Pada semua DSA,
doa anamnesis sangat erat dihubungkan dengan doa persembahan atau doa kurban.
Dengan anamnesis, dihadirkan misteri kurban di salib Kristus sendiri yang
menyelamatkan itu pada saat ini dan di sini, yakni dalam konteks jemaat yang
merayakan ekaristi.
Dalam prakata Pedoman Umum
Misale Romawi : “Keyakinan mengenai
kehadiran kurban salib dalam perayaan Ekaristi dijabarkan secara cermat dan
tepat dalam doa-doa syukur agung. Sebab bila dalam doa syukur agung imam
melakukan pengenangan (anamnesis), ia menghadap Allah, juga atas nama seluruh
umat, bersyukur kepada-Nya dan mempersembahkan kurban yang hidup dan suci, yang
merupakan persembahan Gereja sebagai kurban sejati, yakni putera-Nya sendiri,
yang berkat kematian-Nya telah mendamaikan kita dengan Allah. Imam pun berdoa
agar tubuh dan darah Kristus menjadi kurban yang berkenan pada Allah dan
membawa keselamatan bagi seluruh dunia."dirumuskan dalam satu kalimat.
Misalnya dalam DSA II dirumuskan: “Sambil mengenangkan wafat dan kebangkitan,
kami mempersembahkan kepada-Mu, ya Bapa, roti kehidupan dan piala keselamatan.”
Sementara dalam DSA III, doa persembahan itu dirumuskan sendiri, namun langsung
sesudah doa anamnese: “Sambil mengharapkan
kedatangan-Nya kembali, dengan penuh syukur kami mempersembahkan kepada-Mu
kurban yang hidup dan kudus ini. Kami mohon, pandanglah persembahan Gereja-Mu
ini dan indahkanlah kurban yang telah mendamaikan kami dengan Dikau ini.”
Pada bagian doa persembahan ini,
PUMR merumuskan: “Dalam perayaan-kenangan ini, Gereja, terutama Gereja yang
sekarang sedang berkumpul, mempersembahkan kurban murni kepada Allah Bapa dalam
Roh Kudus. Maksud Gereja ialah supaya dalam mempersembahkan kurban murni ini
umat beriman belajar juga mempersembahkan diri sendiri. Maka melalui Kristus,
Sang Pengantara, dari hari ke hari umat beriman akan semakin sempurna bersatu
dengan Allah dan dengan sesama umat, hingga akhirnya Allah menjadi
segala-galanya dalam semua.” (PUMR 79.h.)
0 komentar:
Post a Comment