Monday, August 31, 2020

Mau Mengikuti Kristus

 

Kemarin sore, minggu 30 Agustus 2020 merupakan momentum penting bagi saya karena didatangi oleh seorang tamu yang tidak biasa. Nama tamu itu, Pak Adi yang selama ini hidup dalam satu komplek perumahan tetapi karena tuntutan kerja maka ia jarang pulang rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat proyek. Kemarin siang, sekitar pkl. 14.00 lewat, Pak Adi ke rumah saya tetapi hanya bertemu dengan isteri saya dan karena saya lagi ke gereja Gregorius Agung untuk mengurus pengajuan ASAK untuk salah seorang umat lingkungan Maximilianus Kolbe. Saya dihubungi oleh isteri melalui handphone dan menanyakan keberadaan saya serta menginformasikan bahwa ada seorang tamu di rumah. Saya berbicara dengan tamu itu melalui Hp dan ketika saya meminta berbicara tentang maksud kedatangannya ke rumahku, ternyata dia minta waktu untuk bertemu langsung dengan saya karena hal ada penting yang mau ia bicarakan dengan saya. Kami sepakat untuk bertemu dirumahku pada minggu, 30 Agustus 2020, pkl.18.30.

Setelah magrib Pak Adi ke rumahku. Saya mempersilahkan untuk masuk ke rumahku.  Kami mengobrol santai dan pada titik puncak obrolan santai itu, saya pun menanyakan maksud kedatangannya ke rumahku. “Aku mau konsultasi sama Bapak Valery sebagai ketua lingkungan karena saya masuk Katolik, ” paparnya di awal pertemuan. Dengan berkonsultasi pada saya dan ia ingin untuk masuk menjadi seorang Katolik, membuat saya kaget karena belum pernah ada yang beragama lain ingin masuk ke agama Katolik selama lingkungan Maximilianus Kolbe berdiri pada hampir belasan tahun yang lalu. “Apa alasan utamamu untuk masuk menjadi Katolik?” tanyaku ingin tahu. “Aku sebenarnya sudah lama, ingin masuk menjadi Katolik. Saya pernah mengikuti katekumen di Jawa Tengah tetapi karena proyek kami berpindah-pindah maka saya terpaksa terhenti mengikuti katekumen. Tahun lalu, saya juga pernah bertemu dengan Romo Sulis, Pastor Paroki Gregorius Agung untuk membicarakan tentang niat saya ini.

 Pada akhir dari obrolan itu, saya berpesan bahwa saya akan hubungi sekretariat gereja untuk menanyakan, kapan ada kegiatan katekumen lagi. Di mata Pak Adi, agama Katolik bukan sesuatu yang baru walaupun ia sendiri bukan beragama Katolik. Pak Adi menyelesaikan pendidikan di sekolah Katolik di Palembang dan pendidikan tinggi ditempuhnya di Sanata Dharma Yogyakarta. Pengalaman dalam pendidikan di sekolah Katolik menanamkan memori panjang untuk seseorang yang pernah bersekolah di sekolah Katolik, walaupun yang bersangkutan bukanlah seorang Katolik. Nilai-nilai cinta kasih yang diajarkan di sekolah Katolik memberikan pengaruh penting bagi seseorang yang pada akhirnya mengambil keputusan untuk mengikuti Yesus.

Dalam obrolan bersama Pak Adi, ia mengatakan bahwa ingin masuk Katolik karena cukup tahu tentang ajaran Katolik dan jauh lebih penting adalah mengikuti Yesus Kristus sebagai Sang Juru Selamat. Menurutnya, dalam agama yang dianutnya saat ini, kitab sucinya juga memuat tentang Nabi Isa dan tidak ada salahnya saya masuk ke agama Katolik yang mengakui Yesus Kristus (Isa) sebagai juru selamat. Ada beberapa hal yang kami bicarakan dalam obrolan santai itu. Pak Adi juga menanyakan, mengapa dalam agama Katolik tidak memotong hewan kurban? Saya coba menjelaskan bahwa kisah pengurbanan hewan mengingatkan kita akan Abraham sebagai bapa bangsa, yang mengorbankan Isak anaknya (versi Kristen) dan Ismail (versi Islam), tetapi kemudian Isak tidak jadi untuk dikurbankan namun diganti dengan domba.  Mengapa kisah ini tidak diteruskan oleh umat Kristen? Umat Kristiani tidak menyembelih hewan sebagai kurban karena Kristus sudah menjadi kurban utama dalam peristiwa penebusan bagi umat manusia.


Aspek terdalam yang perlu direnungkan dalam hidup kristiani adalah bagaimana nilai cinta kasih dan pengorbanan Kristus diwujudnyatakan oleh para pengikut-Nya dalam keseharian hidup. Menjadi Katolik tidak hanya berhenti “DOA” tetapi yang dituntut adalah buah-buah dari doa itu. Doa dan tindakan nyata sangat dibutuhkan dalam hidup kekatolikan.***(Valery Kopong)  

Berkat

Setiap orang berhak untuk berbuat baik dan jika orang lain menolak dan membenci ketulusan kita,maka jangan pernah untuk berhenti untuk terus berbuat baik.Orang tidak menyukai kita pasti akan selalu ada.Kita hendaknya tetap semangat dan berjuang untuk berbuat baik. 

Yesus pun mengalami penolakan dan ironisnya,Dia ditolak di daerah asal usulNya.Yesus telah berbuat baik di berbagai tempat dengan pengajaran dan perbuatan mukjijatNya,tetapi orang-orang Nasaret justru menolakNya.Mereka menolak Yesus karena mereka mempertanyakan  darimana asal kuasa Yesus dan alasan yang kedua adalah karena Yesus menyatakan DiriNya sebagai kepenuhan nas Kitab Yesaya sebagai Sang Mesias yang sangat dinantikan umat Israel.Memang pada awal mulanya, mereka takjub dan terpesona dengan kewibawaan dan kuasa Yesus saat mengajar.Tetapi mereka justru menolak dan ingin menyingkirkan Yesus dari tengah-tengah mereka.Namun demikian,Yesus tidak berhenti berbuat baik.  


Beberapa tokoh besar ini pernah mengalami penolakan,tetapi mereka tidak menyerah atas penolakan yang dialaminya.Anda dan saya pasti kenal nama-nama tokoh ini: Alberth Einstein: penemu teori relativitas; Jack Ma: pebisnis sukses; Thomas Edison: penemu lampu.Mereka menjadi pribadi yang hebat dan menjadi berkat bagi sesamanya karena mereka mampu mengolah pengalaman penolakannya dengan baik dan benar. Pengalaman penolakan adalah pengalaman salib dan kita hendaknya mampu memanggul salib itu.
(Inspirasi:Lukas 4

Saturday, August 29, 2020

Pejuang Kebenaran

Hari ini kita memperingati Santo Yohanes Pembatis. Kita memperingati kemartiran Yohanes Pembabtis atas perjuangannya mewartakan kebenaran dimata Tuhan dan sesama.  Ternyata, menjadi pewarta kebenaran itu penuh dengan resiko, bukan hanya resiko dibenci,  diasingkan, dikucilkan, di penjara tapi juga nyawa.

Yohanes menjadi martir karena memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran dalam pewartaannya.Dia adalah pribadi yang jujur dan berani menegakkan kebenaran sejati. Yohanes menjadi inspirator bagi banyak pribadi yang bekerja keras memperjuangankan kebenaran dan keadilan.


Berjuang menyuarakan kebenaran agar kita terbebas dari tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme, menegur kesalahan sesama demi sebuah kebenaran, mengkritik sesama demi sebuah kebenaran apalagi mengkritik atasan, dapat berisiko terhadap nasib hidup kita. Bisa jadi kita dikucilkan, dibenci, jabatan terancam dan dicopot, bahkan nyawa dapat terancam. Begitulah resiko menjadi pewarta kebenaran. Dan hal itulah yang terjadi dalam diri Santo Yohanes Pembabtis. Semoga peringatan Santo Yohanes Pembabtis dapat menjadi kekuatan dan peneguhan untuk kita untuk menjadi pewarta kebenaran di mata Tuhan dan sesama. Kita dapat berjuang membela kebenaran dari lingkungan keluarga, gereja dan masyarakat dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih besar yang menjadi perhatian kita bersama .
( Inspirasi: Markus 6:17-29,  29 Agustus,  Suhardi )

Friday, August 28, 2020

Menanti Kedatangan Tuhan

Waktu berjalan terus.Tidak ada satu pun manusia yang mampu menghentikan waktu."YOU MAY DELAY,BUT TIME WILL NOT", kata Benjamin Franklin.Waktu yang berjalan ini adalah waktu bagi persiapan menanti kedatangan Tuhan kedua kalinya.Maka kita hendaknya tidak boleh menunda apa yang sebenarnya dapat kita lakukan saat ini. "NEVER LEAVE TILL TOMORROW THAT WHICH YOU CAN DO TODAY", kata Benjamin Franklin.Jangan menunda untuk berbuat baik,mengasihi,murah hati, rendah hati,melayani,memberi maaf dan pengampunan,serta berani berkorban, supaya ketika tiba saat hari kedatangan Tuhan,kita sudah siap sedia untuk masuk pintu gerbang Kerajaan Surga.

Waktu berjaga-jaga dan mempersiapkan kedatangan Tuhan itu diumpamakan oleh sepuluh gadis,lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh.Lima gadis bijaksana adalah pribadi yang berjaga-jaga dan mempersiapkan diri dengan baik-baik untuk menyambut kedatangan Sang Pengantin tiba.Lima gadis bodoh adalah pribadi yang cuek,yang suka menunda-nunda,yang tidak mempersiapkan diri dan tidak berjaga-jaga dengan baik,sehingga ketika tiba saatnya kedatangan Sang Pengantin, mereka tidak bisa mengikuti pesta perjamuan kawin. 

Anda dan saya dapat menentukan mau masuk pesta perkawinan atau tidak.Hal itu tergantung bagaimana kita berjaga-jaga dan mempersiapkan diri dengan baik untuk menanti kedatangan Kristus yang kedua kalinya.


"KARENA ITU,BERJAGA-JAGALAH,SEBAB KAMU TIDAK TAHU AKAN HARI MAUPUN SAATNYA"
(Inspirasi:Matius 25:1-13, 28 Agustus, Suhardi)

Doa Yang Mengubah Hidup


 

Ketika membaca dan merenungkan kisah perjalanan hidup St. Yohanes Maria Vianney, sepertinya kisah ini mengena dengan situasi dalam setiap zaman terutama tentang bagaimana seorang guru berhadapan dengan para murid yang mengalami problematika dalam pembelajaran. Ada anak-anak yang kurang mampu, ada yang sedang dan ada yang pintar sekali soal kecerdasan kognitif. Menjadi tantangan seorang guru adalah bagaimana saat berhadapan dengan seorang siswa yang tidak pintar dan sulit sekali mencerna setiap proses pembelajaran. Pelbagai strategi dan cara pendekatan dilakukan oleh setiap guru untuk bagaimana mencerdaskan anak-anak agar mereka bisa memahami pelajaran dan tentunya bisa memperoleh nilai yang menjadi tuntutan dalam dunia pendidikan.

Mengapa kehidupan Yohanes Maria Vianney begitu relevan dengan dunia pendidikan saat ini? Ketika tuntutan dunia pendidikan semakin berat terhadap siswa/siswi yang lebih mengandalkan aspek kognitif maka ini menjadi sebuah problem terutama ketika mereka yang tidak mampu secara akademik, ke mana mereka harus belajar. Bukankah sekolah menjadi tempat bagi mereka (siswa-siswi) untuk mencari ilmu? Terkadang anak-anak yang tidak mampu secara akademik mendapat justifikasi yang kurang baik dari guru dan bahkan teman-temannya karena ketidakmampuan dalam dunia akademik. Guru hanya menilai kemampuan semata-mata dari segi kognitif saja. Padahal dalam dunia pendidikan, mestinya aspek kognitf, efeksi dan psikomotorik mendapat perhatian yang seimbang. Orang-orang dengan kecerdasan yang hebat, belum tentu memiliki afeksi dan psikomotorik yang baik pula.

Dalam proses pembelajaran yang dialami oleh Yohanes Maria Vianney, pengalaman mengenyam pendidikan merupakan sebuah momok yang menakutkan. Dari sejarah perjalanan hidup akademiknya, Vianney mengalami keterpurukan dan ketekunannya yang luar biasa, Vianney selalu berusaha untuk mau belajar pada semua mata pelajaran yang menjadi tuntutan dalam dunia pendidikan. Karena ketekunan dan kesabaran yang luar biasa maka Vianney pada akhirnya bisa menempuh pendidikan di seminari dan pada akhirnya ditahbiskan menjadi seorang imam Katolik.

Di seminari, Vianney harus berjuang belajar dengan teman-temannya. Walaupun sudah berjuang maksimal tetapi karena keterbatasan kemampuan kognitif, membuatnya lambat dalam menyelesaikan pelajaran. Pelajaran yang paling sulit baginya adalah bahasa Latin dan ini menjadi momok yang menakutkan. Dalam kesulitan yang dialaminya itu, Vianney tidak tinggal diam. Selain menekuni pelajaran tetapi juga ia selalu memohon pertolongan Bunda Maria dan Santo Francis Regis dari Vivarais, sosok orang kudus yang menjadi tempat devosi bagi seorang Vianney. Doa dan devosi menjadi pegangan utama dan sekaligus penopang hidupnya tatkala banyak kesulitan yang dialami dalam bidang akademik. Ia selalu mencari titik keseimbangan antara kehidupan doa dan belajar. Karena ketekunan dan kesabaran dalam menghadapi persoalan keterbatasan ketidakmampuan kognitifnya maka telah menghantar seorang Vianney menuju puncak keberhasilan untuk menjadi seorang imam Tuhan.   

Vianney yang dikenal sebagai orang yang kurang mampu secara akademik, tetapi kesadaran akan kehidupan doa dan devosi terus diasah karena ia tahu bahwa pengalaman hidup rohani menjadi cara paling baik dalam membangun relasi dengan Tuhan. Bahwa ketika menjadi imam, kehidupan akademik tidak lagi menjadi ukuran tetapi pengalaman hidup praksis doa dan pelayanan kepada umat menjadi kunci penting dalam menghadirkan nilai-nilai injili di tengah umat. Karena itu ketika imam Vianney ditempatkan di Ars, sebuah kota kecil yang penuh dengan intrik kemaksiatan hidup, kekuatan doa mengubah situasi yang sebelumnya dikenal sebagai dunia maksiat, berubah total ke keadaan normatif.

Di salah satu paroki di Ars, Pastor Vianney selalu berusaha membangkitkan iman umat dengan mengunjungi keluarga-keluarga. Ia tahu bahwa sebuah paroki bisa menjadi baik apabila iman umatnya perlu dinyalakan kembali melalui penyelenggaraan ilahi yang terus diwartakannya. Umat di paroki Ars yang sebelumnya berperilaku hidup jauh dari kehendak Allah, tetapi berkat doa dan ketekunan Pastor Vianney untuk menyalakan iman mereka maka Ars mengalami perubahan secara radikal. Pengalaman hidup doa dan ketekunan berdevosi maka Pastor Vianney menghantarkan umat untuk mengalami penyelenggaraan ilahi. Ada pertobatan masal terjadi di Ars dan ini menunjukkan bukti misi perutusan yang berhasil. Santo Yohanes Maria Vianney dikenal sebagai pelindung para pastor paroki.****(Valery Kopong)     

 

 

Thursday, August 27, 2020

Berjaga-Jaga

Bacaan Injil pada hari ini memberi sebuah pesan yang sangat penting kepada kita dalam peziarahan kita di tengah-tengah dunia ini.Kita diajak oleh Yesus untuk selalu siap sedia. Mengapa Yesus memberi pesan ini? Yang pertama, Yesus mengingatkan kepada kita bahwa hari Tuhan datang secara tiba-tiba. Hari Tuhan itu datang bagaikan datangnya seorang pencuri, yang datang sewaktu-waktu. Bahkan, lonceng kiamat kecil   (kematian)  kita tidak ada yang tahu. Hidup manusia itu bagaikan embun di pagi hari.Sedap dipandang di pagi hari, lalu kapan menghilangnya, tidak ada yang tahu.Yang kedua, hidup kita itu hanya sementara, singkat. "WONG URIP KOYO MAMPIR NGOMBE ." ( Hidup manusia itu bagaikan orang yang singgah untuk minum) . Karena itulah, kita diajak untuk selalu berjaga-jaga dan siap sedia.  Kita selalu berjaga-jaga dan siap sedia itu tentu mempunyai suatu tujuan, yaitu KEHIDUPAN KEKAL.  


Berjaga-jaga dan siap sedia artinya apa ? Kita hendaknya ELING ASALE LAN  PARANING URIP KANGGO ANGGAYUH KAMULYANING URIP  ( Kita hendaknya ingat asal dan tujuan hidup kita demi kebahagiaan dan kehidupan kekal kita).Itu artinya kita diajak untuk selalu ingat akan Sang Gusti,  maka kita hendaknya menjadi pribadi yang setia dan bijaksana dalam berjaga-jaga dan siap sedia, karena siapa yang selalu setia dan bijaksana dalam berjaga-jaga dan siap sedia akan mendapatkan berkatnya dari Sang Tuannya, yaitu HIDUP KEKAL.
(Inspirasi:Matius 24: 42-51, 27 Agustus, Suhardi )

Tuhan Begitu Dekat

 

Tanggal 18 Juni 2020, pukul 11.00, saya ditemani oleh Sekretaris lingkungan berkunjung ke rumah Ibu Nelly, salah seorang Katolik yang selama ini tidak pernah terlibat dalam kehidupan doa bersama ataupun kegiatan lain. Untuk apa saya harus berkunjung ke rumah Ibu Nelly? Sebelum berkunjung, jam 09.00, saya ditelpon oleh Ibu Carolin, salah seorang umat di Gereja Laurensius, Alam Sutera. Saya sudah lama mengenal Ibu Carolin karena dulu sebagai guru Agama Katolik di salah satu sekolah swasta dan biasanya mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Bimas Katolik, provinsi Banten sehingga saya mengenal baik dengannya.  Pada rentang waktu telpon yang lumayan lama, ia mencari tahu, sahabatnya bernama Ibu Nelly yang menetap di Villa Tomang Baru 2. Ibu Carolin dan bu Nelly, mereka pernah mengenyam pendidikan sama-sama di Jakarta.

 

Ketika tahu bahwa Ibu Nelly sakit stroke, Bu Carolin mencoba menghubungi saya sebagai ketua lingkungan dan mencari tahu tentang kondisi yang sebenarnya. Tidak hanya saya yang ditelpon tetapi Romo Dipta pun ditelpon untuk mencari tahu tentang sahabatnya yang sedang sakit ini. Menurut bu Carolin bahwa hari-hari ini Bu Nelly mempunyai kerinduan yang kuat untuk menjadi seorang Katolik. “Apakah bapak kenal Ibu Nelly?” Tanya bu Carolin. “Saya hanya dengar saja namanya karena selama ini tidak pernah aktif di lingkungan,” jawabku singkat.

Ketika mengunjungi Bu Nelly, saya coba menjelaskan prosedur untuk masuk menjadi anggota lingkungan dengan melengkapi berkas, seperti surat baptis, surat krisma dan komuni pertama, surat nikah dan pelbagai surat lainnya.  Konsekuensi menjadi seorang anggota lingkungan, berkewajiban untuk membayar kartu kuning, kartu merah dan terlibat dalam kegiatan doa serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kehidupan menggereja. Setelah mendengar apa yang saya jelaskan, Bu Nelly, sepertinya keberatan dengan persoalan bagaimana membayar kartu kuning  dan membayar kewajiban lain. Alasan utama adalah ia (Bu Nelly) hidup sendiri dan saat ini sakit. Karena penderitaan yang sedang dialami ini maka berdampak pada pendapatannya yang sama sekali tidak ada. Apa solusinya? Lingkungan tidak bisa menanggung beban pembayaran kartu kuning. Karena bagaimanapun, kartu kuning dan kewajiban lain yang harus dipenuhi sebagai anggota Gereja, menjadi tanggung jawab keluarga.

 

Saya mencoba untuk memberikan solusi. Pertama, sebaiknya Bu Nelly harus kembali  bergabung ke anak-anaknya supaya di masa sakit ini, anak-anaknya bisa memberikan perhatian. Solusi yang saya tawarkan ini ternyata ditolak Karena selama ini, bu Nelly dan anak-anaknya tidak akur. Kedua, sebaiknya Bu Nelly hidup bersama dengan kokonya di Jakarta karena bagaimanapun dalam kondisi sakit, sebaiknya ada bersama keluarga.

Dari perjumpaan dengan orang sakit hari ini, sebagai ketua lingkungan, memberikan kesimpulan sementara, bahwa ketika kita berada pada situasi sehat, dimanakah Anda terlibat? Banyak orang di lingkungan Maximilianus Kolbe, menjauh dari lingkungan atau tidak mau tahu tentang lingkungan. Tetapi pada titik nadir, Anda dalam kondisi yang memprihatinkan, berani menegaskan diri sebagai seorang “Katolik Sejati,” bahkan mau untuk terlibat di lingkungan bila sembuh nanti. Pengalaman hari ini mendorong kita semua untuk mencari “domba-domba” yang hilang yang kebetulan masih menyandang “Katolik” untuk didata sebagai warga lingkungan, sebelum kemungkinan terburuk menimpah. 

Menjadi seorang Katolik harus berani terlibat dalam kondisi apa pun, terutama di lingkungan sebagai kelompok basis terkecil. Pengalaman mengunjungi orang sakit yang sebelumnya tidak pernah menghiraukan kehidupan menggereja, mengingatkan kita semua bahwa pada saat di mana seseorang memiliki segalanya, tak pernah tahu siapa itu Tuhan baginya. Mungkin juga ia menjauhkan diri dari Tuhan karena menganggap bahwa hidup ini bisa dilalui tanpa intervensi Tuhan. Namun pengalaman jatuh sakit dan dalam ketakberdayaan, orang akan mengingat Tuhan dan membutuhkan pertolongan. Meminta pertolongan Tuhan melalui saudara-saudara seiman yang selama ini tidak pernah ia tahu. Tuhan terasa dekat jika penderitaan itu semakin memuncak dan pada saat yang sama, memohon pertolongan Tuhan melalui orang-orang seiman.***(Valery Kopong)