“Bapak kami
yang ada di surga.” Itulah penggalan awal doa Bapak Kami, sebuah doa yang
diajarkan oleh Yesus sendiri kepada kita. Ketika mendaraskan doa ini, terasa
Bapa itu masih jauh dari hadapan manusia, Allah yang transenden. Sepertinya ada
paradox antara pemahaman Katolik tentang Allah yang imanen, yang menetap di
hati kita tetapi pada saat yang sama ketika doa Bapa Kami itu didaraskan, orang
merasa bahwa Allah itu masih jauh, kurang terlibat dengan kehidupan manusia.
Doa menjadi titik simpul setiap
manusia yang memohon keberpihakkan Allah dalam hidupnya. Permohonan konkret
yang dibuat manusia melalui doa Bapa Kami adalah memohon kerajaan Allah yang
berpihak dan rejeki yang berlimpah. Kerajaan Allah bukanlah kerajaan utopia,
tetapi Allah sedang hadir dan ada dalam kehidupan manusia ketika pesan
pewartaan Yesus yang berpihak pada yang lemah, miskin dan tersingkir.
Buku ini hadir, seakan menjadi
sebuah jembatan yang mempertemukan konsep pemahaman yang utuh akan Allah, yang
tidak menunjukkan keberadaan yang sangat jauh tetapi lebih dari itu, Allah yang
selalu terlibat dengan kehidupan kita, Allah yang selalu berbela rasa. Bapa
kami yang ada di bumi, membahasakan figur Allah yang menetap di bumi dan
mendengarkan seluruh keluhan manusia. Allah selalu terlibat dalam gerak laku
manusia. Apakah manusia menyadari bahwa Allah sungguh hadir di dalam
kehidupannya? Ataukah manusia terus merasa jauh dan asing dari kehidupannya
sendiri sehingga tak pernah merasakan kehadiran Allah? ***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment