Friday, December 13, 2013

ADA MAAF LAHIR DARI YANG TERLUKA



Judul                : Pengampunan Yang Menyembuhkan
Penulis            : Jean Maalouf  
Penerjemah    : Wilhelmus David  
Penerbit          : Orbit Media
Tebal              : 122 halaman
ISBN               : 978-602-17548-9-4

Ketika Paus Yohanes Paulus II ditembak, sepertinya tidak ada dendam yang tumbuh dalam dirinya. Paus Yohanes Paulus II setelah sembuh, malah mengunjungi si penembak. Dunia menjadi heran penuh tanya, mengapa Ia yang terluka harus memulai menumbuhkan rasa maaf kepada orang yang melukainya? Tindakan mendiang ini tidak merupakan tindakan simbolik tetapi mewujudnyatakan tindakan  kasih yang pernah diperlihatkan oleh Sang Guru, Yesus Kristus. Yesus tidak menaruh dendam terhadap mereka yang menganiaya, bahkan Yudas Iskariot  yang datang membawa para algoju hendak menangkapnya, Yesus masih menyapanya sebagai sahabat. “Sahabat, untuk maksud itukah engkau datang?”
Pengampunan dalam lingkup pemikiran orang-orang Kristiani merupakan landasan utama dalam menghidupi kehidupan ini. Yesus yang telah membawa hukum kasih, menjadikan setiap pengikutnya meneladani apa yang telah dilakukan. Apakah orang-orang Katolik dan orang-orang Kristiani secara umum sudah mewujudkan kasih dan memberi pengampunan kepada orang lain ketika orang lain melakukan kesalahan terhadapnya? Mengampuni orang lain, seperti yang dianjurkan oleh Yesus terkesan gampang tetapi ini menjadi tantangan berat bagi orang-orang Katolik karena tidak mudah mengampuni orang-orang yang telah melukai hati kita.

Paus Fransiskus, tokoh tahun ini versi Time


Paus Fransiskus, tokoh tahun ini versi Time thumbnail


12/12/2013
Majalah Time telah menetapkan Paus Fransiskus  sebagai Person of The Year for 2013.
Redaktur pelaksana Majalah Time Nancy Gibbs menjelaskan keputusan mengapa mereka memilih Paus Fransiskus  ketimbang Edward Snowden.
Time menyebut alasan memilih Paus karena kerendahan hati dan perjuangannya melawan kemiskinan di dunia.
“Selama sembilan bulan, ia telah menempatkan dirinya di tengah-tengah percakapan sentral waktu kita, tentang kekayaan dan kemiskinan, keadilan dan keadilan, transparansi, modernitas, globalisasi, peran perempuan, sifat perkawinan, godaan kekuasaan,” ujar Gibbs.
“Ketika ia mencium wajah seorang pria cacat atau mencuci kaki seorang wanita Muslim, gambaranya bergema jauh melampaui batas-batas Gereja Katolik.”
Tak hanya Majalah Time yang menetapkan Paus Fransiskus sebagai tokoh tahun ini. Pada awal Juli lalu, majalah Vanity Fair, Italia pun terlebih dulu memilih pemimpin umat Katolik pengganti Paus Benediktus XVI itu.

Thursday, December 12, 2013

MEMPERKENALKAN TUHAN MELALUI LEMBAGA PENDIDIKAN



“Saya mengenal Tuhan lewat lagu pelangi-pelangi,” papar Agus Handoyo ketika tampil sebagai pembicara di hadapan para kepala sekolah yang hadir. Pertemuan yang menghadirkan para kepala sekolah di sekolah swasta Katolik se-provinsi Banten, mengusung tema:  “Melalui workshop  pengembangan mutu guru, kita tingkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan agama Katolik pada sekolah swasta katolik di Provinsi Banten.” Acara yang berlangsung di hotel Regal-Anyer  pada tanggal 22-23 November 2013 ini diselenggarakan  oleh Bimas Katolik pada Kementerian Agama Provinsi Banten.
Bimas Katolik melihat bahwa keberadaan sekolah swasta Katolik yang menyebar di wilayah Banten menjadi sarana pewartaan Injil dan memperkenalkan Yesus Kristus, karena itu Bimas Katolik merasa perlu untuk mengundang para kepala sekolah di sekolah swasta Katolik se-provinsi Banten untuk hadir dalam pertemuan untuk menggali peran awal misi kekatolikan lewat dunia pendidikan.
Menurut Bapak Agus Handoyo, prinsip sebagai pengajar (sebagai guru) harus bersatu dengan Gereja sebagai guru dan ibu. Gereja dikonotasikan sebagai ibu yang melahirkan anggotanya melalui pembaptisan dan Gereja tiada henti melahirkan putera/i baru, mengembangkan keluarga Allah.  Melalui Gereja, seorang katekis berusaha untuk memperkenalkan Tuhan kepada orang lain. Mengenal Tuhan lewat banyak cara, salah satunya adalah lewat lagu, seperti yang dialami oleh Bapak Agus.   
Kalau melihat masa-masa lampau, keberadaan sekolah-sekolah Katolik, umumnya berada di sekitar lingkungan Gereja. Menurut Agus Handoyo, sekolah berperan penting untuk mendidik dan mencerdaskan umat agar sanggup untuk berbicara dan mewartakan tentang Tuhan. Di sini bisa dilihat bahwa awal misi kekatolikan terjadi kolaborasi antara dunia pendidikan dan Gereja. Dua institusi ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain untuk membangun kekuatan dalam menyebarkan nilai-nilai Injili.

Sunday, November 24, 2013

Paus angkat Pastor Paskalis OFM sebagai Uskup Bogor

22/11/2013
Paus angkat Pastor Paskalis OFM sebagai Uskup Bogor thumbnail
Pastor Paskalis Bruno Syukur OFM

Pada Kamis (21/11), Paus Fransiskus mengangkat Pastor Paskalis Bruno Syukur OFM sebagai Uskup Bogor yang baru.
Sebagaimana dilansir Agenzia Fides, penunjukkan ini dilakukan setelah Bapa Suci menerima permohonan pengunduran diri Mgr Mikael Cosmas Angkur OFM yang menjadi Uskup Bogor sejak 1994 dan kini menginjak usia 76 tahun.
Pastor Paskalis yang lahir di Ranggu, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada 17 Mei 1962 selama ini bertugas sebagai Definitor General OFM di Roma, jabatan di bawah pemimpin umum OFM. Dari 9 anggota Definitor General, ia membawahi sejumlah provinsi OFM di Asia dan Oceania, seperti India, Pakistan, Jepang, Australia-Selandia Baru, termasuk Indonesia.

Wednesday, November 13, 2013

Bayi lahir di tengah kehancuran akibat topan Haiyan


12/11/2013
Bayi lahir di tengah kehancuran akibat topan Haiyan thumbnail

Seorang bayi perempuan lahir di bandara di kota Tacloban, Filipina yang telah hancur akibat topan dahsyat, pada Senin, memberikan secercah harapan di tengah kehancuran yang meluas.
Suara terdengar ketika Emily Ortega, 21, melahirkan seorang bayi sehat di sebuah klinik darurat di bandara yang hancur itu. Bayi tersebut diberi nama Bea Sagales Joy.
Ortega berada di pusat evakuasi ketika hembusan Topan Haiyan yang mencapai 315 kilometer per jam dan disertai hujan deras, memicu terjadinya banjir di beberapa wilayah yang dilintasi oleh badai tersebut. Ortega harus berenang  untuk mencapai sebuah  posko untuk menyelamatkan hidupnya, demikian Associated Press.
Bayi itu diberi nama Bea setelah  neneknya Beatrice, yang masih hilang hingga Senin.
Suami Ortega berada di ibukota Manila, yang berjarak sekitar 360 kilometer sebelah barat laut Tacloban. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi dengan keluarganya.
Semua sarana di bandara Tacloban hancur karena air laut menyapu kota itu, menghancurkan kaca menara telkom, meratakan terminal dan menjungkirbalikkan kendaraan-kendaraan di sekitarnya.
Pengelola bandara Efren Nagrama, 47, mengatakan kepada Reuters bahwa  ketinggian air mencapai 7 meter.
Sementara itu, kisah menyedihkan  mulai bermunculan. Mayat-mayat terlihat tergantung di atas cabang-cabang pohon, bangunan, dan juga tergeletak di trotoar,  demikian lapor  Associated Press.
Sumber: ‘Miracle baby’ born amid Tacloban typhoon wreckage


Paus Fransiskus kirim bantuan US$150 ribu untuk korban badai di Filipina

12/11/2013
Paus Fransiskus kirim bantuan US$150 ribu untuk korban badai di Filipina thumbnail
















Paus Fransiskus telah mengirimkan apa yang disebut Vatikan sebagai bantuan awal kepada para korban badai di Filipina sebesar US$150 ribu.
Uang itu akan disalurkan oleh lembaga amal milik Paus Cor Unum kepada Gereja lokal di area yang mengalami kerusakan paling parah yaitu Leyte dan Kepulauan Samar.
Vatikan menyebut dana bantuan itu sebagai ekspresi konkret dari rasa simpati dan dukungan spiritual dari Paus kepada warga Filipina.
Pada Minggu (10/11), Paus Fransiskus mendesak umat Katolik untuk memberikan bantuan konkret kepada para korban badai di Filipina.
Dia kemudian memimpin doa bagi para korban bencana bersama umat yang hadir di Lapangan Santo Petrus.
Korban tewas akibat topan dahsyat yang menyapu seluruh kota-kota di Filipina bisa melebihi 10.000 orang, pihak berwenang melaporkan pada Minggu bahwa bencana itu adalah yang terburuk di negara itu. (metrotvnews.com)

MADAH KEMULIAAN (GLORIA)




                Madah Kemuliaan (Gloria) merupakan salah satu madah Kristen kuno yang disusun menurut gaya mazmur dan melanjutkan tradisi Perjanjian Baru. Madah Kemuliaan (Gloria) berisi madah yang memuji dan memuliakan Allah Bapa dan Yesus Kristus Putra-Nya bersama Roh Kudus.
                Bagian pertama seruan pujian dan pemuliaan ditujukan kepada Allah Bapa di surga. Bagian kedua seruan pujian dan pemuliaan ditujukkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Putra yang tunggal. Bagian ketiga, seruan pujian dan pemuliaan ditujukan kepada Roh Kudus. Dengan demikian, struktur trinitaris dari madah kemuliaan itu menjadi tampak dan jelas. Pujian kepada Bapa dan Putera bagaimanapun juga hanya selalu berlangsung dalam Roh Kudus.
               

TUHAN KASIHANILAH KAMI (KYRIE)




                Istilah Kyrie diambilkan dari kata-kata Yunani: Kyrie eleison, yang diterjemahkan: Tuhan, kasihanilah. Seruan Tuhan (Kyrie) di sini pertama-tama adalah seruan yang menyampaikan penghormatan kepada Yesus Kristus yang kita sebut Tuhan. Kata-kata kasihanilah (eleison) merupakan seruan untuk memohon belas kasih ilahi. Seruan itu pula yang disampaikan oleh dua orang buta (bdk. Mat. 9:27 dan Mat. 20:30) atau Bartimeus (Mrk 10:47), atau perempuan Kanaan itu (Mat. 15:22).
                Dari bentuknya, kyrie ini merupakan suatu litani. Bentuk litani selalu terdiri atas suatu pernyataan atau permohonan yang dibawakan oleh petugas dan dijawab oleh umat beriman dengan seruan yang selalu sama. Sebenarnya seruan Kyrie eleison ini sudah dikenal dalam lingkungan kafir, saat mereka menghormati dewa atau raja / kaisar mereka.
               

Tuesday, November 5, 2013

JABATAN RAHMAT




Judul Buku         : Ketua Lingkungan Di Era Sibuk
Penulis                : Marcus Leonhard Supama
Penerbit              : Kanisius, Yogyakarta 2012
Tebal Buku         : 176 halaman

Ketika masa jabatan Ketua Lingkungan di ujung waktu, ada kecemasan menghinggap di hati para anggota lingkungan itu. Mengapa kecemasan massal muncul secara serentak? Kecemasan bercampur rasa takut sebenarnya menyembunyikan sebuah penolakan  untuk tidak dipilih menjadi Ketua Lingkungan.   Tetapi dibalik kecemasan itu, muncul harapan yang sama, moga-moga ketua lingkungan yang lama dikukuhkan lagi. Memang, realita ini tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi ketua lingkungan adalah sebuah jabatan yang membebani, apalagi  tidak diimbangi dengan honorarium.  
                Membaca buku “Ketua Lingkungan di Era Sibuk,” penulis mengajak untuk  membangun esensi panggilan setiap orang Katolik. Dibaptis untuk masuk ke dalam Gereja Katolik secara implisit menyiratkan sebuah panggilan luhur  untuk menjadi pewarta dan saksi Kristus. Menjadi Ketua Lingkungan juga merupakan ejawantah dari rahmat baptisan yang telah kita terima. Dalam pengantar buku ini, Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta menekankan “Supaya umat di lingkungan berakar dalam iman, semakin bertumbuh dalam persaudaraan dan semakian berbuah dalam pelayanan kasih dibutuhkan banyak orang yang memiliki niat, kehendak atau kemauan untuk melayani.”
               

Friday, November 1, 2013

MENYIAPKAN GENERASI BARU

Foto penulis bersama Uskup Frans Kopong Kung

Couples For Christ, merupakan sebuah komunitas dalam Gereja Katolik yang menampung  para pasangan suami isteri yang memiliki kepedulian tinggi terhadap persoalan hidup perkawinan (hidup berkeluarga)  dan persoalan yang dihadapi oleh Gereja saat ini. Sudah cukup lama komunitas  ini berdiri dan banyak kegiatan telah dilakukan sebagai bentuk kepedulian  terhadap mereka yang membutuhkan bantuan. Beberapa waktu yang lalu, para pemimpin Couples For Christ (CFC) seluruh Indonesia mengadakan pertemuan untuk syering pengalaman hidup dan membahas program-program tahunan yang akan dilaksanakan nanti.  Pertemuan yang diadakan pada tanggal 14 September 2013 ini, juga menghadirkan Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Uskup Keuskupan Larantuka-Flores Timur dan sekaligus pembina Couples For Christ.
            Di hadapan ratusan peserta dari pelbagai daerah, Mgr. Frans Kopong mengatakan bahwa Couples For Christ merupakan suatu gerakan pembaharuan dengan mengandalkan kekuatan Roh Kudus. “Komunitas CFC  merupakan komunitas pelayanan yang selalu bersatu dan searah dengan perjalanan Gereja.” Model persatuan CFC dengan Gereja memiliki tekanan dasar teologi yang mendalam, terutama

Sunday, October 27, 2013

AIR MATA KEBERPIHAKKAN




(Telaah puisi kontemporer dari sudut sosiologi Sastra)

Oleh: Valery Kopong*

Sutardji Calzoum Bachri dikenal sebagai penyair kontemporer yang menggagas sekaligus mengedepankan pola penulisan baru pada puisi. Ketika membaca puisi-puisinya,ciri khas terasa kental. Dia lebih banyak mempermainkan kata yang baginya merupakan sebuah kekuatan, dan menjadi daya dobrak bagi seluruh bangunan puisinya. Bangunan puisi-puisi lama yang terkesan kaku, baik dari tata aturan maupun jumlah barisnya, kehadiran Sutardji membawa angin perubahan bagi mereka yang berani “merobek” pola-pola yang dogmatis-puitis. Perjuangan dan upaya seorang Bachri mendobrak kata, menerobos jenis kata, menerobos bentuk kata dan tata bahasa dipandang sebagai percobaan melakukan dekonstruksi bahasa Indonesia dan sekaligus menawarkan konstruksi-konstruksi baru yang lebih otentik melalui puisi. Terhadap perjuangan yang penuh dengan daya dobrak ini, memunculkan pertanyaan untuk direnungkan bersama. Apakah Sutardji sebagai pahlawan puisi kontemporer dan nabi bagi mereka yang mengenyam kebebasan dalam mengekspresikan diri melalui puisi?  
           

Saturday, October 26, 2013

PELANGI ITU AKAN SELALU ADA



Oleh: Theresia Tri Wahyuni

“Pelangi pelangi alangkah indahmu
Merah kunig hijau di langit yang biru
Pelukismu agung, siapa gerangan
Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan”

Sayub terdengar alunan lagu masa kecil, teringat olehnya kisah-kisah hidupnya yang dulu. Kecipak-kecipak terdengar air terinjak oleh puluhan kaki anak-anak yang bermain di halaman sekolah. Mereka bermain dengan bebas tetapi ketika hujan tiba, kebebasan bermain di halaman sekolah sepertinya dibatasi oleh guru karena takut mereka bisa jatuh sakit.  “Jika hujan jangan main air anak-anak, nanti masuk angin” kata Bu Guru. Seusai bermain, mereka keburu pulang karena lapar, apalagi berangkat sekolah tadi tak sempat sarapan. Dalam perjalanan pulang dengan menempuh jarak yang jauh dan melelahkan, mereka seakan melupakan rasa lapar. Ah, biar saja, yang penting cepat sampai di rumah dan bisa segera bantul simbok.

Thursday, October 24, 2013

Gadis tanpa Tangan Dapatkan Suami Idaman Putri Herlina Dinikahi Putra Mantan Deputi Gubernur BI

JOGJAKARTA - Resepsi pernikahan mengharukan terjadi di Jogjakarta tadi malam. Putri Herlina, gadis tanpa dua tangan, akhirnya mendapatkan suami pilihannya sendiri, Reza Hilyard Somantri, putra mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Maman Husein Somantri.
Bagi Putri Herlina, pernikahannya dengan Reza seperti kisah dongeng yang berakhir bahagia (happy ending). Seperti yang pernah dimuat di JPNN pada 9 Maret 2012, Lina -sapaan akrab Putri Herlina- mengaku dirinya "dibuang" orang tuanya sejak baru lahir. "Aku ditinggal di rumah sakit, mungkin karena tidak punya tangan dan mereka malu," ungkapnya.
Karena tak ada yang bertanggung jawab, Lina lantas dirawat Susiani Sunaryo. Saat itu Susiani masih berusia 25 tahun dan menjadi relawan di Yayasan Sayap Ibu. Kini Susiani menjadi ibu panti di Kadirojo, Kalasan, Sleman.

Film baru menyoroti karya heroik suster Maryknoll

                                                               23/10/2013 Film baru menyoroti karya heroik suster Maryknoll thumbnail

Nancy M. Tong, seorang alumni sekolah Maryknoll di Hong Kong membuat  film tentang karya suster Maryknoll  sejak mulai berdiri hingga kini dengan tujuan untuk memperkenalkan kepada umat.
“Saya menyadari bahwa saya ingin memperkenalkan karya para suster  dalam bidang keadilan sosial dan karya mereka bersama orang miskin di seluruh dunia,” kata Tong dalam sebuah wawancara.
Karya para suster itu menginspirasi dia dengan membuat film berjudul ‘Trailblazers in Habits.”
Film dokumenter berdurasi 65 menit itu diisi dengan cuplikan, foto dan wawancara tentang “karya yang luar biasa yang dilakukan oleh para suster itu,” yang dimulai dengan yayasan yang didirikan tahun 1912, hanya beberapa bulan setelah dibentuk Meryknoll Fathers and Brothers.
Para misionaris itu ke Cina awalnya dianggap menjadi “wanita yang baik dengan pakaian aneh,” dan apapun yang mereka lakukan untuk orang miskin dinilai melakukan tindakan subversif, terutama karya mereka untuk menyelamatkan bayi perempuan yang ditinggalkan dan  membantu kaum perempuan.
Di tahun-tahun awal, para suster ini dijeblos ke penjara, tahanan rumah dan dibunuh karena perbuatan baik mereka, namun mereka terus melayani.
Tarekat ini didirikan di abad ke-20 di Amerika Serikat oleh Suster Maria Joseph Rogers (1882-1955), dan film itu diambil mulai tahun-tahun awal di biara induk mereka di Ossining, New York, dan misi pertama mereka di Hong Kong, yang dibaca oleh narator dan aktris peraih Oscar Susan Sarandon.
Awalnya, para imam dan suster Maryknoll menyadari bahwa salah satu spiritualitas mereka adalah kontemplasi dalam aksi dan cara menginjili di Cina adalah melalui kaum perempuan.
Para suster itu pergi ke luar biara dan berdua-dua menuju desa-desa yang jauh untuk mengunjungi keluarga-keluarga, menilai kebutuhan mereka dan memberikan bantuan.
Trailblazers in Habits  adalah sebuah karya kasih Nancy Tong dan alumni sekolah Maryknoll di Hong Kong (yang pertama dari dua sekolah untuk anak perempuan yang dibuka di sana tahun 1925 – keduanya berlanjut hingga kini).
Ketika tarekat itu memasuki abad kedua dalam misi, mereka berjanji akan terus menanggapi kebutuhan masyarakat saat ini untuk perdamaian, keadilan, dan kesetaraan.
Film ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah panggilan di AS menurun, di seluruh dunia, jumlahnya terus meningkat.
Film itu adalah kisah harapan, iman, dan kasih Allah yang hidup di tengah masyarakat.
Sumber: New film highlights heroic work of Maryknoll Sisters

Kisah biarawati Katolik latih Taekwondo untuk anak-anak penderita kanker


                                                           14/10/2013
Kisah biarawati Katolik latih Taekwondo untuk anak-anak penderita kanker thumbnail

Suster Linda Lim sudah lama meninggalkan bela diri taekwondo, saat ia memutuskan untuk menjadi seorang biarawati. Namun, bertahun-tahun kemudian, ia kembali mengenakan sabuk hitamnya di sebuah rumah sakit di Singapura untuk melatih anak-anak yang pulih dari kanker.
Dulu, saat masih muda, Suster Linda bercita-cita jadi tentara. Tapi, tubuhnya terlalu mungil. “Lalu, aku ingin jadi polwan, untuk melindungi masyarakat,” kata dia seperti dimuat BBC. Lagi-lagi tinggi badannya tak sesuai.

Bisakah Paus Fransiskus angkat kardinal perempuan?

                                                                                                    22/10/2013
Bisakah Paus Fransiskus angkat kardinal perempuan? thumbnail

Paus Fransiskus mengatakan berulang kali bahwa ia ingin melihat peran yang lebih besar bagi kaum perempuan dalam Gereja Katolik, dan beberapa orang berpendapat bahwa ia bisa mengambil langkah besar dengan mengangkat perempuan menjadi kardinal.
Ide ini terus dibicarakan, yang dipicu oleh sebuah artikel bulan lalu di sebuah surat kabar Spanyol dimana Juan Arias, seorang mantan imam menulis dari Brasil, bahwa “ide itu bukan sebuah lelucon. Ini adalah sesuatu yang dipikirkan oleh Paus Fransiskus sebelumnya: pengangkatan kardinal wanita”.
Arias mengutip seorang imam Yesuit yang tidak menyebut namanya -  mengatakan: “Paus ini tidak akan ragu mengangkat seorang kardinal wanita.  Dan dia bisa menjadi Paus pertama yang memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan Paus baru.”

Wednesday, October 23, 2013

BUNDA MARIA DALAM INKULTURASI





Misa inkulturasi Flobamorata (20/10/2013)
Bulan Oktober, di kalangan Gereja Katolik dikenal sebagai bulan rosario. Pada bulan ini seluruh perhatian dan doa diarahkan kepada Maria sebagai perantara yang membawa kita pada Yesus Putera-Nya. Umat Katolik selalu melaksanakan devosi kepada Bunda Maria. Sejak lama, tradisi ini dilakukan oleh Gereja dan umat terlibat penuh dalam peristiwa rosario itu. Figur Maria sangat bersahaja dan penuh pengertian, karenanya doa-doa yang dipanjatkan kepada Yesus selalu lewat Bunda Maria. Ada pelbagai cara untuk menghormati Maria. Ada devosi pribadi, kelompok maupun perayaan-perayaan meriah lain yang dilakukan oleh umat untuk menghormati Maria.
Masyarakat  Flores dikenal sebagai “Masyarakat Marianis” karena selalu menempatkan Maria sebagai figur sentral dalam seluruh kehidupan religius. Maria  menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Flores,  Sumba dan Timor. Pengaruh devosi dan penghormatan terhadap Maria diperkenalkan oleh Gereja dan misi kekatolikan yang dibawa oleh orang-orang Portugis. Peristiwa yang dialami dalam Gereja di daratan Flores, Sumba dan Timor tidak hanya berhenti di Flores tetapi tetap melekat dalam kehidupan orang-orang Flores, Sumba dan Timor ketika mereka berada di perantauan.

Saturday, October 19, 2013

LEKTOR-LEKTRIS, PENYULUH SABDA BAGI UMAT




Kemampuan seorang lektor dan lektris, dari waktu ke waktu terus dikembangkan. Menyadari betapa pentingnya keberadaan dan peranan lektor dan lektris dalam mewartakan sabda maka Bimas Katolik pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten menyelenggarakan kegiatan pembinaan terhadap para lektor dan lektris sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuannya. Acara ini diselenggarakan di Hotel  Regal Raya Resort Jl. Raya Karang – Bolong Km 134 Anyer, pada 28-30 Juni 2013. Acara ini berlangsung selama tiga hari.  Acara ini semestinya dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Banten tetapi beliau berhalangan hadir. Beliau mendelegasikan tugas ini ke Pembimas Katolik Banten yaitu Bapak Stanislaus Lewotoby. Himbauan Kepala Kanwil melalui Pembimas Katolik Banten, agar  kegiatan yang diadakan, dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar tepat sasaran dan akuntabel.
Kegiatan pembinaan ini mengusung tema “ Melalui Pembinaan Penyuluh, kita Tingkatkan Pelayanan Prima Kepada Umat Katolik.” Bimas Katolik menghadirkan dua narasumber yang mengisi seluruh rangkaian kegiatan, yakni Romo Adi, Pastor Kepala Paroki Kristus Raja Serang dan Ibu Maria Magdalena Abdi,.M.M, dari seksi pewartaan KWI, Romo Adi memberikan materi tentang Kitab Suci, sedangkan Ibu Lena lebih menyoroti teknik yang baik dalam membaca Kitab Suci ketika berperan sebagai lektor dan lektris.
Seluruh peserta pembinaan merupakan utusan dari berbagai lingkungan yang ada di Paroki Kristus Raja Serang – Banten. Mereka diutus untuk mendalami Kitab Suci dan mewartakannya kepada orang melalui cara membaca yang baik, terutama sebagai lektor dan lektris ( Petugas yang membaca Kitab Suci). Gereja Katolik memakai tahun liturgi untuk mengenangkan dan menyatakan pengalaman akan karya penyelamatan Tuhan Yesus dan Kehadiran Yesus Kristus yang menyelamatkan dalam tujuh sakramen (tanda dan sarana keselamatan), karena Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, maka barang siapa melihat Dia, maka melihat Allah.
Untuk menghidupkan suasana liturgi dalam perayaan Ekaristi maka perlu adanya persiapan yang matang terutama peran seorang lektor dan lektris, yang tidak hanya membaca tetapi juga mewartakan Sabda melalui mimbar. Ketika membaca Kitab Suci, seorang lektor dan lektris membawa pesan yang akan disampaikan melalui Kitab Suci yang dibacakan. Setiap umat Katolik yang sudah dibaptis memiliki tanggung jawab dan perutusan, mengambil bagian dari tugas Gereja, salah satunya adalah menjadi lektor-lektris.
Sebagai manusia lemah, seorang lektor dan lektris terkadang membacakan Sabda Tuhan kurang mengena di hati pembaca. Karena itu, sebelum membaca Kitab Suci, memohon bantuan dari Roh Kudus agar bisa membimbing dalam upaya mewartakan Sabda Tuhan. Sebagai seorang pewarta sabda, perlu mengembangkan sikap rendah hati, percaya, jujur, kesanggupan hati, tekun dan selalu mengajak peserta untuk menjadi suluh atau obor di tengah masyarakat dengan mewartakan kabar gembira ke seluruh lingkungan, di mana kita tinggal.***(Valery Kopong, tulisan ini sudah dimuat di TABLOIT SABDA)

MEMBANGUN KARAKTER KAUM MUDA



Rabu, 26 Juni 2013 bertempat di aula Alexander, Gereja Kristus Raja Serang. diadakan rekoleksi sehari. Acara rekoleksi ini mengusung tema: “Melalui Kegiatan Rekoleksi Mahasiswa Katolik, Kita Tingkatkan Kualitas Kerohanian dan Pelayanan.“  Kegiatan dimulai pada pukul 08.00 s.d pukul 16.00 wib dan dihadiri oleh 40 peserta mahasiswa Katolik dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Banten, antara lain Mahasiswa  dari Universitas Tirtayasa, Universitas Bina Bangsa, Universitas Unsera dan LP3I serta Universitas Umbaja.
            Romo Agustinus Adi Indianto, Pr, Pastor Paroki Kristus Raja Serang, hadir sebagai narasumber utama dalam acara rekoleksi itu. Selain Pastor Kepala Paroki Kristus Raja Serang, turut hadir pula Pembimas Katolik Provinsi Banten, Bapak Drs. Stanislaus Lewotoby. Rekoleksi, berarti menyisihkan waktu untuk mengumpulkan kembali tenaga rohani untuk melihat seluruh proses dan pengalaman hidup yang telah dilalui. Kegiatan rekoleksi ini dengan membidik kelompok sasaran kaum muda (Mahasiswa), sebab di pundak kaum mudalah negara ini akan menjadi kuat dan tangguh. Tentunya pemuda yang diharapkan adalah pemuda yang berkualitas,  yang dapat menerjemahkan kebutuhan akan masa depan bangsa. Di sela-sela rutinitas yang padat dengan menunaikan kewajiban sebagai mahasiswa, sudah selayaknya mereka perlu penyegaran, baik jasmani maupun rohani dengan mengikuti acara rekoleksi yang difasilitasi oleh Bimas Katolik Banten. Para peserta terlihat begitu antusias mengikuti proses dan dinamika rekoleksi yang diselenggarakan. Dalam rekoleksi itu, diselingi juga

Lifebuoy Help a Child reach 5

Friday, October 18, 2013

MASYARAKAT KATOLIK MARIANIS




(catatan misa inkulturasi)
                Paroki Santa Helena-Karawaci-Tangerang begitu terbuka dan mengapresiasi nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki oleh umatnya. Umatnya yang beragam diberi peluang untuk mengungkapkan iman dalam  konteks budaya yang dimilikinya.  Budaya yang dimiliki dan membentuk kepribadian sejak kecil dimanfaatkan sebagai sarana yang mengantar untuk memahami, siapa itu Allah yang sebenarnya. Di Gereja Santa Helena inilah umat merayakan Ekaristi dan memadukannya dengan budaya lokal. Misa inkulturasi menjadi bagian penting untuk memahami kehadiran Allah lewat beragam budaya.
                Di pagi yang cerah minggu itu, tepat 28 Oktober 2012 umat Katolik NTT yang berada di wilayah Paroki Santa Helena dan sekitarnya merayakan misa yang dihantar dengan keberagaman budaya yang dimiliki oleh setiap wilayah yang ada di NTT. Saat menampilkan lagu dan tarian mengiringi prosesi misa, seolah-olah kesadaran setiap insan yang hadir saat itu, digiring untuk mengenang kembali kisah masa lalu di kampung yang jauh di  ujung timur. “Per Mariam ad Iesum.” Inilah tema sentral yang diusung dalam perayaan bernuansa etnis NTT itu sekaligus mengingatkan kita akan peran Maria di dalam kehidupan manusia.
               

SEJARAH BERDIRINYA PAROKI SANTA HELENA



                Keberadaan Paroki Sta. Helena tidak terlepas dari sejarah keberadaan paroki St. Monika Serpong, yang sebelumnya umat di wilayah ini menginduk. Perkembangan umat semakin membludak maka dipikirkan untuk didirikan sebuah stasi yang diberi nama Stasi St. Helena yang secara resmi berdiri pada Mei 1996. Banyak liku perjalanan yang penuh tantangan telah dilewati oleh stasi ini seperti  menceri tempat untuk dijadikan sebagai tempat beribadat sangatlah sulit.  Pada awalnya kegiatan stasi terutama beribadat dilakukan secara berpindah-pindah, mulai dari mengontrak rumah umat dan sebagian menggunakan kapel Ignatius de Loyola.

Wednesday, October 16, 2013

TERSENYUM DALAM LUKA YANG MENGESANKAN



Judul               : Pengampunan Yang Menyembuhkan
Penulis             : Jean Maalouf  
Penerjemah      : Wilhelmus David  
Penerbit           : Orbit Media
Tebal               : 122 halaman
ISBN               : 978-602-17548-9-4

Ketika Paus Yohanes Paulus II ditembak, sepertinya tidak ada dendam yang tumbuh dalam dirinya. Setelah sembuh, beliau malah mengunjungi si penembak. Dunia menjadi heran penuh tanya, mengapa ia yang terluka harus memulai menumbuhkan rasa maaf kepada orang yang menembaknya? Tindakan mendiang ini tidak merupakan tindakan simbolik tetapi mewujudnyatakan tindakan  kasih yang pernah diperlihatkan oleh Sang Guru, Yesus Kristus. Yesus tidak menaruh dendam terhadap mereka yang menganiaya, bahkan Yudas Iskariot  yang datang membawa para algoju hendak menangkapnya, Yesus masih menyapanya sebagai sahabat. “Sahabat, untuk maksud itukah engkau datang?”

Tuesday, October 15, 2013

GEREJA: DAPUR BAGI MASYARAKAT




Ketika banjir melanda beberapa wilayah Jabodetabek, terlihat ada upaya dari pelbagai pihak memberikan perhatian berupa penyaluran bantuan makanan dan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh warga yang terkena banjir. Banjir, memang dilihat sebagai musibah rutin tetapi dibalik peristiwa itu bisa terlihat dengan jelas, pelbagai kelompok atau pun komunitas-komunitas menggerakkan kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi menyelamatkan mereka yang terkena banjir. Apa yang bisa kita pelajari dari musibah rutin ini? Bagaimana peran Gereja dalam memberikan perhatian pada mereka yang terkena banjir? Mengapa Gereja membuka diri bahkan mendirikan dapur umum dan menyebarkan makanan, hasil masakan umat sendiri?
 Menelusuri wilayah Tangerang beberapa waktu lalu di mana sebagian besar perumahan terkena banjir, saya berkesempatan mendatangi beberapa gereja paroki yang ada di wilayah Tangerang. Sebagian besar umat yang tidak terkena banjir membangun aksi peduli dengan lingkungan sekitarnya, bahkan ada gereja paroki yang umatnya tidak terkena banjir tetapi tetap mendirikan dapur umum dan menyalurkan makanan ke tempat-tempat pengungsian.        

BERANI MENGATAKAN YANG BENAR




Judul                     : Pedulikah Kita Pada Hidup?
Pengarang          : Mudji Sutrisno, SJ
Penerbit              : Kanisius, Yogyakarta (Cetakan ke 4 tahun 2012)

Ketika berhadapan dengan realitas hidup, terbetik pertanyaan nakal, mengapa yang baik sering kalah terhadap yang jahat?  Inilah pertanyaan yang sering menggelisahkan publik ketika berhadapan dengan kenyataan hidup di negeri ini. Terhadap kenyataan ini, religi  mencoba  menjawabnya  dengan persepsi dan perenungan mengenai “setan dan malaikat.” Lebih jauh lagi spiritualitas mencoba menjawabnya dengan “perang tanpa usai antara roh baik dan roh jahat.”  Di sinilah terlihat sebuah pemetaan yang jelas antara yang baik dan yang jahat. Tetapi apakah setiap masyarakat sanggup melihat kebenaran sebagai yang benar? Ataukah justeru sebaliknya, melihat sesuatu yang salah untuk dibenarkan?
                Membaca realitas kebenaran di negeri ini mirip dengan membaca abu-abunya realitas. Di sini, perlu dibutuhkan ruang hening yang mendalam agar setiap manusia menentukan kebenaran menurut norma dan hukum yang berlaku dan bukannya  atas dasar uang dan kekuasaan.  Fakta berbicara lain, bahwa dominasi kekuasaan terlampau kuat  hingga kebenaran sesungguhnya  lenyap di mata publik dan yang muncul adalah kebenaran dari hasil rekayasa penguasa. Masih pedulikah kita pada kehidupan sosial dan berpihak pada kebenaran tanpa harus membuat rekayasa?  
                Dalam kumpulan refleksi tentang hidup ini, Romo Mudji Sutrisno, SJ mengajak pembaca untuk melihat secara jeli abu-abu kehidupan. Abu-abu kehidupan yang dimaksudkan adalah sikap manipulasi manusia terhadap kebenaran itu sendiri. Memang berat untuk mengatakan sesuatu sebagai yang benar. Tetapi perlu terus dibangun sikap peduli terhadap sesama yang menjadi korban ketidakadilan. Ada ketakutan publik yang sedang melanda, bahkan ketakutan massal itu sebagai sebuah realitas yang mesti diterima. Ketakutan massal ini lebih disebabkan oleh tekanan publik yang lebih bersekutu  pada ketidakbenaran fakta untuk kemudian dimanipulasi menjadi kebenaran semu.
                Meminjam bahasa Romo Mudji, “Kita sebenarnya tidak takut kepada ketinggian, namun yang kita takuti adalah bila kita jatuh dari ketinggian itu.” Masih sebagian besar orang yang tidak takut mengatakan tentang kebenaran, tetapi menjadi ketakutan adalah, apakah  orang lain juga mengatakan tentang sesuatu yang benar seperti apa yang ia katakan. Karena ketika ia mengatakan kebenaran berseberangan dengan publik maka resiko yang diterima adalah ia harus dikucilkan dari “panggung pergaulan masyarakat.” Resiko pengucilan diri seseorang inilah yang membuat orang takut mengatakan yang benar secara sendirian. “Orang sebenarnya tidak takut akan cinta, namun yang ditakuti adalah bila ia tidak dicintai balik. You are not afraid of love. You are afraid of not being loved back.” Kiranya kebenaran semakin nyata berpihak pada semua lapisan masyarakat.*** (Valery Kopong)