Monday, August 31, 2015

MENDALAMI ARAH DASAR PASTORAL KAJ 2016-2020

Memasuki 2016, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) akan memiliki rumusan Arah Dasar (Ardas) Pastoral baru. Ardas baru ini akan berlaku 2016-2020. “Ardas yang baru ini merupakan pendalaman dan pengembangan dari bentuk Ardas 2011-2015 yang terdiri dari empat bagian (Alinea) yaitu alinea pertama cita-cita, alinea kedua perutusan, aline ketiga sasaran prioritas pelayanan dan alinea keempat ungkapan harapan,” jelas RD. Raditya Wicaksono yang akrab disapa Rm. Inung, pengurus harian Dewan Karya Pastoral KAJ dalam Hari Studi Tim Karya Komisi-Komisi KAJ pada 15 Agustus 2015 lalu.
Hari Study yang dilaksanakan di Gereja Katedral Jakarta itu dihadiri Vikjen KAJ, RD. Samuel Pangestu, Ketua Tim Karya Komisi & KKI Didiek Dwinarmiyadi, para ketua komisi-komisi KAJ dan anggota komisi serta utusan Lembaga Dana Dharma KAJ. Uskup Agung Jakarta Mgr. Ign. Suharyo sendiri hadir lewat kertas kerja yang telah dia susun dan dibagikan kepada para peserta Hari Studi Tim Karya Komisi-Komisi KAJ.

Tuesday, July 14, 2015

MENGHARAPKAN ISLAH PERMANEN


(Catatan Politik)
Ketika menulis skripsi tentang Golkar, saat yang sama waktu itu, Golkar sedang mengalami problema dan hampir dibubarkan. Problema itu  terus mendera Golkar seiring dengan waktu yang menambah usia partai itu yang semakin tua. Semakin tua beringin itu, semakin dia diterpa pelbagai badai ambisi kekuasaan. Melihat tingkah para politisi, masyarakat umum semakin hari semakin muak dengan situasi yang tengah menjadi tontonan yang  tidak menarik. Tetapi kondisi ini tetap mendera partai-partai politik, seiring dengan ambisi  para elite politik yang haus akan kekuasaan.   
                Dua kubu dalam satu tubuh partai, mencerminkan keterbelahan yang semakin parah. Ketika pilkada serentak yang sudah diambang pintu maka gesekan kedua kubu dalam lindungan “beringin” semakin kuat terasa. Namun ketika kubu Agung Laksono dinyatakan menang dan upaya islah semakin terbuka, walau hanya dalam kesepakatan terbatas. Sebuah kesepakatan yang boleh dikata sebagai kesepakatan ‘terpaksa’ untuk melanggengkan langkah kedua kubu menjaring calon kepala daerah untuk disandingkan calon yang diusung dari  partai lain. Menjadi pertanyaan penting di sini adalah, ke kubu manakah seorang calon kepala daerah yang diusung berdasarkan kesepatakan kedua kubu di partai Golkar itu berpihak?