Pertemuan antara SBY dan Prabowo disinyalir oleh banyak pihak
sebagai pertemuan yang menggadang kepentingan politik. Betapa tidak, dua
petinggi dari partai Gerindra dan Demokrat sedang membangun strategi untuk
mematahkan Jokowi pada Pilpres 2019 nanti. Memang, hajatan politik itu masih
jauh tetapi animo politik partai oposisi
Gerindra sepertinya ingin memunculkan trik dan mencari figur yang tepat untuk
menantang Jokowi pada Pilpres nanti.
Pada
pertemuan mereka dengan disuguhi nasi goreng itu, Prabowo sempat
memperbincangkan mengenai “ambang batas” pada Pilpres nanti. DRP telah
menyetujui ambang batas 20% kursi di parlemen jika partai mencalonkan seorang
calon presiden. Memang berat untuk mencapai target itu tetapi di sini membuka
ruang koalisi partai agar bisa memenuhi target seperti yang disyaratkan dalam
undang-undang pemilu. Dengan koalisi seperti ini juga memberikan kesempatan
kepada partai untuk mencari figur terbaik yang bakal diusung dalam proses
pemilihan presiden nanti.
Menurut Prabowo
bahwa ambang batas 20% itu hanyalah lelucon politik. Atas komentar Prabowo ini,
Jokowi juga menanggapi secara santai. Kalau ambang batas yang ditetapkan 20 %
itu dianggap lelucon maka dua periode pada masa kepemimpinan SBY juga menjadi
sebuah lelucon karena aturan main tentang ambang batas 20 % sudah berlaku. Mengapa
pada masa kepemimpinan SBY persoalan ambang batas 20 % tidak dipersoalkan,
sementara di masa Jokowi dipersoalkan? Apa
yang dikatakan oleh Prabowo ini menjadi “boomerang politik” karena mungkin
tidak sadar bahwa pada masa kepemimpinan SBY, penerapan aturan ambang batas 20
% sudah ada.