Thursday, July 20, 2017

CREDIT UNION: LAHIR DARI RAHIM MASALAH SOSIAL EKONOMI (catatan sejarah munculnya Credit Union)

Keberadaan Credit Union dan perkembangannya yang semakin pesat membawa dampak yang menggembirakan dan sekaligus membantu para anggota Credit Union. Tetapi  apakah ada yang tahu persis tentang kapan munculnya credit union ini? Sejarah mencatat bahwa pada awal abad ke 19,  musim kelaparan dan musim dingin yang ekstrim menerpa wilayah Jerman. Alam yang tidak bersahabat itu sepertinya menundukkan para penduduknya dan tak berdaya atas kuasa alam.  Peristiwa itu membawa situasi yang serba kritis, yakni menipisnya persediaan makanan dan hal ini berdampak pada kelaparan yang berkepanjan
gan serta mewabahnya penyakit.
          Peristiwa kelaparan ini sangat rentan menerpa masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki persediaan bahan makanan. mereka ini tergolong sebagai petani miskin, mereka yang tidak berpunya. Kesempatan yang sangat kritis ini dimanfaatkan oleh para pemilik modal (lintah darat). Orang-orang yang terkena musibah terus berusaha mencari modal sebagai penopang hidup mereka dan satu-satu  cara yakni memijam uang pada mereka yang berpunya (lintah darat) dengan bunga yang sangat tinggi. Dalam kondisi seperti ini para petani kecil yang bermukim di perkampungan tidak bertahan dan pada akhirnya mereka memutuskan diri untuk merantau ke kota dengan suatu harapan agar nasib hidup mereka bisa berubah menjadi lebih baik.
        

Ular Piton

Romo Sulistiyadi, Pastor Paroki St.Gregorius bersama pak Lukas menangkap ular piton pada Juli 2017 di area gereja

Monday, July 17, 2017

Berbagi Pengalaman Misi

Bersama Pater Vinsen Wangge, SVD
Minggu, 16 Juli 2017, bertempat di rumah Bapak Lipus Wangge, yang terletak di pinggir kali Kampung Karet-Tangerang, saya berjumpa dengan Pater Vinsen Wangge, SVD. Lama kami tidak bertemu, sejak terakhir saya berpisah dari rumah induk Ledalero. Bisa dihitung, kurang lebih belasan tahun kami tidak pernah bertemu tetapi kedekatan secara emosional tetap ada karena kadumi pernah dibentuk dan hidup di bawah satu atap biara. Pater Vinsen Wangge, SVD saya kenal sejak di SMA Seminari San Dominggo-Hokeng. Setelah itu bertemu lagi pada Seminari Tinggi Santo Paulus-Ledalero.

Kurang lebih sembilan tahun, Pater Vinsen Wangge, SVD bekerja sebagai misionaris SVD di Afrika bagian utara. Menurut penuturan beliau bahwa paroki di tempat ia bekerja adalah paroki yang paling miskin. Segala kegiatan pastoral terkadang tersendat karena minimnya dana. Memang, ada langkah yang ditempuh untuk mengatasi minimnya dana adalah meminta bantuan pihak lain, terutama sokongan dana dari SVD. Tantangan lain yang diceritakan adalah bagaimana menghadapi datangnya musim serta pergantiannya yang sangat ekstrim. Umat yang umumnya hidup dari pertanian, dalam setahun hanya sekali mengambil hasil pertanian sedangkan selebihnya aktivitas pertanian terpaksa berhenti karena perubahan musim yang ekstrim serta tidak menjanjikan keberhasilan dalam mengelola pertanian.


rekresi di monas 2017

Monday, July 3, 2017

PATER BURA LULI, SVD : “PASTOR UNTUK PARA GELANDANGAN”



Pater Yakobus Bura Luli, SVD adalah imam pertama  di Stasi Tapobali, Adonara Timur.  Sejak ditahbiskan  pada 3 Juli 1977 di Larantuka, Pater  Bura Luli, SVD bekerja di Provinsi SVD Timor.  Selama menjadi imam di Timor, ada beberapa paroki ditanganinya terutama di wilayah Atambua dan Kefamenanu. Orang-orang Kefa yang mengenalnya, mengatakan Pater Kobus terkenal sebagai pastor yang tegas namun baik hatinya. Cukup lama Pater Kobus bekerja sebagai pastor  kepala di Paroki Santa Theresia Kefamenanu.  Pendiriannya yang tegas dan bisa merangkul kaum muda, membuatnya dikenal di masyarakat luas.
Penjemputan Pater Kobus dan Suster Lidya di Pelabuhan Waiwerang, 3 Juli 2017
Sebagai pastor kepala di Paroki Santa Theresia Kefamenanu, Pater Kobus tidak hanya sibuk mengurus altar saja tetapi juga terjun ke lapangan dan mengurus para gelandangan.  Hampir setiap hari, Pater Yakobus Bura Luli, SVD turun ke jalan-jalan dan mencari  para gelandangan yang suka bertengger di deker-deker tua. Di sanalah Pater bertemu dengan para gelandangan dan berusaha membangun komunikasi dengan mereka. Berkat ketekunan ini, para gelandangan dikumpulkan di sebuah asrama Paroki Santa Theresia Kefamenanu. Kelompok gelandangan yang berhasil dikumpulkan  ini lebih dikenal dengan “kelompok  Jintiu” yang pada akhirnya mengalami perubahan nama, “Kelompok Don Bosco.” Mereka kemudian dibina oleh Pater Kobus Bura Luli dan dilatih untuk bekerja secara mandiri. Semua mereka pada akhirnya sadar dan membangun hidup secara mandiri.