Wednesday, March 3, 2021

"Mamon"

 

Beberapa waktu lalu, Indonesia merasa kehilangan seorang putera terbaik, Artedjo Alkostar, seorang hakim Agung yang selama bertugas selalu mengedepakan kejujuran dan integritas moral yang sangat kuat. Ia dikenal sebagai “algoju para koruptor” yang memberikan hukuman berat pada para koruptor. Dalam usianya yang sepuh, Artedjo masih mendedikasikan diri sebagai dewan pengawas di KPK. Apa yang selalu dikenang oleh para kerabat dan para penegak hukum di Indonesia terhadap diri seorang Artedjo? Hanya satu yang dikenang adalah kesederhanaan dan konsisten dalam mengambil sebuah keputusan.

Dalam hidupnya, Artedjo tidak pernah mempermainkan hukum. Ia pernah membela perkara dan ia pun menolak ketika klien membayarnya. Sebuah dedikasi yang tulus dan dalam kesederhanaan itu, ia tidak bergantung pada uang untuk membeli segala perkara. Di mata Artedjo, salah tetaplah salah dan benar tetaplah benar. Ini merupakan sebuah prinsip sederhana tetapi berpihak pada fakta dan menjunjung tinggi kebenaran di atas segala-galanya. Konsep kebenaran di mata hukum berarti menempatkan fakta sebenarnya sebagai basis utama dalam mendukung kekuatan argumen ketika berada pada ruang sidang dan pada akhirnya memutuskan sebuah perkara.

Kepergian  Artedjo untuk selamanya, menyisahkan sebuah harapan agar rekam jejak ketegaran dan komitmen untuk menegakan keadilan serta kebenaran dilanjutkan oleh para penegak hukum yang saat ini memangku jabatan-jabatan strategis. Memang, kisah penegakan hukum di Indonesia masih jauh dari harapan dan bahkan mengalami kekaburan makna karena dalam memutuskan sebuah persoalan hukum, masih  didominasi uang yang menempati posisi di atas dari kebenaran yang selama ini dicari oleh para pencari keadilan.

Memang, untuk mengetahui kebenaran itu mudah tetapi untuk mempertahankan kebenaran secara hukum di “langit peradilan Indonesia”  masih menjadi tanda tanya.  Kerinduan akan munculnya sosok baru seperti Artedjo adalah kerinduan yang beralasan agar keadilan dan kebenaran secara hukum tidak digadai di mata para penegak hukum yang selalu berpihak pada “mamon” (uang) dan mengabaikan kebenaran. Kepergianmu dalam tidur pulas abadi, membuka ruang pengharapan rakyat Indonesia, agar “Artedjo-Artedjo baru” bisa muncul ke permukaan pengadilan dan berpihak pada kebenaran.***(Valery Kopong)