Tuesday, December 6, 2022

Siapakah Saudaraku?

 

Setelah memberikan materi tentang “siapakah saudaraku” pada anak-anak Persink Gregorius, pikiranku tertuju pada keluarga dan tetangga yang hidup cukup lama di lingkungan RT.  Memahami tema tentang saudara, tidak merujuk pada ikatan keluarga atau ikatan darah. Namun saudara dalam konteks Kristiani menjadi luas, menjangkaui orang lain yang tidak sedarah dan tidak sedaerah. Cara berpikir yang dilontarkan  oleh Yesus melampaui batas-batas primordial. Yesus tidak memandang orang lain dalam lingkungan kerabat  tetapi lebih dari itu, membangun relasi bahkan menyapa orang lain sebagai sahabat-sedarah.

Kisah perumpamaan orang Samaria yang baik hati menjadi rujukan utama dalam memahami esensi dasar sebagai saudara. Memaknai saudara, berarti siap melepaskan ikatan-ikatan primordial yang selama ini dianggap membelenggu kebebasan untuk melihat keluar secara lebih jauh. Orang lain yang berbeda agama dengan kita, tetap kita menjalin relasi dengannya karena esensi nilai agama bermuara pada persentuhan tentang sesama.


Sebelum kita bicara tentang Tuhan dan relasi transendental dengan-Nya, terlebih dahulu kita mengenal dan membangun relasi dengan sesama. Menjumpai dan ada bersama dengan manusia sebagai sesama dan sahabat, menjadikan kita untuk memahami eksistensi Allah dalam kehidupan sehari-hari. “Barang siapa melakukan sesuatu untuk saudaraku yang paling hina, itu ia lakukan untuk Aku.” Memahami puncak dan keberadaan Allah, mestinya dialami dalam peristiwa hidup harian. Allah tidak bisa diraih dalam singgasana-Nya tetapi bisa dirasakan melalui kehadiran orang-orang terdekat. Tanpa berbuat baik pada orang-orang terdekat maka kita tidak pernah mengenal dan merasakan, siapa itu Allah sesungguhnya.***(Valery Kopong)

No comments: