Friday, August 28, 2020

Doa Yang Mengubah Hidup


 

Ketika membaca dan merenungkan kisah perjalanan hidup St. Yohanes Maria Vianney, sepertinya kisah ini mengena dengan situasi dalam setiap zaman terutama tentang bagaimana seorang guru berhadapan dengan para murid yang mengalami problematika dalam pembelajaran. Ada anak-anak yang kurang mampu, ada yang sedang dan ada yang pintar sekali soal kecerdasan kognitif. Menjadi tantangan seorang guru adalah bagaimana saat berhadapan dengan seorang siswa yang tidak pintar dan sulit sekali mencerna setiap proses pembelajaran. Pelbagai strategi dan cara pendekatan dilakukan oleh setiap guru untuk bagaimana mencerdaskan anak-anak agar mereka bisa memahami pelajaran dan tentunya bisa memperoleh nilai yang menjadi tuntutan dalam dunia pendidikan.

Mengapa kehidupan Yohanes Maria Vianney begitu relevan dengan dunia pendidikan saat ini? Ketika tuntutan dunia pendidikan semakin berat terhadap siswa/siswi yang lebih mengandalkan aspek kognitif maka ini menjadi sebuah problem terutama ketika mereka yang tidak mampu secara akademik, ke mana mereka harus belajar. Bukankah sekolah menjadi tempat bagi mereka (siswa-siswi) untuk mencari ilmu? Terkadang anak-anak yang tidak mampu secara akademik mendapat justifikasi yang kurang baik dari guru dan bahkan teman-temannya karena ketidakmampuan dalam dunia akademik. Guru hanya menilai kemampuan semata-mata dari segi kognitif saja. Padahal dalam dunia pendidikan, mestinya aspek kognitf, efeksi dan psikomotorik mendapat perhatian yang seimbang. Orang-orang dengan kecerdasan yang hebat, belum tentu memiliki afeksi dan psikomotorik yang baik pula.

Dalam proses pembelajaran yang dialami oleh Yohanes Maria Vianney, pengalaman mengenyam pendidikan merupakan sebuah momok yang menakutkan. Dari sejarah perjalanan hidup akademiknya, Vianney mengalami keterpurukan dan ketekunannya yang luar biasa, Vianney selalu berusaha untuk mau belajar pada semua mata pelajaran yang menjadi tuntutan dalam dunia pendidikan. Karena ketekunan dan kesabaran yang luar biasa maka Vianney pada akhirnya bisa menempuh pendidikan di seminari dan pada akhirnya ditahbiskan menjadi seorang imam Katolik.

Di seminari, Vianney harus berjuang belajar dengan teman-temannya. Walaupun sudah berjuang maksimal tetapi karena keterbatasan kemampuan kognitif, membuatnya lambat dalam menyelesaikan pelajaran. Pelajaran yang paling sulit baginya adalah bahasa Latin dan ini menjadi momok yang menakutkan. Dalam kesulitan yang dialaminya itu, Vianney tidak tinggal diam. Selain menekuni pelajaran tetapi juga ia selalu memohon pertolongan Bunda Maria dan Santo Francis Regis dari Vivarais, sosok orang kudus yang menjadi tempat devosi bagi seorang Vianney. Doa dan devosi menjadi pegangan utama dan sekaligus penopang hidupnya tatkala banyak kesulitan yang dialami dalam bidang akademik. Ia selalu mencari titik keseimbangan antara kehidupan doa dan belajar. Karena ketekunan dan kesabaran dalam menghadapi persoalan keterbatasan ketidakmampuan kognitifnya maka telah menghantar seorang Vianney menuju puncak keberhasilan untuk menjadi seorang imam Tuhan.   

Vianney yang dikenal sebagai orang yang kurang mampu secara akademik, tetapi kesadaran akan kehidupan doa dan devosi terus diasah karena ia tahu bahwa pengalaman hidup rohani menjadi cara paling baik dalam membangun relasi dengan Tuhan. Bahwa ketika menjadi imam, kehidupan akademik tidak lagi menjadi ukuran tetapi pengalaman hidup praksis doa dan pelayanan kepada umat menjadi kunci penting dalam menghadirkan nilai-nilai injili di tengah umat. Karena itu ketika imam Vianney ditempatkan di Ars, sebuah kota kecil yang penuh dengan intrik kemaksiatan hidup, kekuatan doa mengubah situasi yang sebelumnya dikenal sebagai dunia maksiat, berubah total ke keadaan normatif.

Di salah satu paroki di Ars, Pastor Vianney selalu berusaha membangkitkan iman umat dengan mengunjungi keluarga-keluarga. Ia tahu bahwa sebuah paroki bisa menjadi baik apabila iman umatnya perlu dinyalakan kembali melalui penyelenggaraan ilahi yang terus diwartakannya. Umat di paroki Ars yang sebelumnya berperilaku hidup jauh dari kehendak Allah, tetapi berkat doa dan ketekunan Pastor Vianney untuk menyalakan iman mereka maka Ars mengalami perubahan secara radikal. Pengalaman hidup doa dan ketekunan berdevosi maka Pastor Vianney menghantarkan umat untuk mengalami penyelenggaraan ilahi. Ada pertobatan masal terjadi di Ars dan ini menunjukkan bukti misi perutusan yang berhasil. Santo Yohanes Maria Vianney dikenal sebagai pelindung para pastor paroki.****(Valery Kopong)     

 

 

Thursday, August 27, 2020

Berjaga-Jaga

Bacaan Injil pada hari ini memberi sebuah pesan yang sangat penting kepada kita dalam peziarahan kita di tengah-tengah dunia ini.Kita diajak oleh Yesus untuk selalu siap sedia. Mengapa Yesus memberi pesan ini? Yang pertama, Yesus mengingatkan kepada kita bahwa hari Tuhan datang secara tiba-tiba. Hari Tuhan itu datang bagaikan datangnya seorang pencuri, yang datang sewaktu-waktu. Bahkan, lonceng kiamat kecil   (kematian)  kita tidak ada yang tahu. Hidup manusia itu bagaikan embun di pagi hari.Sedap dipandang di pagi hari, lalu kapan menghilangnya, tidak ada yang tahu.Yang kedua, hidup kita itu hanya sementara, singkat. "WONG URIP KOYO MAMPIR NGOMBE ." ( Hidup manusia itu bagaikan orang yang singgah untuk minum) . Karena itulah, kita diajak untuk selalu berjaga-jaga dan siap sedia.  Kita selalu berjaga-jaga dan siap sedia itu tentu mempunyai suatu tujuan, yaitu KEHIDUPAN KEKAL.  


Berjaga-jaga dan siap sedia artinya apa ? Kita hendaknya ELING ASALE LAN  PARANING URIP KANGGO ANGGAYUH KAMULYANING URIP  ( Kita hendaknya ingat asal dan tujuan hidup kita demi kebahagiaan dan kehidupan kekal kita).Itu artinya kita diajak untuk selalu ingat akan Sang Gusti,  maka kita hendaknya menjadi pribadi yang setia dan bijaksana dalam berjaga-jaga dan siap sedia, karena siapa yang selalu setia dan bijaksana dalam berjaga-jaga dan siap sedia akan mendapatkan berkatnya dari Sang Tuannya, yaitu HIDUP KEKAL.
(Inspirasi:Matius 24: 42-51, 27 Agustus, Suhardi )

Tuhan Begitu Dekat

 

Tanggal 18 Juni 2020, pukul 11.00, saya ditemani oleh Sekretaris lingkungan berkunjung ke rumah Ibu Nelly, salah seorang Katolik yang selama ini tidak pernah terlibat dalam kehidupan doa bersama ataupun kegiatan lain. Untuk apa saya harus berkunjung ke rumah Ibu Nelly? Sebelum berkunjung, jam 09.00, saya ditelpon oleh Ibu Carolin, salah seorang umat di Gereja Laurensius, Alam Sutera. Saya sudah lama mengenal Ibu Carolin karena dulu sebagai guru Agama Katolik di salah satu sekolah swasta dan biasanya mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Bimas Katolik, provinsi Banten sehingga saya mengenal baik dengannya.  Pada rentang waktu telpon yang lumayan lama, ia mencari tahu, sahabatnya bernama Ibu Nelly yang menetap di Villa Tomang Baru 2. Ibu Carolin dan bu Nelly, mereka pernah mengenyam pendidikan sama-sama di Jakarta.

