Thursday, July 2, 2020

Rahmat Pengampunan

Pada saat saya mengikuti " live in" di lereng gunung merapi, saya merasa ada praktek rohani yang pantas diteladani. Apa itu? Beberapa umat katolik yang akan mengikuti perayaan ekaristi melaksanakan pengakuan dosa. Mereka menyadari betapa hati mereka rapuh dan banyak dosa, maka mereka mengaku dosa sebelum menerima komuni suci, sehingga mereka merasa pantas untuk menyambut Yesus.

Saya rasa praktek rohani ini hendaknya menjadi refleksi kita bersama. Banyak umat saat ini yang diberi kesempatan untuk menerima sakramen pengakuan dosa tidak memanfaatkan rahmat sakramen pengampunan dosa itu dengan baik. Kapan terakhir kita menerima sakramen pengakuan dosa?

Bacaan Iniil pada hari  ini mengajarkan dan mengingatkaan kepada kita betapa rahmat sakramen pengampunan dosa sangat dibutuhkan bagi pemulihan kehidupan rohani kita. Yesus menyembuhkan orang sakit lumpuh. Yesus bersabda, "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni."

Dosa membuat hati kita lumpuh, hati kita terbebani rasa tidak damai. Dosa membuat langkah hidup kita  makin terasa berat, sehingga kita tidak semangat untuk menjalani kehidupan kita. Pasti kita tidak ingin hati kita terasa lumpuh dan langkah kehidupan kita makin berat. Marilah kita datang kepada Yesus dalam ruang bilik pengakuan dosa, melepaskan hati kita dari dosa dan meringankan kelumpuhan rohani yang kita rasakan, sehingga kita dapat berjalan dan melangkah dengan bahagia serta memuliakan Allah.***

(Inspirasi :Matius 9:1-8, 02 Juli, Suhardi )

Wednesday, July 1, 2020

Jalan Kemiskinan

Ketika berkorban untuk orang lain, setiap kita pasti mempertimbangkan untung-rugi dari nilai sebuah pengorbanan yang kita berikan padanya. Apakah pengorbanan diri yang saya berikan itu bisa mendatangkan keuntungan bagi diriku atau sebaliknya mendatangkan kerugian? Pertimbangan-pertimbangan seperti ini lahir dari sebuah aspek kemanusiaan yang tidak bisa dihindari. Dalam proses mempertimbangakan dua sisi dari pengorbanan itu, memunculkan pertanyaan sebagai bahan pergumulan refleksi kita. Untuk apa dan siapa kita berkorban? Pertanyaan ini  menjadi penting ketika seluruh tindakan kita yang mengarah pada orang lain kita refleksikan secara mendalam. Karena di balik refleksi itu, kita menggali nilai dari sebuah pengorbanan.

Santo Fransiskus dari Asisi misalnya, sudah memperlihatkan nilai pengorbanan di mana ia berani melepaskan kelekatan duniawi dan berani untuk menjalani jalan kemiskinan yang terarah kepada Kristus yang telah mengorbankan diri di kayu salib demi menebus dosa-dosa manusia. Salib yang membahasakan kisah pengorbanan diri secara utuh sekaligus menjadi sebuah daya tarik bagi mereka yang benar-benar secara radikal mengikuti-Nya. Salib menjadi sebuah bentuk sapaan dan  mengandung nilai edukasi mendalam terhadap para pengikut-Nya. Santo Fransiskus yang sebelumnya hidup dalam kelimpahan kekayaan namun pada akhirnya berani melepaskan kekayaan itu demi tujuan yang lebih mulia.

Kekayaan yang menjadi kelekatan selama itu sebagian besar dijual dan hasilnya dibagi kepada orang-orang miskin yang dijumpainya di  jalan. Orang-orang miskin sepertinya membuka ruang dan jalan bagi Fransiskus Asisi untuk bermati raga serta beramal baik. Karena orang-orang miskin pula maka bisa menggerakkan kesadarannya untuk berbuat sesuatu terutama bagaimana berkorban untuk mereka dan melepaskan kenikmatan duniawi yang terkadang membelenggu kebebasan bagi orang-orang kaya untuk tidak menatap orang-orang miskin.

Ketika dipilih menjadi Paus, Kardinal Jorge Mario Borgoglio, memilih nama Paus Fransiskus. Memang, latar belakang wilayah keuskupan Argentina, Amerika Latin telah mengantarnya untuk lebih banyak berpihak dan terlibat dengan orang-orang miskin  serta berani menyuarakan kebenaran bagi mereka yang tertindas untuk rezim penguasa. Pengalaman pergumulan dan sentuhan dengan orang-orang miskin sepertinya ada ikatan emosional yang sangat kuat dengan kehidupan Fransiskus Asisi di saman lampau. Paus Fransiskus adalah seorang Jesuit (Serikat Jesuit) namun semangat yang ada di dalam dirinya adalah semangat Fransiskan, yang lebih memilih untuk menjalani jalan kemiskinan.

Misi Gereja adalah bergumul dan membela orang-orang kecil. Semangat ini coba dihidupkan lagi oleh Paus Fransiskus dan mungkin juga mengingatkan Gereja akan  roh pergerakan yang bermuara pada orang-orang miskin. Paus  yang “Jesuit”  namun bersemangat “Fransiskan”  hadir untuk menggugah kesadaran baru pada Gereja yang terkesan tenggelam dalam elitisme.*** (Valery Kopong)

 

             

Menyambut dan Mencintai Yesus

Bacaan Injil hari ini menceritakan tentang apa yang dibuat oleh Yesus di seberang Gadara. Di seberang Gadara itu Yesus mengusir setan yang berada di dua orang yang kerasukan setan. Yesus mengusir setan itu dan masuk ke babi-babi, lalu babi-babi itu masuk jurang dan mati. Setelah itu Yesus mau masuk ke kota Gadara, tetapi mereka menolak-Nya. Aneh bin ajaib, karena di tempat-tempat lain Yesus justru disambut dengan penuh sukacita. Mengapa orang Gadara menolak Yesus? Mungkkn orang Gadara takut harta bendanya (babi) akan dihilangkan dari mereka. Mereka lebih mencintai hartanya daripada mencintai Yesus.

Dalam realitas kehidupan kita, ada orang yang terobsesi pada harta benda, terikat sekali terhadap harta benda, hidupnya hanya untuk mengejar harta benda, kebahagiaan dan kesejahteraan diukur dari banyaknya harta benda yang dimiliki, sampai hidupnya melupakan peran Allah dan melupakan sisi kemanusiaan.

Mempunyai harta benda tentu tidak salah, tetapi kita hendaknya selalu ingat kepada Sang Empunya sumber harta benda itu, yaitu Tuhan dan tidak melupakan relasi sosial dengan sesama. Ketika kita dikuasai oleh harta benda,berarti setan sudah menguasai hidup kita.Setan itu harus diusir dari diri kita.Tetapi,bila kita dikuasai oleh Tuhan, kekayaan akan datang kepada kita, bukan hanya kekayaan jasmani tapi juga kekayaan rohani. Kita akan mendapat harta benda yang kita butuhkan untuk hidup, tapi kita  juga mendapatkan keselamatan kekal bersama dengan Tuhan Yesus.

Kita tinggal pilih, kita memilih untuk dikuasai oleh harta benda, sampai kita melupakan Sang Empunya sumber kekayaan dan melupakan relasi sosial dengan sesama atau kita memilih untuk menyambut dan mencintai Yesus dengan sukacita. Saya yakin Anda memilih untuk menyambut dan mencintai Yesus dengan sukacita. Aku pun memilih menyambut dan mencintai Yesus dengan sukacita.***

( inspirasi : Matius 8: 28-34,   01 Juli,  Suhardi )