Oleh: Valery Kopong
“Setiap
detik adalah final bagi kehidupan,” demikian Penyair Frans Kafka. Ketika setiap
orang melihat lini kehidupan adalah final maka masing-masing orang
mempersiapkan diri secara matang dalam proses pertarungan hidup. Frans Kafka
memposisikan diri sebagai bek kanan untuk mempertahankan gawang dari bobolan
lawan yang mungkin juga menembus kelambu yang terlilit rapih melalui tendangan
pisang (babana kick). Tetapi untuk meraih titik kulminasi (final) perlu adanya
kegesitan. “Mereka yang lambat tak ikut bermain, demikian kata Plato, si filsuf
dari Yunani, negara pendekar demokrasi pertama. Plato, dalam susunan the dream
team ala Kolumnis Thomas Grassberger, ia mendapat kehormatan sebagai kapten
kesebelasan. Ia terpilih karena menyukai tempo yang tinggi, sekaligus idealis
dan desainer dalam menata pola permainan yang artistik. Dalam pola penataan
permainan, barangkali ia tersulut oleh pendamping Kafka di sektor kiri yakni
Arno Schmidt. Arno Schmidt dikenal sebagai pendekar apokaliptik yang terus
menuntut manusia untuk tergesa-gesa. Bagi Schmidt, setiap hari Sabtu adalah
musim kompetisi di mana setiap manusia harus bertanding dan bertanding. Dan di
arena permainan, kata Charles Baudelaire, Pelapis Schmidt di bagian depan,
selalu mengingatkan para pemain bahwa hidup hanya mempunyai sebuah pesona
tunggal yakni permainan. Dan jika kita masuk atau terperangkap masuk dalam pola
permainan maka masing-masing orang harus mengantongi pertanyaan filosofis ini:
“Maukah Anda menang atau kalah?”