Tanda salib adalah tata gerak
khas katolik setiap kali mengawali doa atau ibadat; juga ketika jemaat katolik
mengawali Perayaan Ekaristi. Sambil berdiri, imam bersama seluruh umat yang
hadir memulai perayaan Ekaristi dengan membuat tanda salib dengan bersuara
lantang: “Dalam/Demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.” Umat juga membuat
tanda salib dan menjawab: “Amin.” Baik dilafalkan maupun dilagukan, jawaban
‘Amin’ ini harus mantap.
Jadi, pada dasarnya tanda salib
dalam perayaan Ekaristi bersifat dialogal. Pemimpin tidak boleh memborong
sampai dengan “Amin.” Karena kalau demikian, ia menggusur hak umat untuk
mengamini dan dapat ditafsirkan bahwa ia tidak menghendaki peranserta umat
untuk ikut berpartisipasi.
Maka, tata gerak tanda salib
harus dilaksanakan dengan khidmat dan cermat, tidak serampangan atau sambil
lalu saja. Kita memulai tanda salib dengan menyentuhkan tangan pada dahi, lalu
pada dada, lalu pada bahu kiri dan akhirnya pada bahu kanan.
Tanda salib ini menyatakan dua
pengakuan iman sekaligus. Pertama, tanda salib mengungkapkan tanda keselamatan
kita, yakni salib Kristus. Kekuatan dan kemegahan orang kristiani terletak pada
“Salib Tuhan kita Yesus Kristus” (Gal 6: 14). Para Bapa Gereja mengatakan bahwa
keselamatan kita hanya berasal dari salib Kristus. Kedua, tanda salib dengan
penyebutan Allah Tritunggal menunjuk inti misteri iman kita sebagaimana diakui dan
dinyatakan pada saat pembaptisan kita. melalui pembaptisan, kita dipersatukan
dengan persekutuan Allah Tritunggal, sesuai dengan sabda Tuhan sendiri pada
waktu memberi perintah para murid: “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” (Mat 28: 19). Dengan
demikian, tanda salib dengan menyebut nama Allah Tritunggal secara liturgis
sebenarnya menghubungkan kita dengan sakramen baptis.
0 komentar:
Post a Comment