Pengantar Redaksi: Paulus
yang sebelum pertobatannya dikenal sebagai Saulus, lahir di Tarsus, Kilikia,
sebuah pusat perdagangan terkenal di bagian Tenggara Asia Kecil (sekarang
wilayah Turki). Tanggal lahir Paulus tidak diketahui secara pasti tapi
diperkirakan ia dilahirkan sekitar tahun
10 sesudah Masehi. Paulus adalah seorang
Israel dari suku Benyamin dan disunat pada hari kedelapan (Filipi 3:5). Dalam
teks yang sama ini Paulus mengatakan bahwa ia adalah seorang Farisi yang
berpendirian teguh. Dikatakan bahwa Paulus menyandang dua nama yakni nama
Romawi (Paulus) dan nama Yahudi (Saulus) (Kis 7:58; 8:1). Melalui proses tawar-menawar waktu yang sangat lama, tim Redaksi Voluntas
berhasil mewawancarainya di selah-selah keheningan. Sayangnya, fotografer tidak
bisa membidik wajahnya karena memang ia tak kelihatan lagi di muka bumi ini.
Redaksi
Voluntas: Selamat pagi Pak Paulus!!
Paulus: Selamat
pagi juga. Ada apa ni? Pagi-pagi sudah bertemu dengan saya? Dari mana kalian?
Redaksi Voluntas:
Kami dari Majalah Voluntas, mau bertemu Kang Paul untuk berbicara seputar masa
lampau Bapak. Boleh kan?
Paulus: Boleh aja.
Tapi saya malu kalau pengalaman masa lalu diungkit kembali. Namun demi
pembelajaran umat, saya bisa menceritakan seluruh apa yang saya alami. Saya
berusaha untuk mengingat kembali apa yang saya alami. Maklum, saya semakin tua,
tubuh semakin rapuh dan ingatan semakin melemah.
Redaksi Voluntas:
Bolehkah Kang Paul menceritakan sedikit mengenai kehidupan awal sebelum
mengalami pertobatan?
Paulus: Saya benci
terhadap orang-orang yang menamakan diri pengikut Kristus. Awal kebencian ini
merupakan momentum hitam bagi saya untuk menutup diri dan berusaha melenyapkan
siapa saja yang percaya bahkan mengikuti ajaran Yesus. Dua aspek yang sangat
terkenal dalam kehidupan saya sebelum percaya pada Kristus adalah ketaatan terhadap Hukum Taurat sebagai seorang Farisi
dan penganiayaan mereka yang percaya akan Kristus. Bisa Anda baca dalam Filipi 3:5-6; Galatia 1:13, 23; 1 Kor 15:9. Saya menggambarkan ketaatan
saya pada Hukum Musa sebagai tidak bercacat (Filipi 3:6). Ketaatan saya yang
berlebihan ini, barangkali membuka peluang bagi saya untuk membenci hukum-hukum
dan ajaran-ajaran lain.
Dalam perjalanan
ke Damsyik untuk meneruskan penganiayaan terhadap mereka yang menamakan diri
sebagai pengikut Yesus dan ajaran, saya mengalami peristiwa bersejarah yang
dapat mengubah hidupku sendiri. Saya terjatuh dari kuda karena tersorot oleh
sinar yang amat tajam yang mengarah pada mataku. Saya terjatuh bersama kuda
kesayangan. Saya tidak sadar selama beberapa hari. Pengalaman ini bukan
semata-mata pewahyuan diri Yesus; pengalaman itu juga merupakan suatu panggilan
untuk memberitakan Yesus kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Redaksi Voluntas:
Bagaimana Kang Paul bisa melakukan pewartaan terutama memberitakan tentang
Yesus dan ajaran-Nya? Bagaimana reaksi orang-orang di sekitarnya?
Paulus: Pengalaman
tragis yang mengubah hidupku seperti yang saya paparkan di atas, terjadi
sekitar tahun 35 Masehi. Dan tentang reaksi umat sekitar tentu berbeda. Siapa
yang tidak kaget kalau orang yang sebelumnya tidak percaya akan Yesus bahkan
membunuh orang-orang yang percaya pada-Nya tetapi kemudian berbalik untuk
bersahabat dengan mereka yang percaya pada-Nya dan saya sendiri menjadi pewarta
tentang Yesus. Reaksi mereka tentu senang terutama komunitas-komunitas yang
percaya akan Yesus.
Kurang lebih tiga tahun kemudian, karya misioner saya
pusatkan di sekitar kota Damsyik dan daerah bagian selatan dan timur kota itu.
Saya sendiri memulai karya-karya misioner di daerah-daerah yang penduduknya
bukan Yahudi. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan pengalaman saya akan Yesus
yang bangkit. Seperti kehidupan Yesus, karya-Nya, sengsara dan bangkit demi
seluruh umat manusia tanpa membedakan kelompok-kelompok tertentu maka saya
sendiri juga dituntut dan dituntun untuk keluar dari diri untuk melawan ego
sektoral. Pengalaman-pengalaman saya ketika mewartakan karya di tengah kelompok
bukan Yahudi dapat memberi spirit baru dan saya melihat karakter
kelompok-kelompok yang berbeda dengan lingkungan Kristen-Yahudi dari Gereja
Yerusalem.
Redaksi Voluntas: Kami
mendapat informasi bahwa setelah bertobat dan menjadi pewarta sabda, Kang
sendiri ke Yerusalem. Di sana Kang bertemu dengan Petrus dan Yakobus. Setelah
pulang dari Yerusalem, tempat yang mana lagi yang menjadi sasaran pewartaan
Kang?
Paulus: Setelah kembali dari kunjungan pertama ke Yerusalem,
saya berkarya di daerah-daerah Siria dan Kilikia. Saya berkarya di sana selama
10 tahun (tahun 38-48 Masehi). Kegiatan ini saya anggap sebagai misi pertama.
Seluruh kegiatan saya pusatkan di Antiokia dan
Siria. Di luar Yerusalem, Antiokia menjadi pusat pewartaan terbesar kekristenan
perdana pada masa itu. Jemaat di Antiokia terdiri dari kalangan bangsa bukan
Yahudi yang bertobat.
Redaksi
Voluntas: Mengapa Gereja mengakui Paulus sebagai rasul terbesar dan
bukannya Petrus?
Paulus: Ya, saya
sendiri tidak terlalu tahu. Itu kan julukan yang diberikan Gereja, bukan saya
sendiri yang menjuluki diri sendiri sebagai rasul terbesar. Barangkali Gereja
melihat pengalaman pertobatan saya dan keberanian saya untuk keluar dari
lingkungan Yahudi untuk mewartakan Yesus. Kalau Petrus sendiri mewartakan Yesus
dan ajaran-Nya dalam lingkungan orang-orang
yang bersunat, sedangkan saya sendiri mewartakan Yesus dan ajaran-Nya di
lingkungan orang-orang yang tidak bersunat.Di sinilah saya mengalami pengalaman
passing over (pengalaman beralih).***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment