Tuesday, July 22, 2008

Ibu Sumiarsih [60 tahun] bersama anaknya, Sugeng [44 tahun], sudah dieksekusi mati di Surabaya, Sabtu dinihari 19 Juli 2007. Sudah macam-macam upaya yang dilakukan untuk mengubah hukuman mati, tapi gagal. Tinggal 20 tahun di dalam penjara, bertobat, berkelakuan baik, rajin ibadat, sekali-kali tak akan pernah membatalkan hukuman mati.

Ini Indonesia, Bung! Negara yang punya pasal hak asasi manusia di konstitusi, tapi kokoh mempertahankan pidana mati. Maka, Sumiarsih, Sugeng, dan nama-nama lain pun harus meregang nyawa di depan regu tembak.


Mata ganti mata! Gigi ganti gigi! Nyawa ganti nyawa!

Saya terenyuh ketika Bu Sumiarsih dan Sugeng dipertemukan di Rutan Medaeng, Sidoarjo. Sebelumnya Bu Sumiarsih tinggal di Penjara Malang, Sugeng di Penjara Porong, Sidoarjo. Ini isyarat kuat bahwa hari-hari eksekusi segera menjelang. Hampir 20 tahun mereka tak bertemu. Sugeng menggenggam tangan Bu Sumiarsih erat-erat. Begitu pula sebaliknya. Keduanya seakan tak ingin berpisah.

Mari bersiap, mari berdoa! Moga-moga Tuhan kasih tempat terbaik, bertemu di dunia yang lain! Saya tidak tahu apa saja yang dibicarakan Bu Sumiarsih bersama anaknya, Sugeng. Sulit dibayangkan, bertemu sejenak, diawasi tim jaksa dan penjaga penjara, untuk kemudian bersiap di depan regu tembak dua hari kemudian. Ajal memang niscaya. Tapi siapa gerangan yang tak gentar ketika hari-hari hidupnya sudah ditentukan?

Sejumlah jemaat gereja dan rohaniwan menemui Bu Sumiarsih. Berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya selama 20 tahun, para jemaat tak banyak bicara. Mau omong apa? Hanya rasa yang bicara. Dalam hitungan jam Bu Sumiarsih alias Mbah Sih harus ditembak mati. Harus menebus dosanya gara-gara peristiwa hitam di Dukuh Kupang Barat 13 Agustus 1988.

Oh Tuhan, inikah ajal yang telah Tuhan tentukan? Ataukah, ajal manusia ditentukan jaksa eksekutor? Tiba-tiba Bu Sumiarsih angkat bicara: "Mengapa kalian sedih? Saya tidak sedih kok. Bukankah saya sudah bersama Tuhan Yesus? Kita, orang beriman, tidak boleh takut menghadapi situasi macam apa pun."

Ah, Bu Sumiarsih, kata-katamu seperti dikutip berbagai media di Surabaya sungguh tak pernah saya bayangkan. Ini hanya bisa keluar dari mulut insan yang penuh iman, tawakal, dekat dengan Tuhan. Hidup di penjara selama 20 tahun tampaknya telah menempa Bu Sumiarsih sebagai pengikut Yesus Kristus yang teguh.

"Kami sangat terharu mendengar kata-kata Bu Sumiarsih. Ternyata, bukan kami yang menguatkan Bu Sumiarsih, tetapi justru beliau yang menguatkan kami," berkata beberapa jemaat yang sempat menemui Bu Sumiarsih pada saat-saat terakhir.

Jumat, 18 Juli 2008.

Tengah malam, sekitar pukul 22:00 WIB, Bu Sumiarsih dan Mas Sugeng dibawa keluar dari Rutan Medaeng. Berputar-putar selama satu jam, lalu mampir di lapangan terbuka. Tidak penting di lapangan Mapolda Jatim, lahan di Osowilangun, atau di mana.

Toh, di mana saja acara penembakan dua anak manusia, pada saat bersamaan, harus dilakukan. "Demi hukum. Demi undang-undang. Demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa," begitu kira-kira prinsip aparat penegak hukum.

Saya tidak tahu apa yang dikatakan Bu Sumiarsih kepada Tuhan pada detik-detik terakhir. Pula dengan Mas Sugeng. Tapi, mengutip pengacaranya, Pak Tedja Sasmita, Bu Sumiarsih terlihat tenang. Pasrah. "Oh Tuhan, ke dalam tanganmu kuserahkan nyawaku! Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama-Mu!"

Saya membayangkan Bu Sumiarsih menghadapi regu tembak [12 anggota Brimbo Jatim] dengan senyum. Selesai sudah! Umur manusia ternyata begitu pendek. Tak sampai satu menit, begitu perluru bersarang di tubuh fana, roh Bu Sumiarsih pun lepas dari badan. Pula dengan Sugeng. Ibu dan anak ini pun bertemu Sang Khalik!

Di TPU Samaan Malang, sebelum peti jenazah diturunkan, Pendeta Lanny Liem--pembimbing Bu Sumiarsih di penjara selama 20 tahun--menyampaikan kata-kata bijak Bu Sumiarsih kepada sidang jemaat. Lanny berbicara dalam nada yang tegas, layaknya pendeta-pendeta Pentakosta. Berikut kata-kata Bu Sumiarsih:

"Akhir hidup saya ini sudah ditentukan
hari, tanggal dan waktunya
Kepulangan saya bukan sebagai orang jahat,
melainkan sudah takdir dari Tuhan.

Kepada jemaat yang mengikuti pemakaman:
Hidup itu sementara,
kita pasti menghadap Bapa di Surga
Untuk itu, kita harus persiapkan keimanan kita
dan berusaha menebus dosa-dosa
yang pernah kita dilakukan di dunia ini."

Selamat jalan Bu Sumiarsih! Selamat jalan Bu Sumiarsih!


Mengutip kata-kata Rasul Paulus:

“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik,
aku telah mencapai garis akhir
dan aku telah memelihara iman."

Lambertus L. Hurek

0 komentar: