Friday, October 3, 2014

IDUL ADHA: KISAH KURBAN YANG TAK PERNAH SELESAI


Ketika  ngobrol bersama dengan anak-anakku di suatu sore menjelang Idul Kurban, mereka bertanya pada saya. “Pak, Om Eko tetangga kita itu sudah beli satu ekor domba untuk dijadikan kurban pada Idul Adha nanti. Kapan kita beli kambing kurban , pak?” tanya mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Pertanyaan mereka sederhana tetapi kalau ditelusuri lebih jauh, butuh waktu panjang untuk memberikan penjelasan  dari aspek historis-biblis. Dengan nada santai, saya coba memberikan jawaban untuk meyakinkan mereka terhadap domba / hewan kurban dan apa makna di balik itu.
            Sebenarnya  kita (orang Katolik) bisa mengadakan / menghadirkan  kembali kisah penyembelihan anak domba. Kalau seperti Om Eko yang muslim, mereka mengenangkan kembali Ibrahim yang mau mengorbankan Ismail anaknya sebagai kurban. Ujian dari Allah  terhadap Ibrahim  ini tidak  terlaksana dan sebagai gantinya adalah mengurbankan domba.
            Orang-orang Katolik juga mestinya menghidupkan kenangan itu yakni  peristiwa Abraham mempersembahkan Ishak puteranya. Sebenarnya  kita sama-sama menyembelih anak domba untuk mengenangkan Ishak (versi Kristen) dan Ismail (versi Islam). Hanya kita yang Katolik tidak perlu mengorbankan hewan sebagai bentuk persembahan kepada Allah karena Kristus telah menjadi kurban utama untuk menebus manusia.
           
Mengenang “Idul Adha” (Idul Kurban) sebenarnya mengenang titik kesamaan nilai historis-biblis. Sama-sama lahir dari agama Samawi dan sosok Abraham sebagai tokoh historis, Bapa segala bangsa yang darinya kedua agama ini, Kristen dan Islam bertitik tuju pada tokoh ini. Menjadi pertanyaan penting di sini, mengapa kedua agama ini (Islam-Kristen) saling bermusuhan dan terus membangun rasa curiga secara turun-temurun? Atas dasar permusuhan yang berkepanjangan ini mestinya kita bercermin pada sejarah masa lampau karena di sana  kita berjumpa dengan Abraham yang melahirkan Ishak dan Ismail dari ibu yang berbeda.

            Tidak hanya dikenangkan dalam Idul Adha ini adalah penyembelihan hewan kurban sebagai sebuah seremoni belaka, tetapi makna terdalam adalah nilai sebuah pengorbanan yang utuh. Apa yang perlu kita kurbankan, selain dari hewan kurban? Yang kita  kurbankan adalah: egoisme, kerakusan, dendam dan iri hati yang muncul dari dalam diri dan mengemuka pada permukaan hidup sosial manusia. Mengurbankan aspek terdalam yang negatif dan melekat dengan kehidupan manusia, maka suatu ketika kita akan menuai nilai-nilai kebaikan untuk membangun diri, keluarga dan masyarakat luas. Dengan mengurbankan  sisi negatif  ini berarti  melepaskan diri dari belenggu-belenggu yang menjerat kita dalam membangun sebuah toleransi. Toleransi antaragama, terutama Islam-Kristen bisa dibangun secara baik apabila sama-sama memahami makna terdalam dari peristiwa Idul Kurban ini. Idul Kurban menjadi tonggak utama untuk menarik kita kembali mengenang kisah kurban yang tak pernah selesai.***(Valery Kopong)         

0 komentar: