“Jangan berjalan di depan aku karena aku bukan pengikutmu. Jangan
berjalan di belakang aku, karena aku bukan pemimpinmu. Berjalanlah di samping
kiri dan kananku karena kamu adalah sahabat-sahabat-Ku”
Setelah mengutuk pohon ara,
lagi-lagi Yesus memberikan kehebohan tersendiri bagi orang-orang yang hidup di
sekitar terutama bagi mereka merasa terancam dengan kehadiran Yesus. Ketika
berada di bait Allah yang menjadi pusat kegiatan keagamaan, kuasa untuk
mengutuk pohon ara dan kuasa untuk melakukan hal lain di luar jangkauan ratio
manusia, para ahli Taurat dan imam-imam kepala mempertanyakan dari mana kuasa
yang dipakai Yesus untuk menghalau segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi
mungkin.
Kuasa
yang dimiliki Yesus membawa garis pergeseran yang tegas bagi mereka yang mapan
dengan pengetahuan akan kitab suci dan menamakan diri saleh di hadapan Allah.
Para imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat selalu memperlihatkan aspek lahiriah
sebagai jembatan untuk mendapat legitimasi dari masyarakat sekitar dan yang
terpenting bagi mereka adalah menggapai sorga yang harus dilalui dengan proses
beralih dari dunia ini. Kecaman-kecaman Yesus yang terus dilontarkan dihadapan
publik, mau menunjukkan sikap revolusioner dan melawan arus guna menunjukkan
sebuah pewartaan yang hakiki tentang janji keselamatan yang harus diterima
dengan hati yang lapang dan sikap yang sesuai dengan tuntutan Allah sendiri.
Kisah
Yesus mengutuk pohon ara dan dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai kuasa
Yesus, menceritakan secara sederhana tentang upaya Yesus merombak situasi yang
tengah dialami oleh orang-orang Israel. Mengutuk pohon ara mengibaratkan umat
Israel yang dihukum karena tidak menghasilkan buah-buah pertobatan. Israel
sebagai bangsa pilihan Allah, warisan berharga di mata Allah, namun perilaku
yang ditunjukkan dalam keseharian hidup jauh dari harapan Allah, jauh dari
sentuhan nilai dan norma yang digariskan dalam hukum Taurat.
Siapakah
Yesus itu sehingga dapat melakukan mukjizat?
Dari mana kuasa yang dimilikinya? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang
memperlihatkan keraguan dan tanda tanya di tengah-tengah bangsa yang dijanjikan
Allah akan sang juru selamat. Bagaimana
mungkin seorang juru selamat datang dari tengah-tengah mereka? Adakah sesuatu
yang baik datang dari Nazareth? Inilah bentangan litani panjang yang
mengisahkan munculnya Sang Juru selamat ke tengah orang-orang yang sudah
dijanjikan keselamatan itu sendiri. Allah telah membuka “ruang refleksi” bagi
mereka yang melihat apa yang terjadi dan bisa menyimpulkan sendiri, dibalik
peristiwa-peristiwa besar yang menghebohkan dunia. Pohon ara dikutuk,
orang-orang lumpuh disembuhkan, orang kusta ditahirkan, orang buta dibuat-Nya
melihat tetapi rupanya itu belum cukup membuka mata mereka untuk melihat
tanda-tanda akan datangnya kerajaan Allah yang semakin dekat.
Yesus, di dalam peristiwa penyembuhan dan
pelbagai mukjizat lain yang dilakukannya,
tidak secara vulgar menunjukkan kehebatan-Nya sebagai putera Allah yang
bisa mematahkan rintangan-rintangan yang dialami oleh mereka yang tak berdaya.
Yesus hanya tampil sebagai manusia biasa dan mukjizat yang dilakukan sebagai
bagian penting dalam mewartakan kerajaan Allah yang sudah dekat. Kerajaan Allah yang ditawarkan Yesus adalah
kerajaan yang penuh damai, penuh sukacita , karenanya, mereka yang masuk dan
mengalami suasana sukacita itu harus lepas-bebas dari segala ikatan yang
membelenggu agar dengan leluasa mengalami kesempurnaan kasih Allah sendiri.
Mereka
yang mendapat sentuhan Allah dan menjadi sehat di hadapan-Nya, adalah mereka
yang berani membuka diri, membiarkan Allah bekerja di dalam diri mereka.
Orang-orang sederhana ini memperlihatkan, bagaimana Allah begitu dekat dengan
mereka dan sekaligus sebagai “pintu masuk” bagi Allah untuk memperlihatkan
bahwa di dalam diri orang-orang kecil, yang tersingkir dari gesekan kehidupan,
sedang melihat kerajaan baru yang berpihak
pada mereka. Sebuah kerajaan yang merangkul mereka, dan berpihak pada ketidaksanggupan mereka.
Saudara-saudari
yang terkasih, terkadang kita pun masih merasa jauh dari sentuhan Allah
sendiri. Allah yang kita imani bukanlah Allah yang transenden tetapi Allah yang
imanen, dekat dengan keseharian hidup kita. Ia telah mengutus Putera-Nya ke
dunia, bukan sebagai seorang pemimpin yang memerintah dengan tangan besi tetapi
merangkul dengan kasih. Janganlah kita mengikut para imam-imam kepala dan
ahli-ahli Taurat dan mempertanyakan tentang kuasa Yesus. Tetapi yakinlah bahwa
Ia yang diutus sudah datang sebagai Sang Prabu
Damai.***(Valery Kopong)
Sumber Inspirasi Matius 21:23-27