(Sumber inspirasi: Matius 8:1-4)
Di mata orang Yahudi, menderita sakit kusta memberikan gambaran sebuah kutukan dari Allah. Karena itu setiap orang yang terkena penyakit kusta perlu disingkirkan sebagai upaya membersihkan lingkungan dan sekaligus memberikan proteksi bagi mereka yang masih sehat. Pengalaman yang dialami oleh mereka yang menderita penyakit kusta, tidak hanya menyadari diri sebagai yang terkutuk dari Allah tetapi juga disingkirkan dari rumah dan ruang publik. Mereka dibuang ke hutan dan tanpa tahu, berapa lama mereka bisa bertahan hidup.
Membaca teks Injil hari ini, mengingatkan kita akan peran seorang Pastor Damian yang dijuluki sebagai pahlawan Molokai. Pulau Molokai waktu itu, dijadikan sebagai tempat pembuangan orang-orang kusta. Dalam kesepian yang mendera pulau Molokai, Pastor Damian hadir untuk memecah keheningan dan kesepian mereka. Para penderita kusta dilayani oleh Pastor Damian dan sang imam pun pada akhirnya mati bersama dengan penderita kusta.
Kehidupan Pastor Damian sungguh memberikan arti baru bagi mereka yang mengalami penderitaan. Pelayanan Pastor Damian memperlihatkan nilai pengorbanan yang sungguh berarti bagi orang lain. Keberartian hidup Pastor Damian tidak terlepas dari Sang Guru Agung yang diikuti dalam panggilan hidup sebagai imam. Tak ada kasih yang lebih besar selain memberikan Putera Tunggal untuk menebus dosa manusia. Kasih menjadi ruang perjumpaan bagi mereka yang terluka dan kasih yang sama memberikan peneguhan pada mereka yang menderita kusta bahwa sang imam pun turut mati bersama mereka.
Kisah orang-orang kusta dalam Injil hari ini memberikan gambaran pada kita akan peran penting Yesus dalam mengubah nasib hidup mereka. Ketika kusta menghinggapi tubuh mereka, pada saat yang sama, derita itu mulai terasa. Penderitaan yang dialami tidak hanya menderita secara fisik tetapi juga memutus ruang komunikasi dengan orang-orang sekitar. Pernahkah seorang kusta bertanya, kapan aku sembuh dari penyakit kusta? Dalam gambaran masyarakat Yahudi waktu itu, orang yang terkena penyakit kusta tak akan disembuhkan dengan obat mana pun.
“...datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." Penggalan teks ini merupakan sebuah jeritan permintaan dari mereka yang terbebani oleh penyakit kutukan Allah ini. Kerinduan besar memancar dari wajah para penyandang kusta untuk meminta keajaiban yang datang dari Mesias. Iman yang kuat akan Yesus menjadi pinta masuk untuk mengalami kesembuhan. Perjumpaan mereka dengan Yesus membawa harapan baru. Mereka menjadi tahir, bersih dari penyakit yang sudah lama menggerogoti tubuh mereka.
“...pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka." Mengapa Yesus menyuruh mereka untuk memperlihatkan diri pada para imam? Karena para imam dan ahli Taurat memegang otorita untuk menyingkirkan mereka yang kusta dan setelah sembuh, mereka harus memperlihatkan diri pada para imam. Para imam dan ahli Taurat harus mengembalikan mereka dalam kehidupan sosial. Pemulihan nama baik menjadi langkah pertama untuk menerima kembali masuk dalam kehidupan sosial. Peristiwa penyembuhan ini tidak menjadi milik para kusta tetapi juga merupakan bentuk pewartaan akan Kerajaan Allah yang berpihak pada mereka yang tersingkir.
Berjumpa dengan Yesus pasti membawa sebuah perubahan. Kegembiraan yang dialami oleh orang-orang eks kusta menjadi suka cita bersama. Hanya dalam iman akan Yesus, mereka bisa mengalami pembersihan diri dari penyakit. Penyakit tidak membawa orang kusta dalam kebinasaan tetapi melalui penyakit yang tersembuhkan itu, anak Allah dimuliakan.
Kita belajar dari Pastor Damian yang memandang orang kusta sebagai orang-orang kesayangan yang perlu mendapatkan kasih dan perhatian. Pastor Damian mati sebagai tanda cintanya pada mereka yang tersingkir. Yesus pun berpihak pada orang-orang kecil dan pada titik puncak resiko mewartakan kerajaan Allah, Ia harus dihukum mati agar manusia mengalami kematian “manusia lama” dan karena kebangkitan-Nya kita mengalami pembebasan dari belenggu dosa.***
Valery Kopong
Penyuluh Agama Katolik
Pada Bimas Katolik – Kanwil Kemenag Provinsi Banten
0 komentar:
Post a Comment