Thursday, August 27, 2020

Tuhan Begitu Dekat

 

Tanggal 18 Juni 2020, pukul 11.00, saya ditemani oleh Sekretaris lingkungan berkunjung ke rumah Ibu Nelly, salah seorang Katolik yang selama ini tidak pernah terlibat dalam kehidupan doa bersama ataupun kegiatan lain. Untuk apa saya harus berkunjung ke rumah Ibu Nelly? Sebelum berkunjung, jam 09.00, saya ditelpon oleh Ibu Carolin, salah seorang umat di Gereja Laurensius, Alam Sutera. Saya sudah lama mengenal Ibu Carolin karena dulu sebagai guru Agama Katolik di salah satu sekolah swasta dan biasanya mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Bimas Katolik, provinsi Banten sehingga saya mengenal baik dengannya.  Pada rentang waktu telpon yang lumayan lama, ia mencari tahu, sahabatnya bernama Ibu Nelly yang menetap di Villa Tomang Baru 2. Ibu Carolin dan bu Nelly, mereka pernah mengenyam pendidikan sama-sama di Jakarta.

 

Ketika tahu bahwa Ibu Nelly sakit stroke, Bu Carolin mencoba menghubungi saya sebagai ketua lingkungan dan mencari tahu tentang kondisi yang sebenarnya. Tidak hanya saya yang ditelpon tetapi Romo Dipta pun ditelpon untuk mencari tahu tentang sahabatnya yang sedang sakit ini. Menurut bu Carolin bahwa hari-hari ini Bu Nelly mempunyai kerinduan yang kuat untuk menjadi seorang Katolik. “Apakah bapak kenal Ibu Nelly?” Tanya bu Carolin. “Saya hanya dengar saja namanya karena selama ini tidak pernah aktif di lingkungan,” jawabku singkat.

Ketika mengunjungi Bu Nelly, saya coba menjelaskan prosedur untuk masuk menjadi anggota lingkungan dengan melengkapi berkas, seperti surat baptis, surat krisma dan komuni pertama, surat nikah dan pelbagai surat lainnya.  Konsekuensi menjadi seorang anggota lingkungan, berkewajiban untuk membayar kartu kuning, kartu merah dan terlibat dalam kegiatan doa serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kehidupan menggereja. Setelah mendengar apa yang saya jelaskan, Bu Nelly, sepertinya keberatan dengan persoalan bagaimana membayar kartu kuning  dan membayar kewajiban lain. Alasan utama adalah ia (Bu Nelly) hidup sendiri dan saat ini sakit. Karena penderitaan yang sedang dialami ini maka berdampak pada pendapatannya yang sama sekali tidak ada. Apa solusinya? Lingkungan tidak bisa menanggung beban pembayaran kartu kuning. Karena bagaimanapun, kartu kuning dan kewajiban lain yang harus dipenuhi sebagai anggota Gereja, menjadi tanggung jawab keluarga.

 

Saya mencoba untuk memberikan solusi. Pertama, sebaiknya Bu Nelly harus kembali  bergabung ke anak-anaknya supaya di masa sakit ini, anak-anaknya bisa memberikan perhatian. Solusi yang saya tawarkan ini ternyata ditolak Karena selama ini, bu Nelly dan anak-anaknya tidak akur. Kedua, sebaiknya Bu Nelly hidup bersama dengan kokonya di Jakarta karena bagaimanapun dalam kondisi sakit, sebaiknya ada bersama keluarga.

Dari perjumpaan dengan orang sakit hari ini, sebagai ketua lingkungan, memberikan kesimpulan sementara, bahwa ketika kita berada pada situasi sehat, dimanakah Anda terlibat? Banyak orang di lingkungan Maximilianus Kolbe, menjauh dari lingkungan atau tidak mau tahu tentang lingkungan. Tetapi pada titik nadir, Anda dalam kondisi yang memprihatinkan, berani menegaskan diri sebagai seorang “Katolik Sejati,” bahkan mau untuk terlibat di lingkungan bila sembuh nanti. Pengalaman hari ini mendorong kita semua untuk mencari “domba-domba” yang hilang yang kebetulan masih menyandang “Katolik” untuk didata sebagai warga lingkungan, sebelum kemungkinan terburuk menimpah. 

Menjadi seorang Katolik harus berani terlibat dalam kondisi apa pun, terutama di lingkungan sebagai kelompok basis terkecil. Pengalaman mengunjungi orang sakit yang sebelumnya tidak pernah menghiraukan kehidupan menggereja, mengingatkan kita semua bahwa pada saat di mana seseorang memiliki segalanya, tak pernah tahu siapa itu Tuhan baginya. Mungkin juga ia menjauhkan diri dari Tuhan karena menganggap bahwa hidup ini bisa dilalui tanpa intervensi Tuhan. Namun pengalaman jatuh sakit dan dalam ketakberdayaan, orang akan mengingat Tuhan dan membutuhkan pertolongan. Meminta pertolongan Tuhan melalui saudara-saudara seiman yang selama ini tidak pernah ia tahu. Tuhan terasa dekat jika penderitaan itu semakin memuncak dan pada saat yang sama, memohon pertolongan Tuhan melalui orang-orang seiman.***(Valery Kopong)

 

No comments: