Saturday, September 14, 2019

FILOSOFI BOLA KAKI DAN IDEOLOGI GOL


Oleh: Valery Kopong

“Setiap detik adalah final bagi kehidupan,” demikian Penyair Frans Kafka. Ketika setiap orang melihat lini kehidupan adalah final maka masing-masing orang mempersiapkan diri secara matang dalam proses pertarungan hidup. Frans Kafka memposisikan diri sebagai bek kanan untuk mempertahankan gawang dari bobolan lawan yang mungkin juga menembus kelambu yang terlilit rapih melalui tendangan pisang (babana kick). Tetapi untuk meraih titik kulminasi (final) perlu adanya kegesitan. “Mereka yang lambat tak ikut bermain, demikian kata Plato, si filsuf dari Yunani, negara pendekar demokrasi pertama. Plato, dalam susunan the dream team ala Kolumnis Thomas Grassberger, ia mendapat kehormatan sebagai kapten kesebelasan. Ia terpilih karena menyukai tempo yang tinggi, sekaligus idealis dan desainer dalam menata pola permainan yang artistik. Dalam pola penataan permainan, barangkali ia tersulut oleh pendamping Kafka di sektor kiri yakni Arno Schmidt. Arno Schmidt dikenal sebagai pendekar apokaliptik yang terus menuntut manusia untuk tergesa-gesa. Bagi Schmidt, setiap hari Sabtu adalah musim kompetisi di mana setiap manusia harus bertanding dan bertanding. Dan di arena permainan, kata Charles Baudelaire, Pelapis Schmidt di bagian depan, selalu mengingatkan para pemain bahwa hidup hanya mempunyai sebuah pesona tunggal yakni permainan. Dan jika kita masuk atau terperangkap masuk dalam pola permainan maka masing-masing orang harus mengantongi pertanyaan filosofis ini: “Maukah Anda menang atau kalah?”

Wednesday, September 11, 2019

Tawa Sang Guru


Setiap orang yang masuk ke biara tua itu, pertama-tama yang diperhatikan adalah lukisan wajah Yesus yang sedang tertawa. Memandang lukisan itu secara mendalam terus melahirkan pertanyaan-pertanyaan seputar lukisan itu. Mengapa Yesus tertawa? Apa yang membuat Yesus tertawa? Adakah teks kitab suci yang mengisahkan Yesus sedang tertawa? Inilah pertanyaan-pertanyaan sederhana yang lahir dari kedalaman batin para tamu di biara itu. Lukisan yang terpampang di dinding biara tua itu sepertinya menawarkan nalar refleksi untuk mempertanyakan lukisan yang tidak umum itu.  Memang, Yesus sendiri seperti yang tertulis dalam kitab suci Perjanjian Baru, kita tidak pernah menemukan teks yang berbicara tentang Yesus yang tertawa saat berhadapan dengan murid-murid-Nya maupun kelompok-kelompok yang membenci kehadiran-Nya. Tertawa seperti yang terlukis itu mengisahkan kemanusiaan seorang Yesus yang tidak dihadirkan oleh penulis kitab suci. Yesus terkesan sangat serius menghadapi situasi di tengah karya pewartaan-Nya. Karena itu yang lebih ditonjolkan adalah kehidupan doa dan ajaran-ajaran-Nya.