 

Ketika tahu bahwa Ibu Nelly sakit stroke, Bu Carolin mencoba menghubungi saya sebagai ketua lingkungan dan mencari tahu tentang kondisi yang sebenarnya. Tidak hanya saya yang ditelpon tetapi Romo Dipta pun ditelpon untuk mencari tahu tentang sahabatnya yang sedang sakit ini. Menurut bu Carolin bahwa hari-hari ini Bu Nelly mempunyai kerinduan yang kuat untuk menjadi seorang Katolik. “Apakah bapak kenal Ibu Nelly?” Tanya bu Carolin. “Saya hanya dengar saja namanya karena selama ini tidak pernah aktif di lingkungan,” jawabku singkat.

Ketika mengunjungi Bu Nelly, saya coba menjelaskan prosedur untuk masuk menjadi anggota lingkungan dengan melengkapi berkas, seperti surat baptis, surat krisma dan komuni pertama, surat nikah dan pelbagai surat lainnya.  Konsekuensi menjadi seorang anggota lingkungan, berkewajiban untuk membayar kartu kuning, kartu merah dan terlibat dalam kegiatan doa serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kehidupan menggereja. Setelah mendengar apa yang saya jelaskan, Bu Nelly, sepertinya keberatan dengan persoalan bagaimana membayar kartu kuning  dan membayar kewajiban lain. Alasan utama adalah ia (Bu Nelly) hidup sendiri dan saat ini sakit. Karena penderitaan yang sedang dialami ini maka berdampak pada pendapatannya yang sama sekali tidak ada. Apa solusinya? Lingkungan tidak bisa menanggung beban pembayaran kartu kuning. Karena bagaimanapun, kartu kuning dan kewajiban lain yang harus dipenuhi sebagai anggota Gereja, menjadi tanggung jawab keluarga.

 

Saya mencoba untuk memberikan solusi. Pertama, sebaiknya Bu Nelly harus kembali  bergabung ke anak-anaknya supaya di masa sakit ini, anak-anaknya bisa memberikan perhatian. Solusi yang saya tawarkan ini ternyata ditolak Karena selama ini, bu Nelly dan anak-anaknya tidak akur. Kedua, sebaiknya Bu Nelly hidup bersama dengan kokonya di Jakarta karena bagaimanapun dalam kondisi sakit, sebaiknya ada bersama keluarga.

Dari perjumpaan dengan orang sakit hari ini, sebagai ketua lingkungan, memberikan kesimpulan sementara, bahwa ketika kita berada pada situasi sehat, dimanakah Anda terlibat? Banyak orang di lingkungan Maximilianus Kolbe, menjauh dari lingkungan atau tidak mau tahu tentang lingkungan. Tetapi pada titik nadir, Anda dalam kondisi yang memprihatinkan, berani menegaskan diri sebagai seorang “Katolik Sejati,” bahkan mau untuk terlibat di lingkungan bila sembuh nanti. Pengalaman hari ini mendorong kita semua untuk mencari “domba-domba” yang hilang yang kebetulan masih menyandang “Katolik” untuk didata sebagai warga lingkungan, sebelum kemungkinan terburuk menimpah. 

Menjadi seorang Katolik harus berani terlibat dalam kondisi apa pun, terutama di lingkungan sebagai kelompok basis terkecil. Pengalaman mengunjungi orang sakit yang sebelumnya tidak pernah menghiraukan kehidupan menggereja, mengingatkan kita semua bahwa pada saat di mana seseorang memiliki segalanya, tak pernah tahu siapa itu Tuhan baginya. Mungkin juga ia menjauhkan diri dari Tuhan karena menganggap bahwa hidup ini bisa dilalui tanpa intervensi Tuhan. Namun pengalaman jatuh sakit dan dalam ketakberdayaan, orang akan mengingat Tuhan dan membutuhkan pertolongan. Meminta pertolongan Tuhan melalui saudara-saudara seiman yang selama ini tidak pernah ia tahu. Tuhan terasa dekat jika penderitaan itu semakin memuncak dan pada saat yang sama, memohon pertolongan Tuhan melalui orang-orang seiman.***(Valery Kopong)

 

Wednesday, August 26, 2020

Berani Tampil Beda

Bacaan Injil hari ini menceritakan kecaman pedas Yesus kepada para ahli Taurat dan orang Farisi.Mereka dikecam pedas oleh Yesus karena sikap dan tindakan mereka hanya sebuah polesan saja, bermuka dua,bukan berdasarkan fakta yang sebenarnya.Yesus mengumpamakan sikap dan tindakan mereka seperti sebuah kuburan,yang nampak bagus dan indah dari luar,tetapi di dalamnya penuh kotoran dan kebusukan.Walaupun mereka dikecam oleh Yesus,tetapi mereka tidak mau bertobat,malah makin membenci dan menyingkirkan Yesus dari antara mereka. 

Pada pemerintahan jaman dulu,kita sering mendengarkan ungkapan ABS (Asal Bapak Senang).Padahal di belakang dia menggerutu,mengumpat dan mengecam kepada pimpinannya.Dan pengalaman seperti itu bisa terjadi di dalam lingkungan keluarga,gereja,tempat kerja dan masyarakat. Kita ngak mau jujur dengan apa yang sedang terjadi,apa yang sedang dipikrkan dan dirasakan.Kita tidak menunjukan apa adanya.

Pada prinsipnya manusia itu cenderung ingin dipuji oleh banyak orang, dinyatakan sebagai orang yang baik hati,murah hati,dinyatakan sebagai orang hebat dan lain-lain,padahal cara-cara yang dipakai untuk memperolehnya,bisa jadi dengan cara trik dan strategi yang palsu/jahat.Maka,bukan hanya para ahli Taurat dan para orang Farisi yang dikecam oleh Yesus,kita pun dikecam oleh Yesus, jika kita mewarisi sikap dan tindakan dari para ahli Taurat dan orang Farisi itu dalam kehidupan kita. (Inspirasi:Matius 23:27-32,  26 Agustus, Suhardi )


Khotbah Sang Pastor

 

Ketika mengikuti perayaan Ekaristi, satu moment yang mendapat perhatian penuh dari saya adalah khotbah dari imam. Pada bagian liturgi sabda ini menjadi menarik karena dengan berkhotbah maka umat dan tentunya saya sendiri yang hadir ingin mendengar refleksi terdalam dari seorang imam saat berkhotbah di mimbar sabda. Dengan berkhotbah, saya secara pribadi terhantarkan untuk bisa memahami bacaan-bacaan kitab suci, baik perjanjian lama maupun perjanjian baru yang telah dilumat makna dalam kemasan khotbah. Pesan kitab suci menjadi menarik ketika imam yang berkhotbah membawakannya secara menarik dan membawa umat pada titik refleksi terdalam terhadap sabda Tuhan yang baru diperdengarkan itu.

Tentang khotbah yang menarik, saya teringat akan sosok seorang imam, Romo Paulus Paya, Pr pada belasan tahun yang lalu. Ketika menjadi pastor paroki di Gereja St.Theresia – Kiwangona – Adonara Timur, imam kelahiran Solor ini berapi-api dan berkhotbah penuh kharismatik memukau umat yang hadir. Bahasa yang digunakan adalah bahasa sederhana tetapi daya pikatnya untuk menggiring umat menyelami kedalaman teks kitab suci dan pengalaman konkret menjadi menarik. Ia (alm. Romo Paulus Paya, Pr) biasanya berkhotbah dalam rentang waktu yang panjang, bisa melebihi satu jam. Tetapi herannya bahwa umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi itu tidak merasa bosan tapi malah merasa puas atas apa yang dikhotbahkan di atas mimbar.

Mimbar merupakan medan pewartaan yang menarik dan sekaligus memberikan penyiraman rohani karena umat yang hadir, sebelum mendapatkan santapan rohani dengan menerima tubuh Kristus, membuka hati bagi kehadiran sabda dalam hatinya. Khotbah yang dibawakan secara menarik merupakan satu daya tarik tersendiri karena melalui sabda, orang-orang mendengar sabda dan khotbah itu tersentuh hatinya. 

Pewartaan yang dilakukan oleh Yesus selama hidup-Nya di dunia menjadi pembelajaran yang menarik. Bahwa dengan mewartakan kerajaan Allah, kerajaan yang berpihak pada mereka yang miskin dan tersisihkan, sadar atau tidak, Yesus sedang menarik minat massa untuk mendengarkan ajaran-Nya. Pengajaran Yesus menjadi menarik ketika apa yang diajarkan kemudian ditegaskan kembali dalam tindakan nyata dalam melakukan mukjizat. Mukjizat yang dilakukan oleh Yesus bertujuan untuk menghadirkan kerajaan Allah yang sedang diwartakan-Nya. Kerajaan Allah bukanlah sesuatu yang jauh, seperti warta para nabi terdahulu tetapi kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus,  sudah dan sedang terjadi dalam diri-Nya. Dalam diri Yesus Kristus, merupakan bukti kehadiran kerajaan Allah di dunia, yakni kerajaan yang berpihak pada mereka yang miskin dan tertindas. Keberpihakkan Yesus tidak hanya terimplisit dalam kata-kata-Nya saja tetapi lebih dari itu, Yesus memperlihatkan pembelaan secara konkret terhadap mereka yang lemah karena melalui tindakan nyata itu, Yesus sedang mewujudkan nilai terpenting tentang kerajaan Allah, yakni kerajaan yang membebaskan.

Umat Kristiani saat ini, di satu sisi masih mendambakan khotbah yang menarik dari mimbar sabda tetapi jauh lebih menarik lagi ketika apa yang dikhotbahkan itu dilakoni juga oleh sang pengkhotbah sebagai wujud penegasan dari apa yang dikhotbahkan di atas mimbar sabda. Kata-kata dan keteladanan dari para pemimpin rohani menjadi panutan berharga untuk umat yang sedang berziarah di dunia ini.***(Valery Kopong)

 

Tuesday, August 25, 2020

Inner Beauty

Kecantikan sejati tak melulu soal fisik, karena kecantikan fisik sejatinya akan memudar seiring berjalannya waktu.Ada yang yang lebih abadi dari itu yaitu kecantikan dari dalam atau INNER BEAUTY.Semua orang, baik wanita maupun pria tentu memilikinya,tapi tak semuanya bisa memancarkan kecantikan dari dalam. 

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi lebih mengutamakan hal-hal yang lahiriah, hal-hal yang nampak, sementara hal-hal yang batiniah dan mendalam tidak mendapat lebih perhatian.Karena itulah, Yesus mengecam mereka.Sabda Yesus, " ....sebab persepuluhan dari selasih, adas dan jintan kalian bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kalian abaikan, yaitu keadilan,belas kasih dan kesetiaan." Lalu Yesus mengecam lagi kepada mereka, " ....sebab  cawan dan pinggan kalian bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.Hai orang-orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu,maka sebelah luarnya juga akan bersih." 

Yesus mengharapkan kepada kita untuk mengembangkan dan membentuk "INNER BEAUTY" kita , yang memancar dalam sikap dan tindakan lahiriah.Sikap dan tindakan belas kasih, keadilan, kesetiaan, kemurahan hati,kerendahan hati,cinta kasih,pengorbanan, semangat pelayanan dan maaf serta  pengampunan hendaknya lebih kita utamakan dalam pembaharuan dan praktek hidup kita, dan hal-hal yang ada dalam "INNER BEAUTY "  hendaknya memancar dari dalam diri kita.
(Inspirasi:Matius 23:23-26,  25 Agustus,Suhardi)