha mengais segumpal rezeki di tong-tong sampah untuk mempertahankan hidup. Tempat-tempat sampah barangkali dilihat sebagai bagian dari Allah menabur rezeki untuk burung-burung (baca: orang-orang miskin) yang kehilangan harapan dengan perputaran roda zaman. Allah tidak mau mereka terhempas tak berdaya di tepian pertarungan hidup. Kehadiran mereka di tengah-tengah kota sebagai praisyarat pada orang-orang kaya untuk mengafirmasi diri sebagai orang kaya karena tanpa mereka tidak ada titik pembeda yang tegas.
Perumpamaan yang dilontarkan oleh Yesus memiliki daya magnetis dan sekaligus memberikan daya rangsang pada orang-orang yang sedang berputus asa dan menderita kelaparan untuk bangkit dari ketakberdayaan sembari menatap sebuah “fatamorgana harapan.” Tetapi apakah dalam kondisi yang lapar, mereka yang menderita dikenyangkan oleh sabda dan perumpamaan yang selalu menggema? Seberapa jauh mereka dapat mengalami sentuhan kasihNya?
Penderitaan yang mendera kehidupan manusia, terutama saat-saat di mana manusia kehilangan daya dalam menggapai kehidupan ekonomi yang layak, perumpamaan ini layak untuk dijadikan sebagai hiburan yang menjanjikan. Tetapi tidak hanya menjadi perumpamaan ini sebagai patokan melainkan Kristus dijadikan sebagai landasan dasar dalam menjalani hidup ini. Dalam diri Yesus, seluruh keterputusasaan manusia selalu tercarikan jalan keluarnya. Dalam diri Yesus tertemukan nilai-nilai perjuangan hidup. Ia mengalami dua situasi yang berbeda, situasi Tabor dan Golgota. Peristiwa Tabor memperlihatkan sebuah suasana hidup yang baik dan menjanjikan sebuah masa depan dan peristiwa Golgota memperlihatkan sebuah pergulatan hidup yang penuh penderitaan. Dua situasi inilah yang membuka kemungkinan bagi kita untuk memahami bahkan mengambil situasi tersebut dan menjadikannya sebagai bagian dari hidup. Dalam iman, peristiwa Golgota tidak mengalami titik stagnasi tetapi menjanjikan harapan baru akan sebuah kebangkitan.
Masyarakat miskin tidak dilihat sebagai “penghuni tetap di titian hidup Golgota” tetapi mereka sedang menunggu sebuah kebangkitan baru yang lebih menjanjikan. Mereka juga tidak hanya memuaskan diri dalam “ruang perumpamaan semu” tetapi melalui perumpamaan ini, sebenarnya Yesus menampilkan sebuah proses pembelajaran hidup. Di dalam perumpamaan itu orang dipacu untuk berpikir, untuk pada akhirnya menilai situasi, menentukan keputusan sendiri dan mulai bertindak. Seperti burung-burung yang berkeliaran di alam bebas tanpa tuan, mereka tidak pernah mengalami kelaparan. Allah sendiri sebagai yang Empunya semesta memberikan makanan lewat tanaman-tanaman yang tumbuh liar di sepanjang hidup mereka. Bukankah manusia lebih berharga daripada burung-burung di udara?
Ketika mendirikan sebuah biara di Jerman, Arnold Janssen, sepertinya menjadi figur yang perlu ditertawakan. Mengapa? Karena ia sendiri mendirikan sebuah biara tanpa adanya modal uang. Bagaimana mungkin mendirikan sebuah biara tanpa adanya uang untuk menopang perjalanan biara? Inilah kata-kata pesimis yang datang, baik dari kalangan biarawan maupun awam. Tetapi hanya ada satu keyakinan bahwa Allah Tri Tunggal pasti menyertainya dalam karya misionernya. Bagi dia, “uang masih ada di saku orang.” Itu berarti bahwa ia yakin, Tuhan akan memberikan jalan untuk menghidupkan biara dan sesama yang peduli pasti memberikan sumbangan untuk kelanjutan biaranya. Karena ketekunan dalam doa-doa dan menaruh harapan yang kuat maka pada akhirnya ia mendirikan tiga biara besar yang dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan iman umat manusia sejagat.***
Tuhan membekaskan
telapak peringatanNya
pada debu refleksiku
memapah jejak kakiku
menelusuri lorong kota sepi
pada ujung lelah sebuah pendakian
dengan jantung setengah berdenyut
kudapati tikaman terakhir dariNya
tikaman pedang bermakna kata
Popular Posts
-
Tersobek mulut-Nya mengatup emosi Tersumbat pula kerongkongan-Nya emas murni Duhai! Betapa ruangan ini diserbak sanksi Bau ahli Taurat dan…....
-
Tersobek wajah-Nya dikecup pasukan Yudas Ludah-ludah khianat melekat di pipi-Nya Zaitun! Zaitun….! Zaitun Aromamu membaur dalam angkara seja...
-
Pada hari Sabtu, 26 September 2020 merupakan hari bahagia bagi Bapak Panut karena setelah melewati perjuangan panjang, ia telah mencapai t...
-
Oleh: Valery Kopong* Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), semata-mata sebagai pemberi arah dalam dunia pembela...
-
Doa memainkan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Doa bekerja untuk menyembuhkan, mengubah dan membuat mungkin untuk set...
Recent Posts
Categories
Unordered List
Pages
Blog Archive
Powered by Blogger.
Comments
Popular Posts

Total Pageviews
Blog Archive
www.adonaranews.com
www.adonaranews.com
Find Us On Facebook
Ad Home
Featured Video
Featured Video
Random Posts
Recent Posts
Header Ads
Labels
About Me
Foto Keluarga

Keluargaku

Foto profilku

Pemilik website
Labels Cloud
Labels
Follow Us
Pages - Menu
Popular Posts
-
Courtesy Museion Museum / ...
-
TARIAN “HEDUNG”: CERMIN KEBUASAN MANUSIA ( Sebuah Analisis Sosio-kultural) Oleh: Valery ...
-
Setelah memberikan materi tentang “siapakah saudaraku” pada anak-anak Persink Gregorius, pikiranku tertuju pada keluarga dan tetangga yang...
-
Seorang perempuan cacat tanpa tangan, hidup di sebuah panti asuhan Yogyakarta. Setelah dewasa, ia dipersunting oleh seorang laki-laki ya...
-
UJIAN SEMESTER – SD KHARISMA BANGSA – PONDOK CABE – TANGERANG SELATAN PELAJARAN AGAMA KATOLIK KELAS: V Pilihlah salah satu jawa...
-
Oleh: Valery Kopong* Malam semakin larut dan keheningan perlahan turun mencium bumi Pasar Kemis-Tangerang-Banten. Tepat pukul 21.30 mala...
-
MUDIK (catatan di akhir mudik) Oleh: Valery Kopong* Sabtu, 27 September 2008 kami mengadakan perjalanan (mudik) ke kota Gudeg, Yogyakarta. K...
-
SATU – Air Suci Bila Anda datang ke gedung gereja, hal pertama yang Anda lakukan adalah mencelupkan tangan Anda ke dalam air suci dan ...
-
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG DINAS PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR SWASTA INSAN TERATAI Jl. Kalimati RT.012/RW.010, Gelam Jaya, Pasar Ke...
-
Sore yang mendung dengan rinai hujan membasahi jalanan menuju rumah tua itu. Hampir setengah jam aku melangkah menyusuri lorong-lorong k...
0 komentar:
Post a Comment