Showing posts with label Ekaristi. Show all posts
Showing posts with label Ekaristi. Show all posts

Saturday, February 2, 2013

DOA ANAMNESIS


                      Bagian sesudah kisah dan kata-kata institusi serta aklamasi anamnesis adalah doa anamnesis. Doa anamnesis adalah ungkapan iman akan Allah yang hadir dengan segala karya penyelamatan-Nya melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Dengan mengenangkan karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Kristus  yang secara historis terjadi 2000 tahun yang lalu, yaitu kurban salib Kristus, umat sekarang ini mengalami sendiri tindakan penyelamatan Allah melalui Kristus tersebut berkat atau dalam Roh Kudus. Namun,  karya penyelamatan Allah yang dialami oleh umat beriman itu merupakan tindakan Allah melalui Kristus yang terus berlangsung menuju kepenuhannya pada akhir zaman. Dengan demikian, pengenangan yang kita lakukan memungkinkan kita  berpartisipasi dalam karya penyelamatan Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus itu secara serentak dan sekaligus menurut ketiga dimensi waktu: masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang.
                      Mengenai doa anamnesis ini, PUMR menyatakan: “Dalam bagian ini Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang disampaikan melalui para rasul. ‘Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku!’ Maka Gereja mengenangkan Kristus, terutama sengsaranya yang menyelamatkan, kebangkitan-Nya yang mulia dan kenaikan-Nya ke surga” (PUMR no.79.e). Dari kutipan ini terungkap dengan jelas  alasan mengapa kita mengadakan doa anamnesis. Di satu pihak seluruh DSA yang secara khusus dan eksplisit menyebutkan tindakan pengenangan yang dilakukan Gereja atas karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Kristus sebagaimana memuncak dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus itu. Dengan doa anamnesis ini, umat beriman mengalami sendiri secara hic et nunc (di sini dan kini) karya penebusan itu yang puncaknya berlangsung dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus dan kita ikut ambil bagian dalam kemuliaan-Nya (yang diungkapkan dalam kenaikan Yesus Kristus ke surga) dan sekaligus menantikan kepenuhan dan penyelesaian akhir dari karya penebusan Kristus itu pada akhir zaman, saat Dia datang kembali dengan mulia.***
                     







DOA PERSEMBAHAN


Pada semua DSA, doa anamnesis sangat erat dihubungkan dengan doa persembahan atau doa kurban. Dengan anamnesis, dihadirkan misteri kurban di salib Kristus sendiri yang menyelamatkan itu pada saat ini dan di sini, yakni dalam konteks jemaat yang merayakan ekaristi.
                Dalam prakata Pedoman Umum Misale Romawi : “Keyakinan mengenai  kehadiran kurban salib dalam perayaan Ekaristi dijabarkan secara cermat dan tepat dalam doa-doa syukur agung. Sebab bila dalam doa syukur agung imam melakukan pengenangan (anamnesis), ia menghadap Allah, juga atas nama seluruh umat, bersyukur kepada-Nya dan mempersembahkan kurban yang hidup dan suci, yang merupakan persembahan Gereja sebagai kurban sejati, yakni putera-Nya sendiri, yang berkat kematian-Nya telah mendamaikan kita dengan Allah. Imam pun berdoa agar tubuh dan darah Kristus menjadi kurban yang berkenan pada Allah dan membawa keselamatan bagi seluruh dunia."dirumuskan dalam satu kalimat. Misalnya dalam DSA II dirumuskan: “Sambil mengenangkan wafat dan kebangkitan, kami mempersembahkan kepada-Mu, ya Bapa, roti kehidupan dan piala keselamatan.” Sementara dalam DSA III, doa persembahan itu dirumuskan sendiri, namun langsung sesudah doa anamnese: “Sambil  mengharapkan kedatangan-Nya kembali, dengan penuh syukur kami mempersembahkan kepada-Mu kurban yang hidup dan kudus ini. Kami mohon, pandanglah persembahan Gereja-Mu ini dan indahkanlah kurban yang telah mendamaikan kami dengan Dikau ini.” 
                Pada bagian doa persembahan ini, PUMR merumuskan: “Dalam perayaan-kenangan ini, Gereja, terutama Gereja yang sekarang sedang berkumpul, mempersembahkan kurban murni kepada Allah Bapa dalam Roh Kudus. Maksud Gereja ialah supaya dalam mempersembahkan kurban murni ini umat beriman belajar juga mempersembahkan diri sendiri. Maka melalui Kristus, Sang Pengantara, dari hari ke hari umat beriman akan semakin sempurna bersatu dengan Allah dan dengan sesama umat, hingga akhirnya Allah menjadi segala-galanya dalam semua.” (PUMR 79.h.)

Friday, February 1, 2013

TANDA SALIB



                Tanda salib adalah tata gerak khas katolik setiap kali mengawali doa atau ibadat; juga ketika jemaat katolik mengawali Perayaan Ekaristi. Sambil berdiri, imam bersama seluruh umat yang hadir memulai perayaan Ekaristi dengan membuat tanda salib dengan bersuara lantang: “Dalam/Demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.” Umat juga membuat tanda salib dan menjawab: “Amin.” Baik dilafalkan maupun dilagukan, jawaban ‘Amin’ ini harus mantap.
                Jadi, pada dasarnya tanda salib dalam perayaan Ekaristi bersifat dialogal. Pemimpin tidak boleh memborong sampai dengan “Amin.” Karena kalau demikian, ia menggusur hak umat untuk mengamini dan dapat ditafsirkan bahwa ia tidak menghendaki peranserta umat untuk ikut berpartisipasi.
                Maka, tata gerak tanda salib harus dilaksanakan dengan khidmat dan cermat, tidak serampangan atau sambil lalu saja. Kita memulai tanda salib dengan menyentuhkan tangan pada dahi, lalu pada dada, lalu pada bahu kiri dan akhirnya pada bahu kanan.
                Tanda salib ini menyatakan dua pengakuan iman sekaligus. Pertama, tanda salib mengungkapkan tanda keselamatan kita, yakni salib Kristus. Kekuatan dan kemegahan orang kristiani terletak pada “Salib Tuhan kita Yesus Kristus” (Gal 6: 14). Para Bapa Gereja mengatakan bahwa keselamatan kita hanya berasal dari salib Kristus. Kedua, tanda salib dengan penyebutan Allah Tritunggal menunjuk inti misteri iman kita sebagaimana diakui dan dinyatakan pada saat pembaptisan kita. melalui pembaptisan, kita dipersatukan dengan persekutuan Allah Tritunggal, sesuai dengan sabda Tuhan sendiri pada waktu memberi perintah para murid: “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” (Mat 28: 19). Dengan demikian, tanda salib dengan menyebut nama Allah Tritunggal secara liturgis sebenarnya menghubungkan kita dengan sakramen baptis.   


Thursday, January 31, 2013

PENGHORMATAN ALTAR DAN PENDUPAAN



                Penghormatan Altar dilakukan oleh semua petugas liturgi dengan membungkuk khidmat (PUMR 49). Akan tetapi, apabila di belakang altar terdapat Sakramen Mahakudus di dalam tabarnakel, semua petugas liturgi berlutut (PUMR 274). Altar dihormati karena altar melambangkan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Tuhan yang telah wafat dan bangkit akan hadir di atas altar dan dari meja ini Dia akan memberikan diri-Nya kepada umat beriman dalam rupa makanan dan minuman ekaristis.
                Secara khusus imam menghormati altar dengan mencium altar. Mencium altar ini menjadi lambang untuk memberi salam dan penghormatan kepada Kristus Sang Imam Agung dan Sang Tuan Rumah Perayaan Ekaristi. Penghormatan altar dengan mencium altar sudah dipraktekan Gereja sejak abad IV. Tindakan imam yang mencium altar itu bukan hanya bersifat pribadi melainkan bersifat mewakili seluruh jemaat yang hadir. Maka, umat hendaknya menggabungkan diri dalam penghormatan kepada Kristus itu secara batin (dalam hati).
                Pendupaan dapat diadakan pada kesempatan hari-hari besar dan khusus. Pendupaan menyatakan ungkapan hormat dan doa, seperti terungkap dalam Kitab Mazmur: “Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan.” (Mzm 141:2).
                Imam mengisi pendupaan dan memberkatinya dengan membuat tanda salib di atasnya tanpa mengatakan apa-apa. Sebelum dan sesudah pendupaan, imam atau petugas selalu membungkuk khidmat kea rah orang atau barang yang didupai. Pendupaan dilaksanakan dengan mengayunkan dupa ke depan. Pendupaan diayunkan tiga kali tiga untuk penghormatan: Sakramen Maha-kudus, reliqui salib suci atau patung Tuhan, bahan persembahan, salib altar, Kitab Injil, lilin paskah, imam dan jemaat. Namun pendupaan cukup diayunkan dua kali tiga saat menghormati reliqui dan patung orang kudus (PUMR 277).

Wednesday, January 30, 2013

PERARAKAN MASUK DAN NYANYIAN PEMBUKA



                Perarakan masuk para pelayan dan petugas sebagai tanda diawalinya perayaan Ekaristi ini disambut oleh umat beriman dengan berdiri sambil diiringi dengan nyanyian pembuka.
                Pada hari Minggu dan hari raya, perarakan masuk ini diiringi dengan nyanyian pembuka, yang memiliki beberapa fungsi:
  1. Mengiringi perarakan para petugas liturgy (imam dan para pelayan lain) memasuki ruang ibadat; maka nyanyian pembuka harus dilagukan selama perarakan berlangsung.
  2. Membina persekutuan umat; maka seluruh jemaat harus berpartisipasi dalam nyanyian pembuka: bernyanyi dengan segenap hati, dengan suara lantang; oleh karena itu baik dipilih nyanyian yang mampu mempersatukan umat.
  3. Mengantar umat memasuki misteri yang dirayakan; maka tema nyanyian pembuka harus cocok dengan perayaan Ekaristi hari yang bersangkutan.
Berkaitan dengan fungsi kedua: membina persekutuan umat, maka perlu diperhatikan hal-hal yang menunjang terciptanya persekutuan jemaat, a.l.:
1.       Tata gerak: selama melagukan nyanyian pembuka kita semua berdiri tegap, tidak loyo, tidak ada yang duduk; kesamaan sikap ini menunjukkan kekompakan, persekutuan. “Sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan liturgi kudus. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dna membangun sikap batin yang sama pula.”
2.       Terlibat: seluruh umat menyanyikan nyanyian pembuka, entah silih berganti dengan koor, entah bersama-sama dengan para anggota koor.
3.       Berbagi buku: kalau teman di sebelah kita tidak membawa buku, kita ajak ia menyanyi dengan buku kita; dengan menawarkan buku untuk dipakai bersama, kita membangun persekutuan.