Monday, March 19, 2018

Paulus dan Pengalaman Passing Over (Wawancara Imajiner)


Pengantar Redaksi: Paulus yang sebelum pertobatannya dikenal sebagai Saulus, lahir di Tarsus, Kilikia, sebuah pusat perdagangan terkenal di bagian Tenggara Asia Kecil (sekarang wilayah Turki). Tanggal lahir Paulus tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ia dilahirkan sekitar  tahun 10 sesudah  Masehi. Paulus adalah seorang Israel dari suku Benyamin dan disunat pada hari kedelapan (Filipi 3:5). Dalam teks yang sama ini Paulus mengatakan bahwa ia adalah seorang Farisi yang berpendirian teguh. Dikatakan bahwa Paulus menyandang dua nama yakni nama Romawi (Paulus) dan nama Yahudi (Saulus) (Kis 7:58; 8:1).  Melalui proses tawar-menawar  waktu yang sangat lama, tim Redaksi Voluntas berhasil mewawancarainya di selah-selah keheningan. Sayangnya, fotografer tidak bisa membidik wajahnya karena memang ia tak kelihatan lagi di muka bumi ini.
=====================================================================================
Redaksi Voluntas: Selamat pagi Pak Paulus!!
Paulus: Selamat pagi juga. Ada apa ni? Pagi-pagi sudah bertemu dengan saya? Dari mana kalian?
Redaksi Voluntas: Kami dari Majalah Voluntas, mau bertemu Kang Paul untuk berbicara seputar masa lampau Bapak. Boleh kan?
Paulus: Boleh aja. Tapi saya malu kalau pengalaman masa lalu diungkit kembali. Namun demi pembelajaran umat, saya bisa menceritakan seluruh apa yang saya alami. Saya berusaha untuk mengingat kembali apa yang saya alami. Maklum, saya semakin tua, tubuh semakin rapuh dan ingatan semakin melemah.  
Redaksi Voluntas: Bolehkah Kang Paul menceritakan sedikit mengenai kehidupan awal sebelum mengalami pertobatan?
Paulus: Saya benci terhadap orang-orang yang menamakan diri pengikut Kristus. Awal kebencian ini merupakan momentum hitam bagi saya untuk menutup diri dan berusaha melenyapkan siapa saja yang percaya bahkan mengikuti ajaran Yesus. Dua aspek yang sangat terkenal dalam kehidupan saya sebelum percaya pada Kristus adalah ketaatan  terhadap Hukum Taurat sebagai seorang Farisi dan penganiayaan mereka yang percaya akan Kristus.  Bisa Anda baca dalam Filipi 3:5-6;  Galatia 1:13, 23;      1 Kor 15:9. Saya menggambarkan ketaatan saya pada Hukum Musa sebagai tidak bercacat (Filipi 3:6). Ketaatan saya yang berlebihan ini, barangkali membuka peluang bagi saya untuk membenci hukum-hukum dan ajaran-ajaran lain.
                                                Dalam perjalanan ke Damsyik untuk meneruskan penganiayaan terhadap mereka yang menamakan diri sebagai pengikut Yesus dan ajaran, saya mengalami peristiwa bersejarah yang dapat mengubah hidupku sendiri. Saya terjatuh dari kuda karena tersorot oleh sinar yang amat tajam yang mengarah pada mataku. Saya terjatuh bersama kuda kesayangan. Saya tidak sadar selama beberapa hari. Pengalaman ini bukan semata-mata pewahyuan diri Yesus; pengalaman itu juga merupakan suatu panggilan untuk memberitakan Yesus kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Redaksi Voluntas: Bagaimana Kang Paul bisa melakukan pewartaan terutama memberitakan tentang Yesus dan ajaran-Nya? Bagaimana reaksi orang-orang di sekitarnya?
Paulus: Pengalaman tragis yang mengubah hidupku seperti yang saya paparkan di atas, terjadi sekitar tahun 35 Masehi. Dan tentang reaksi umat sekitar tentu berbeda. Siapa yang tidak kaget kalau orang yang sebelumnya tidak percaya akan Yesus bahkan membunuh orang-orang yang percaya pada-Nya tetapi kemudian berbalik untuk bersahabat dengan mereka yang percaya pada-Nya dan saya sendiri menjadi pewarta tentang Yesus. Reaksi mereka tentu senang terutama komunitas-komunitas yang percaya akan Yesus. 
Kurang lebih tiga tahun kemudian, karya misioner saya pusatkan di sekitar kota Damsyik dan daerah bagian selatan dan timur kota itu. Saya sendiri memulai karya-karya misioner di daerah-daerah yang penduduknya bukan Yahudi. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan pengalaman saya akan Yesus yang bangkit. Seperti kehidupan Yesus, karya-Nya, sengsara dan bangkit demi seluruh umat manusia tanpa membedakan kelompok-kelompok tertentu maka saya sendiri juga dituntut dan dituntun untuk keluar dari diri untuk melawan ego sektoral. Pengalaman-pengalaman saya ketika mewartakan karya di tengah kelompok bukan Yahudi dapat memberi spirit baru dan saya melihat karakter kelompok-kelompok yang berbeda dengan lingkungan Kristen-Yahudi dari Gereja Yerusalem.
Redaksi Voluntas:   Kami mendapat informasi bahwa setelah bertobat dan menjadi pewarta sabda, Kang sendiri ke Yerusalem. Di sana Kang bertemu dengan Petrus dan Yakobus. Setelah pulang dari Yerusalem, tempat yang mana lagi yang menjadi sasaran pewartaan Kang?
Paulus:  Setelah kembali dari kunjungan pertama ke Yerusalem, saya berkarya di daerah-daerah Siria dan Kilikia. Saya berkarya di sana selama 10 tahun (tahun 38-48 Masehi). Kegiatan ini saya anggap sebagai misi pertama. Seluruh kegiatan saya pusatkan di Antiokia dan  Siria. Di luar Yerusalem, Antiokia menjadi pusat pewartaan terbesar kekristenan perdana pada masa itu. Jemaat di Antiokia terdiri dari kalangan bangsa bukan Yahudi yang bertobat.
Redaksi Voluntas: Mengapa Gereja mengakui Paulus sebagai rasul terbesar dan bukannya Petrus?
Paulus: Ya, saya sendiri tidak terlalu tahu. Itu kan julukan yang diberikan Gereja, bukan saya sendiri yang menjuluki diri sendiri sebagai rasul terbesar. Barangkali Gereja melihat pengalaman pertobatan saya dan keberanian saya untuk keluar dari lingkungan Yahudi untuk mewartakan Yesus. Kalau Petrus sendiri mewartakan Yesus dan ajaran-Nya dalam lingkungan orang-orang  yang bersunat, sedangkan saya sendiri mewartakan Yesus dan ajaran-Nya di lingkungan orang-orang yang tidak bersunat.Di sinilah saya mengalami pengalaman passing over  (pengalaman beralih).***(Valery Kopong) 
                 

0 komentar: