Thursday, November 3, 2016

ORANG-ORANG KALAH



Beberapa waktu yang lalu, saya menerima sebuah pesan singkat dari seorang teman yang memberitakan  pada saya mengenai judul bukunya yang mau diterbitkan di Yogyakarta. Judul bukunya  “Orang-orang Kalah.”  Saya lalu bertanya, kira-kira apa isi dari  buku yang diberi judul orang-orang kalah? Dia lalu memberikan jawaban bahwa bukunya itu menceritakan tentang  seluruh pewartaan dan pengorbanan Yesus yang selalu  mengendepankan diri sebagai orang  yang mengalah pada situasi, demi sebuah nilai yang lebih tinggi. Ketika kehadiran Yesus sebagai  Mesias (penyelamat dunia)  di dunia, Ia ditolak oleh orang-orang Israel  karena  konsep kemesiasan orang Israel adalah  seorang pemimpin yang tampil dengan gagah perkasa dan bisa menumpas  para penjajah agar  mereka terhindar dari tekanan kolonial.
                  Walaupun tidak bersalah tetapi Yesus diadili dan dijatuhi hukuman mati.  Yesus  tidak membela diri, Yesus tidak mencari pengacara kondang untuk membela agar terhindar tuduhan itu tetapi  apa yang dilakukan terhadapnya, diterima dengan tangan terbuka. Di sini kita melihat ketakberdayaan Yesus  di hadapan hukum duniawi  dan orang-orang yang memiliki kekuasaan. Sikap seperti  ini ditunjukkan oleh Yesus kepada kita, tidak lewat kata-kata tetapi lewat perbuatan. Ia telah menunjukkan kepada kita sebuah jalan salib kehidupan, jalan penuh liku dan tantangan.
Bahwa cinta kasih yang diwartakan oleh Yesus adalah cinta total, cinta paripurna yang Ia tunjukkan pada saat ketika berhadapan dengan kayu salib. Salib dipikul  pada sebuah jalan panjang, dari rumah Pilatus menuju puncak Golgota, semestinya Ia mengajak kita untuk menengadah sambil melihat kesempurnaan cinta yang mendekati keselamatan.    Pada puncak bukit Golgota, tempat Yesus disalibkan, dari ketinggian bukit itu Ia membuka mata kita untuk melihat  betapa penderitaan yang dialami oleh manusia yang mesti ditanggung dalam Dia. 
               

Tuesday, October 11, 2016

MENCARI SOLUSI UNTUK GEREJA SANTA BERNADETH-CILEDUG

Persoalan mengenai Gereja Paroki Santa Bernadeth-Ciledug-Kota Tangerang sepertinya tak pernah selesai. Sejak berdiri menjadi sebuah paroki mandiri, terhitung tanggal 11 Februari 1990, banyak mengalami hambatan dalam mendirikan gereja.  Karena belum mendapatkan IMB maka umat paroki Santa Bernadeth  menggunakan beberapa tempat untuk mengadakan ekaristi terutama pada hari minggu. Persoalan mencuat ketika umat paroki tidak diijinkan lagi mengadakan Ekaristi yang selama itu menggunakan aula sekolah Sang Timur. Banyak penolakan terjadi dan bahkan Gus Dur waktu itu hadir bersama umat paroki untuk menyelesaikan masalah ini pun diusir.
            Umat sepertinya tidak berhenti untuk mencari lokasi untuk mendirikan gereja paroki. Setelah duapuluhan tahun berjuang, gereja paroki akhirnya mendapat IMB dari wali kota Tangerang, Wahidin Halim. IMB Gereja Santa Bernadeth yang dikeluarkan oleh Wali kota Tangerang tertanggal 22 Agustus 2013, sepertinya tidak membawa kegembiraan. Banyak pihak berusaha untuk menjegal bahkan menuntut untuk dicabutnya IMB ini dengan alasan sederhana, bahwa keberadaan gereja mengganggu warga sekitar. Apakah lokasi gereja yang letaknya di gerbang perumahan Graha Raya mengganggu warga sekitar? Kalau melihat lokasi yang berada di pinggir jalan perumahan dan tidak mengganggu orang lain. Informasi yang didapat adalah ada kesalahan prosedur terutama mengenai KTP warga tetapi setelah dilengkapi,  juga terus dipersoalkan.
            Karena desakan dan penuntutan pencabutan IMB ini maka proses penyelesaian masalah ini ditempuh melalui jalur hukum. Persoalan ini diselesaikan melalui PTUN Serang dan pihak gereja Santa Bernadeth  dinyatakan kalah. Keputusan ini dikeluarkan pada tanggal 11 Desember 2014, No.31 G/2014PTUN SRG. Dengan keputusan yang mengalahkan pihak gereja ini maka mendorong pihak gereja untuk naik banding ke PTUN Jakarta. Walaupun sudah naik banding tetapi kekalahan tetap didapatkan oleh pihak gereja. Keputusan PTUN Jakarta yang menyatakan kekalahan gereja, tertanggal 8 Mei 2015, No.49 B/2015 PTUN JKT.
           

Wednesday, August 31, 2016

BERSAKSI TENTANG “RASA”

         
Ji-Pong,  merek  sambel botol itu. Aku memesan dua botol dari Yogyakarta. Beberapa hari aku menunggu kedatangan sambel itu dan memikirkan, seperti apa rasanya ketika lidah ini menyicipinya? Sore itu, ketika aku pulang kerja, melihat sebuah kemasan di atas meja dalam rumahku. Sepertinya aku tidak sabaran lagi untuk menyicipi sambel buatan Laurentina Linuwih bersama suaminya. Di kota gudeg itu, pasangan ini dengan tekun dan setia meracik bumbu-bumbu untuk menjadi sambel yang bernilai rasa tinggi.
            Mengapa rasa yang selalu ditonjolkan saat berhadapan dengan semua makanan yang dimakan, termasuk sambel? Ya, hanya rasa yang memberikan kelekatan dan kedekatan dengan peramu dan pembuat makanan ataupun  sambel. Sambel menjadi penyedap rasa dan memanjakan lidah untuk terus bergoyang   kalau sambel itu enak rasanya dan juga tak lupa menawarkan rasa pedas.
            Ji-pong, semenjak aku memesannya, selalu hadir menemani lidahku saat makan. Walaupun makanan lain terasa kurang enak tetapi karena Ji-Pong, sambel pilihanku itu maka semua makanan menjadi terasa nikmat. Sambel Ji-Pong, sepertinya menawarkan kenikmatan tersendiri saat makan karena itu kehadiran Ji-Pong memberi rasa pada lidahku dan juga memberikan semangat pada selera makanku. Rasanya enak dan pedas sehingga berkali-kali terpaksa  aku berkerut dahi menahan pedasnya Ji-Pong.  
Spesial Sambel Kecap JI Pong, pedasnya Linuwih, level pedas
1. Pedas
2. Super Pedas
3. Super Duper Pedas
4. Super Duper Double Pedas
5. Super Duper Triple Pedas
Tersedia juga
1.Sambel Trasi
2. Sambel Bawang
Tanpa MSG, tanpa pengental,
tanpa pengawet...

            Untuk menambah gairah makan Anda, maka hadirkanlah Ji-Pong sebagai peneman utama untuk memberi rasa pada lidah Anda. Tak lupa pula, bagi yang berminat, silakan hubungi dan pesanlah pada sang empunya peramu. Harga terjangkau, rasa tertambat.  (Valery Kopong)

Friday, August 26, 2016

PELATIHAN JURNALISTIK



Pelatihan jurnalistik, Jumat 26 Agustus 2016 di SMA Tarsisius Vireta . Hadir juga Karin, penulis novel  "Angel in me"