Friday, August 7, 2020

Pohon Ara Yang Tidak Produktif

 

“Jangan berjalan di depan aku karena aku bukan pengikutmu. Jangan berjalan di belakang aku, karena aku bukan pemimpinmu. Berjalanlah di samping kiri dan kananku karena kamu adalah sahabat-sahabat-Ku”

 

Setelah mengutuk pohon ara, lagi-lagi Yesus memberikan kehebohan tersendiri bagi orang-orang yang hidup di sekitar terutama bagi mereka merasa terancam dengan kehadiran Yesus. Ketika berada di bait Allah yang menjadi pusat kegiatan keagamaan, kuasa untuk mengutuk pohon ara dan kuasa untuk melakukan hal lain di luar jangkauan ratio manusia, para ahli Taurat dan imam-imam kepala mempertanyakan dari mana kuasa yang dipakai Yesus untuk menghalau segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.  

            Kuasa yang dimiliki Yesus membawa garis pergeseran yang tegas bagi mereka yang mapan dengan pengetahuan akan kitab suci dan menamakan diri saleh di hadapan Allah. Para imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat selalu memperlihatkan aspek lahiriah sebagai jembatan untuk mendapat legitimasi dari masyarakat sekitar dan yang terpenting bagi mereka adalah menggapai sorga yang harus dilalui dengan proses beralih dari dunia ini. Kecaman-kecaman Yesus yang terus dilontarkan dihadapan publik, mau menunjukkan sikap revolusioner dan melawan arus guna menunjukkan sebuah pewartaan yang hakiki tentang janji keselamatan yang harus diterima dengan hati yang lapang dan sikap yang sesuai dengan tuntutan Allah sendiri.

            Kisah Yesus mengutuk pohon ara dan dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai kuasa Yesus, menceritakan secara sederhana tentang upaya Yesus merombak situasi yang tengah dialami oleh orang-orang Israel. Mengutuk pohon ara mengibaratkan umat Israel yang dihukum karena tidak menghasilkan buah-buah pertobatan. Israel sebagai bangsa pilihan Allah, warisan berharga di mata Allah, namun perilaku yang ditunjukkan dalam keseharian hidup jauh dari harapan Allah, jauh dari sentuhan nilai dan norma yang digariskan dalam hukum Taurat.

            Siapakah Yesus itu sehingga dapat melakukan mukjizat?  Dari mana kuasa yang dimilikinya? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang memperlihatkan keraguan dan tanda tanya di tengah-tengah bangsa yang dijanjikan Allah akan sang juru selamat.  Bagaimana mungkin seorang juru selamat datang dari tengah-tengah mereka? Adakah sesuatu yang baik datang dari Nazareth? Inilah bentangan litani panjang yang mengisahkan munculnya Sang Juru selamat ke tengah orang-orang yang sudah dijanjikan keselamatan itu sendiri. Allah telah membuka “ruang refleksi” bagi mereka yang melihat apa yang terjadi dan bisa menyimpulkan sendiri, dibalik peristiwa-peristiwa besar yang menghebohkan dunia. Pohon ara dikutuk, orang-orang lumpuh disembuhkan, orang kusta ditahirkan, orang buta dibuat-Nya melihat tetapi rupanya itu belum cukup membuka mata mereka untuk melihat tanda-tanda akan datangnya kerajaan Allah yang semakin dekat.        

               Yesus, di dalam peristiwa penyembuhan dan pelbagai mukjizat lain yang dilakukannya,  tidak secara vulgar menunjukkan kehebatan-Nya sebagai putera Allah yang bisa mematahkan rintangan-rintangan yang dialami oleh mereka yang tak berdaya. Yesus hanya tampil sebagai manusia biasa dan mukjizat yang dilakukan sebagai bagian penting dalam mewartakan kerajaan Allah yang sudah dekat.  Kerajaan Allah yang ditawarkan Yesus adalah kerajaan yang penuh damai, penuh sukacita , karenanya, mereka yang masuk dan mengalami suasana sukacita itu harus lepas-bebas dari segala ikatan yang membelenggu agar dengan leluasa mengalami kesempurnaan kasih Allah sendiri.

            Mereka yang mendapat sentuhan Allah dan menjadi sehat di hadapan-Nya, adalah mereka yang berani membuka diri, membiarkan Allah bekerja di dalam diri mereka. Orang-orang sederhana ini memperlihatkan, bagaimana Allah begitu dekat dengan mereka dan sekaligus sebagai “pintu masuk” bagi Allah untuk memperlihatkan bahwa di dalam diri orang-orang kecil, yang tersingkir dari gesekan kehidupan, sedang melihat kerajaan baru yang berpihak  pada mereka. Sebuah kerajaan yang merangkul mereka, dan  berpihak pada ketidaksanggupan mereka.

            Saudara-saudari yang terkasih, terkadang kita pun masih merasa jauh dari sentuhan Allah sendiri. Allah yang kita imani bukanlah Allah yang transenden tetapi Allah yang imanen, dekat dengan keseharian hidup kita. Ia telah mengutus Putera-Nya ke dunia, bukan sebagai seorang pemimpin yang memerintah dengan tangan besi tetapi merangkul dengan kasih. Janganlah kita mengikut para imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat dan mempertanyakan tentang kuasa Yesus. Tetapi yakinlah bahwa Ia yang diutus sudah datang sebagai Sang Prabu Damai.***(Valery Kopong)

Sumber Inspirasi Matius 21:23-27

 

0 komentar: