Wednesday, May 18, 2011

Pengantar Jurnalisme Investigasi

Reportase Investigasi

Reportase berasal dari bahasa Latin, reportare, yang berarti membawa pulang sesuatu dari tempat lain. Bila dikaitkan dengan kegiatan jurnalisme, hal itu menjelaskan seorang jurnalis yang membawa laporan kejadian dari suatu tempat, di mana telah terjadi sesuatu.
Sedangkan investigasi berasal dari bahasa Inggris investigative, yang asalnya juga dari bahasa Latin, vestigum artinya jejak kaki. Pada sisi ini menyiratkan pelbagai bukti yang telah menjadi suatu fakta.
Reportase investigasi merupakan sebuah kegiatan peliputan yang mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta adanya pelanggaran, kesalahan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum.
Dalam bukunya “Jurnalisme Investigasi”, Septiawan Santana mengutip pernyataan Ullman dan Honeyman yang menggambarkan dan mendevinisikan reportase investigasi sebagai sebuah reportase, sebuah kerja menghasilkan produk dan inisiatif, yang menyangkut hal-hal penting dari banyak orang atau organisasi yang sengaja merahasiakannya.
Sementara Goenawan Mohamad, wartawan senior Indonesia menyatakan, investiasi adalah kegiatan jurnalisme yang hendak “membongkar kejahatan”. Hal ini ketika seorang jurnalis mengikuti naluri penciuman untuk membuka pihak-pihak yang menutupi suatu kejahatan. Karenanya, kegiatan peliputannya berbeda dengan reportase pada umumnya. Ciri peliputannya meliputi kegiatan pengujian berbagai dokumen dan rekaman, pemakaian informan, keseriusan dan penelusuran riset.
Reportase biasa hanya mengungkap apa yang terjadi dan tampak di permukaan. Sedangkan reportase investigasi berusaha untuk menyingkap sesuatu dibalik permukaan. Ia memiliki fokus tertentu yang dituju. Peliputan jenis ini membutuhkan perencanaan matang dan waktu yang cukup panjang dalam pengerjaannya. Selain itu, resiko dan bahaya yang mengancam jurnalis investigasi lebih besar. Sebab, ia berhadapan dengan kelompok atau organisasi yang tak ingin kejahatannya terbongkar.
Prinsip liputan investigasi mengindikasikan kegiatan penggalian informasi. Sebagaimana diketahui, di antara perkerjaan seorang wartawan ialah mengumpulkan informasi untuk membantu masyarakat memahami pelbagai kejadian yang memengaruhi kehidupan mereka.
Penggalian informasi ini membawa seorang reporter melakukan tiga kegiatan. Pertama, surface fact, yakni penelusuran fakta-fakta dari sumber orisinil, seperti rilis berita, catatan-catatan tangan, dan berbagai omongan. Kedua, reportarial enterprise, yang meliputi kerja memverifikasi, menyelediki dan meliputi kejadian-kejadian mendadak serta mengamati latar belakang. Ketiga, interpretation and analysis, yakni, coba mengukur akumulasi informasi berdasar tingkat signifikasi, dampak, penyebab dan konsekwensinya.




Jurnalis Investigatif

Perbedaan awal dari jurnalis investigasi dan jurnalis biasa terletak pada inisiatifnya. Seorang jurnalis investigasi selalu peka dan mengasah instingnya. Telah sering kita sebut, seorang jurnalis harus bermata elang, telinga ayam dan hidung anjing. Penglihatan, pendengaran dan penciuman jurnalis di atas rata-rata manusia dalam menghadapi realitas yang terjadi sehari-hari. Masyarakat umumnya, menerima kejadian dan kenyatan yang dikatakan dan terjadi sebagai kebenaran, tanpa memertanyakan lebih lanjut kenapa dan bagaimana suatu itu terjadi.
Jurnalis investigatif selalu punya inisiatif beda. Ia tidak selalu serta merta menerima yang ada dan yang telah berjalan sebagai kebenaran. Ia terus menelisik sampai kedalam dari sebuah realitas kehidupan. Ia tidak menunggu sampai suatu masalah atau peristiwa timbul atau diberitakan. Sebaliknya, ia justru menampilkan peristiwa baru atau sesuatu hal baru atau membuat berita.
Karena kerumitan dan kepelikan masalah yang dihadapi, jurnalis investigasi membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat mengungkap satu masalah. Berbeda dengan wartawan ‘ronda’ yang menjalin sebanyak mungkin pejabat resmi yang berpotensi sebagai sumber berita.
Jurnalis investigasi sangat seletif dan skeptis terhadap bahan berita resmi, meneliti dengan kritis setiap pendapat, catatan dan bocoran informasi, tidak serta merta membenarkan. Jika wartawan umum memberitakan apa yang terjadi atau yang diumumkan, jurnalis investigatif mengungkapkan, mengapa suatu hal diumumkan atau terjadi, mengapa terjadi lagi.
Jurnalis investigatif bukanlah jurnalis biasa yang hanya menjadi penyaluran dari berita-berita resmi. Jurnalis biasa umumnya hanya menghadiri jumpa-jumpa pers, rapat-rapat anggota dewan, seminar, pertemuan, sesuadah itu mencatatnya. Karenanya, wartawan macam ini tak lebih dari seorang pencatat saja.
Seorang jurnalis investigatif harus memiliki agresivitas tinggi terhadap data dan keterangan yang muncul dipermukaan, yang tersedia begitu saja di hadapannya. Punya kepekaan tinggi terhadap adanya persekongkolan, para penghasut rakyat, atau keculasan yang terjadi di masyarakat. Ia juga harus memiliki kamampuan untuk marah, menderita semacam kegusaran moral yang sungguh-sungguh terhadap suatu keculasan. Mereka mengamsalkan bahwa jurnalisme adalah memberikan kepada publik informasi yang oleh pemerintah dilarang keras untuk diketahui publik.
Sebab paling mendasar terkait dengan kaidah kerja investigasi ialah selalu memburu sesuatu. Pekerjaan investigasi wartawan berkaitan dengan nilai intensitas keingintahuan mengenai ‘how the world works or fails to work’. Seorang investigator tidak menerima mentah-mentah pernyataan sumber-sumber resmi. Ia melakukan riset mendalam, tekun mengontruksi suatu kejahatan dan tak kenal lelah mengejar sumber-sumber penting. Mereka tidak mau terbujuk untuk menuruti pandangan yang dikemukakan tokoh-tokoh publik atau orang-orang terkemuka atau pun kata-kata dari narasumber yang biasa mereka hubungi.
Ada tiga level atau tingkatan kerja dalam dunia jurnalisme. Level pertama, reporter melaporkan pelbagai kejadian masyarakat dan memaparkan apa yang terjadi. Level berikutnya, menginterpretasikan apa yang harus dilakukan. Pada level ketiga, mencari pelbagai bukti yang ada di balik sebuah peristiwa.
Untuk memeroleh laporan investigasi yang baik, harus selalu memiliki rasa ingin tahu, kemampuan untuk mendapatkan fakta, mampu memahami dan mampu menyampaikan kepada publik. Selain itu, ia harus bisa menimbulkan keinginan beraksi, peduli terhadap permasalahan orang lain, khususnya kaum tertindas. Untuk itu, ia memerlukan kecukupan pemilikan akan pengetahuan fakta-fakta, rasa iba, semangat melawan ketamakan dan perbaikan sosial. Di tambah lagi, seorang jurnalis investigasi harus mengembangkan tempramen dan talenta di dalam dirinya.


Proses Kerja Investigasi

Kehidupan berjalan dan kita ada di dalamnya. Jika kita terus mengikutinya tanpa ada rasa memertanyakan, semua seperti terjadi tanpa masalah. Padahal, jika kita mau merenung sejenak dan coba merefleksikan kehidupan secara mendalam, banyak permasalahan dan kejanggalan yang terjadi di sekitar kita. Karena itulah, butuh kecerdasan dan ketajaman pikiran seorang jurnalis untuk mengungkap ketidakberesan yang terjadi.
Seorang jurnalis harus memiliki rasa keingintahuan seperti anak-anak, ketahanan fisik seorang kuli bangunan dan kecerdasan seorang profesor. Ini terkait medan yang dihadapi membutuhkan ketiga hal tersebut. Tanpa itu, sulit bagi seorang untuk menjadi jurnalis yang sesungguhnya. Maka, salah-satu yang mungkin adalah terus mengembangkan, melatih dan mengasah, baik insting, fisik dan memerkaya ilmu dan pengetahuan.
Terkadang, kerja wartawan investigatif mirip dengan kerja seorang reserse atau intelejen. Ia menelusuri sebuah kejahatan sampai kedalam-dalamnya, yang bagi orang awam susah ditembus. Bahkan bila perlu ia harus melakukan penyamaran. Namun hal terakhir ini sebisa mungkin dihindari, kecuali memang tak ada jalan lain. Sebab, jurnalisme sangat menjunjung tinggi kejururan, baik dalam penulisan maupun peliputan.
Terkait proses kerja investigasi secara sederhana terbagi dalam dua bagian. Kegiatan awalnya ialah menelusuri pelbagai kasus/skandal/permasalahan yang mesti ditindaklanjuti. Jika dapat, maka pada tahap yang lebih serius, investigasi memulai kerjanya.
Wartawan investigasi dari Omaha, yang juga teoritisi di Ohio State University, Paul N. Williams memberikan sebelas langkah reportase investigatif.

1. Conseption
Unsur awal ini terkait dengan apa yang disebut pencarian berbagai ide/gagasan, yang menurut Williams merupakan proses unending. Ide atau gagasan ini bisa didapat darimana saja. Baik dari saran seseorang, menyimak pelbagai narasumber reguler, membaca, menyimak potongan berita, mengembangkan sudut pandang lain dari sebuah berita atau observasi langsung.

2. Fisibility Study
Langkah ini ialah mengukur kemampuan dan perlengkapan yang diperlukan. Hal ini karena investigasi berbeda dari liputan biasa, yang hanya mengungkap apa yang tampak dalam peliputan. Oleh sebab itu, liputan investigasi memerlukan penyiapan yang bukan sekadar perangkat yang harus dimiliki wartawan. Di sini, butuh upaya wartawan untuk menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi. Di antaranya, berbagai halangan yang harus dihadapi, perhitungan terhadap berbagai objek yang harus direportase serta menjaga kerahasian terhadap media lain.

3. Go-No-Go-Decision
Langkah ini merupakan pengukuran terhadap hasil investigasi yang akan dilakukan. Setiap liputan investigasi mesti memerhitungkan akhir dari proyek penyelidikan yang akan dikerjakan. Singkatnya, ada target dari kerja investigasi yang dilakukan.

4. Basebuilding
Upaya wartawan untuk mencari dasar pijakan dalam menganalisis sebuah kasus. Ini disebabkan, tiap kasus yang terjadi di masyarakat akan terkait dengan pemahaman dasar mengenai kehidupan manusia, institusi, atau isu-isu, yang biasanya berhubungan dengan berbagai wacana sejarah dan kontemporer. Sebab, untuk paham bagaimana sesuatu itu terjadi, adalah penting memelajari bagaimana sesuatu itu bisa terjadi.

5. Planing
Mengingat resiko dan ketelitian serta kerapihan kerja, perlu adanya perencanaan/planing yang terkait dengan pengumpulan dan penyusunan informasi, pembagian tugas dan sebagainya.
Proses penyusunan dilakukan setelah mengumpulkan berbagai isu yang merebak di masyarakat. Setelah itu, pengecekan dan penyusuan biasa dilakukan dengan menyilang-referensikan seluruh dokumen dan catatan wawancara dengan berbagai topik yang relevan.
Pembagian tugas meliputi, pengerjaan: peliputan, penulisan, copy-editing, fotografi, grafik, pengecekan akurasi dan penuduhan-penuduhan.

6. Original Reseach
Kegiatan ini umumnya terbagi menjadi dua, papers trails dan people trails. Papers trails adalah pencarian berbagai keterangan yang bersifat tekstual. Ini meliputi penggalian terhadap sumber-sumber skunder seperti surat kabar, majalah, selebaran, naskah-naskah, buku referensi, desertasi, tesis, database komputer, internet dan lain-lain.
Di samping itu yang lebih penting adalah dokumen-dokumen primer seperti, naskah, perjanjian, catatan administrasi, pajak, data-data kelahiran, kematian, keuangan, sampai database pemerintah.
Sementara itu, people trails meliputi pekerjaan mencarai dan mewawancarai sumber-sumber terkait.


7. Reevaluation
Setelah semua data terkumpul dan dievaluasi, kembali pertanyakan, haruskah investigasi dilanjutkan? Atau haruskah disusun sekarang? Atau ditunda dulu untuk sementara waktu?

8. Filling the Gap
Ini adalah fase kegiatan yang mengupayakan beberapa bagian yang belum terdata.

9. Final Evaluation
Tahap ini berbeda dengan tahap sebelumnya. Tahap evaluasi final ini ialah mengukur hasil investigasi dengan kemungkinan buruk atau negatif, seperti, menghitung apakah pekerjaan penelusuran ini berdasarkan pretensi jurnalisme atau politik atau lainya. Atau bahkan tidak terkait dengan kaidah dasar pekerjaan kewartawanan.
Bila diekspos, apakah tidak ada persoalan dengan privasi (hak privasi) dari seorang tokoh publik. Di sini juga diperhitungkan keamanan sumber-sumber yang tak mau disebutkan, atau diberitakan. Di tepi lain, perlu perhitungan apakah berita ini melanggar hukum atau tidak. Dan yang paling penting adalah mengevaluasi keakurasian pihak-pihak yang hendak diaporkan, sesuai dengan standar jurnalistik.

10. Writing And Writing
Menulis laporan investigasi memerlukan kesabaran, ketekunan dan kemauan untuk terus memerbaiki penulisan berita, secara terus menerus bila diperlukan.

11. Publication and Follow-Up Stories
Pelaporan berita investigasi biasanya tak hanya muncul dalam satu kali penerbitan. Masyarakat kerap menunggu dari masalah yang telah diungkap. Penyelesaian dari pihak-pihak yang terungkap dan sebagainya.


Pada peralihan abad 19 ke 20, berita dibuat menurut “apa yang dilakukan orang” bukan “apa yang terjadi pada orang”. Sejalan dengan perkembangan masyarakat, kerangka perumusan berita berkembang pula mengikuti tuntutan kebutuhan masyarakat. Konsep tradisional apa, siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa pun mulai diubah ke penekanan tertentu. Pelaporan mementingkan jawaban mengapa, untuk memenuhi kebutuhan pemerintah masyarakat dan pemerintah akan penjelasan berbagai kejadian yang dilaporkan wartawan. Wartawan dituntut untuk mengangkat permasalahan dengan kriteria nilai berita yang yang berlatar belakang isu-isu kompleks. Mereka harus melaporkan peristiwa dengan kedalaman dan kelengkapan isu sosial yang akan memengaruhi kehidupan masyarakat.




Komponen Moral

Tujuan kegiatan jurnalisme investigasi adalah memberitahu kepada masyarakat adanya pihak-pihak yang telah berbohong dan menutup-nutupi kebenaran. Masyarakat diharapkan waspada terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan berbagai pihak.
Dari tujuan tersebut, dapat dilihat bahwa ada tujuan moral. Segala yang dilakukan wartawan investigasi dimotivasi oleh hasrat untuk mengoreksi keadilan dan menunjukkan adanya kesalahan.
Menurut Melvin Mencher, the moral component merupakan unsur penting dalam peliputan investigasi. Wartawan mengumpulkan segala bukti yang menguatkan fakta adalah didorong oleh motivasi moral. The desire to correct an injuctice, to right a wrong, and persuade the public to alter the situation. Pada akhirnya, pekerjaan jurnalisme investigasi mengajak masyarakat untuk memerangi pelanggaran yang tengah berlangsung dan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

Mengembangkan Fakta dengan Dangerous Projects

Jurnalisme investigasi dialokasikan sebagai pekerjaan berbahaya atau dangerous projects. Para wartawannya berhadapan dengan kesengajaan pihak-pihak yang tidak mau urusannya diselidiki, dinilai, dan juga dilaporkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kewaspadaan dalam karier kewartawanan menjadi hal yang penting.
Dan harus diingat bahwa jurnalisme investigasi bukan hanya menyampaikan sebuah dugaan adanya sebuah persoalan pelanggaran, melainkan juga merupakan kegiatan memproduksi pembuktian konklusif terhadap suatu persoalan dan melaporkannya sejara jelas dan sederhana.
Kegiatan jurnalisme investigasi terkait dengan upaya mengembangkan bangunan fakta-fakta. Nilai mutu laporan jurnalistik ini terletak dalam membangun dasar fakta-fakta. Hasil liputannya mengeluarkan sebuah judgement yang didasari oleh fakta-fakta yang melingkupi persoalan yang dilaporkan wartawan. Untuk itulah pekerjaan ini mementingkan sekali kesiapan kerja wartawan untuk selalu mengecek fakta-fakta, tidak mudah menaruh kepercayaan kepada segala sesuatu,termasuk tidak langsung memercayai orang-orang yang memiliki kepentingan.
Kerja investigasi wartawan kerap menemukan area liputan yang mesti dibuka dengan sengaja. Berbagai narasumber bahkan diasumsikan mempunyai kemungkinan untuk memanipulasi data. Oleh sebab itu, berbagai data yang didapat memerlukan analisis kritis wartawan investigasi.

Setetes Embun Filsafat Barat

Rene Descrates

- Kesangsian Metodis. Sangsi akan segala hal, supaya tinggal diterima hal yang betul-betul pasti, sehingga dapat terjadi suatu sistem filsafat seperti suatu sistem ilmu pasti. Yaitu suatu sistem yang berdasarkan aksioma-aksioma, dan tersusun menurut langkah-langkah logis.
- Cogito ergo sum. Subyek yang sedang berfikir menjadi titik pangkal filsafat Descrates. Kata dia, kalau saya raga akan segalanya, saya masih punya kepastian tentang kesangsian saya. Maka, saya sedang berfikir.
- Subyek sebagai pusat. Manusia sendiri menjadi kekuasaan yang membawa, memikul kenyataan. Manusia yang berfikir merupakan pusat dunianya.
- Ide-ide yang jelas dan tegas. Ide tentang aku berfikir maka aku ada adalah ide yang jelas dan tegas. Dan semua hal yang saya punya sebagai ide-ide yang jelas dan tegas, itu pasti.Akal, rasio mencapai kepastian ini tanpa pertolongan apapun.
- Dualisme. Salah-satu dari ide-ide yang jelas dan tegas adalah memang ada tiga subtansi yakni, Allah, pemikiran (cogitatio), dan keluasan (extensio). Pemikiran itu bidang psikologi, bidang jiwa. Sedangkan keluasan itu bidang ilmu alam, bidang materi.

Baruch Spinoza

- Rasionalisme dan mistik.
- Allah = Alam = satu subtansi. Segala sesuatu itu termuat dalam Allah-Alam. Allah itu sama dengan aturan alam. Kehendak Allah, aturan Allah adalah kehendak alam, aturan alam dan hukum-hukum alam.penyelenggaraan itu sama dengan keperluan mutlak, sama dengan nasib. Cinta kepada Allah itu sama dengan cinta kepada nasib, Amor Dei = Amor Fati
- Etika. Kebahagian itu sama dengan kebebasan. Kebebasan memilih memang tidak ada. Kebebasan menurut Spinoza adalah kebebasan untuk perasaan. Perasaan ini dapat dicapai dengan pengertian. Kalau berkat pengertiannya manusia bebas dari semua gerak emosional, maka dia ‘merasa bebas’. Kebahagian itu kebebasan. Kebabasan itu mengerti keperluan dan mengerti keperluan itu kemerdekaan dari emosi-emosi. Kebebasan itu hanya menyesuaikan diri dengan keseluruhan.
- Ada tiga jenis pengetahuan. Pengetahuan pancaindera, pengetahuan akal budi dan pengetahuan intuitif. Yang ketiga ini adalah yang paling sempurna. Orang yang mencapai pengetahuan ini melihat sesuatu dengan perspektif keabadian. Pengetahuan ini, yakni kontemplasi, memberi persesuaian dengan keselurahan. Sebagai hasilnya ialah kebebasan dan kebahagiaan.



Gotfried Wilhelm Leibniz

- Monadologi. Spinoza mengakui hanya ada satu subtansi Alam atau Allah, Descrates mengakui tiga subtansi, Allah, Pemikiran dan Keluasan. Tidak demikian dengan Leibniz. Baginya jumlah subtansi itu tak terhingga besarnya. Kenyataan terdiri dari monade-monade: bagian-bagian paling kecil, yang semua merupakan subtansi-subtansi. Monade-monade itu seperti jiwa-jiwa, karena semua monade memunyai kesadaran. Namun monade dari taraf anorganik memunyai kesadaran hanya dalam keadaan mimpi. Monade-monade pada hewan dan tumbuhan sudah lebih tinggi. Manusia terdiri dari monade-monade yang sangat tinggi. Sementara Allah adalah monade yang paling tinggi.
- Theodicee. Lebniz menciptakan kata teodise, “Pembenaran Allah” terhadap kejahatan. Lebniz menerangkan kebaikan Allah tidak bertentangan dengan adanya kejahatan. Kebebasan manusia tidak bertentangan dengan kemahakuasaan Allah.
- Dinamisme. Segala sesuatu pada hakikatnya adalah energi, kehendak dan kekuatan.

Blaise Pascal

- Anti Rasionalisme. Ada yang lebih penting daripada rasio, yakni logika hati. Hati memunyai alasan-alasan yang sama sekali tidak diketahui oleh akal. Perbuatan paling tertinggi dari akal adalah mengakui bahwa kadang-kadang akal itu terbatas. Akal hanya salah-satu sumber pengetahuan. Ada sumberlain yang lebih penting yakni pengetahuan intuitif. Pengetahuan ini disebut hati (coeur), intelligence, dan logika hati. Pengetahuan ini adalah intuitif, irasional dan dapat dikenal melalui rasa kepastian yang selalu berhubungan dengan pengetahuan ini.
- Pascal tidak ingin mengadu domba antara filsafat dan teologi melainkan antara akal budi dan hati, raison dan couer. Pascal mau mengatakan, manusia bisa bertemu dengan Allah dalam hatinya.

Empirisme adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang menekankan peraman empiria (pengalaman inderawi). Empirisme di rintis oleh Francis Bacon dan Thomas Hobes. Kemudian menjadi penting berkat John Locke.

John Locke
- Segala sesuatu dalam pikiran saya berasal dari pengalaman inderawi, bukan dari akal budi. Otak seperti sehelai kertas putih. Melalui pengalaman, helai kertas itu diisi.
- Pengalaman lahiriah dan pengalaman batin. Menurut Locke, semua pengetahuan itu berasal dari pengalaman lahiriah (dari sense atau external sense) atau pengalaman batin (internal sense atau reflexion). Yang lahiriah memberi informasi tentang dunia di luar kita, yang batin tentang dunia dalam kita, yaitu jiwa. Pengalaman lahiriah, sensation itu dari sifat-sifat seperti ‘keluasan’, ‘bentuk’, ‘jumlah’ dan ‘gerak’. Pengalaman batin itu terjadi kalau kesadaran melihat keaktifannya sendiri. Dengan cara ini terjadi “ingat”, ‘memerbandingkan’, ‘menghendaki’ dan seterusnya.
- Simple ideas dan complex ideas. Isi otak ini terdiri dari ide-ide. Simple ideas berasal secara langsung dari pengalaman inderawi. Complex ideas hanya berupa hubungan-hubungan dari ide-ide tunggal. Misalnya sebab, relasi, dan sebagainya. Tidak dilihat secara langsung tapi dilihat melalui kombinasi ide-ide tunggal.

George Berkeley

- Plato telah mengajarkan bahwa kenyataan terdiri dari dua dunia, yakni dunia ide-ide dan dunia material, yang merupakan bayangan dari dunia ide-ide. Sejak itu, percobaan menerangkan antara keduanya, antara ide dan materi, jiwa dan badan, pemikiran dan keluasan, bentuk dan materi, spiritual dan material tersu dilakukan. Percobaa-percoabaan ini sering menghasilkan dualisme, yang sering berat sebelah. Pada Berkeley, ini hanya ada kesadaran saja. Karena itu, filsafatnya sering disebut ‘spiritualisme’.
- Pada Berkeley, maeri dikeluarkan. Perbedaan antara materi dan jiwa tidak ada. Locke yang mengatakan bahwa semua pengetahuan itu berasal dari pengalaman. Pikiran ini diteruskan Berkeley: pengalaman itu tidak disebabkan oleh sesuatu di luar kita. Sebab tak ada sesuatu di luar kesadaran kita. Benda-benda hanya ada kalau diamati. Sesuatu yang tidak diamati,sama sekali tidak ada.
- Esse est percipi. Apakah tidak ada kalau kita tidur? Matahari tetap ada karena ada masih tetap diamati oleh orang lain. Dan akhirnya segala sesuatu yang ada diamati oleh Allah. Sehinga kontinuitas tetap terjaga. Kalau saya tidak mengamati apa-apa, “kesadaran pada umumnya” masih tetap aktif. Sehingga benar-benar bahwa esse est percipi “ada itu: diamati”.

David Humu

- Skeptisisme. Hum meneruskan pikiran Locke dan Berkeley hingga batas di mana empirisme menjadi agak mustahil. Ia juga empiris terakhir. Filsafatnya skeptisistis. Dunia material sudah dicoret oleh Berkeley. Sekarang juga subjek yang sedang mengamati dicoret oleh Hume, Aku sebagai pusat pengalaman, kesadaran, pemikiran dan perasaan, menurut Hume hanya satu rangkaian ‘kesan-kesan’, impressions. Impressions ini merupakan ‘bahan’ dari mana isi pengetahuan tersusun. Pikiran-pikiran itu hanya sisa-sisa pengalaman inderawi. Dan sisa-sisa itu adalah kesan-kesan. Dari kesan-kesan itu dapat disusun connexions dan associations oleh keatifan kehendak kita. Namun keaktivan kehendak ini tidak berarti banyak. Sebab kesadaran manusiawi ini bukanlah ‘jiwa’, melainkan hanya deretan kontinue dari kesan-kesan. Berdasarkan pendapat ini, Hume disebut sebagai wakil pertama psikologi tanpa jiwa.
- Agama. Dalam bidang etika dan agama pun Hume cukup skeptis. Kata Hume, secara teoritis tidak dapat dibuktikan apa-apa dari perkataan tentang agama dan etika. Kepentingan agama hanya dapat dibuktikan secara teoritis. Dia membedakan agama menjadi dua. Natural religion yang berasal dari akal budi dan agama rakyat yang penuh fanatisme. Natural religion itu mempunyai nilai, tapi agama rakyat itu hanya berbahaya.

J.J Rouseau

- Kebudayaan melawan alam. Menurut Rouseau, manusia justru terasingkan dari dirinya sendiri oleh kemajuan ilmiah dan oleh kemajuan pada umumnya. Untuk menjadi sembuh dari alienasi ini manusia harus kembali ke keadaan alamiah.

KERINDUAN SEORANG NAPI

“Sebuah jubin lantai rumahku terpecah. Terlihat, seekor jangkrik keluar dari retakan jubin sambil mengibas sayap, pratanda ada kebebasan baru yang dialami.”

Langit kota Tangerang-Banten semakin cerah. Sinar mentari pagi perlahan menyusup menembusi dedauan yang masih melekat rapih di pohonnya. Kecerahan langit tak secerah langit jiwa sang kelana yang kini mendekap di hotel prodeo. Langkahku semakin merapat pada pintu besi di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang. Deru mesing-mesin kota dan semburan asap dari knalpot, sepertinya tidak mengganggu kehidupan mereka yang sangat terbatas. Kerinduan untuk bebas selalu menggema setiap saat tetapi itu hanya kerinduan. Waktulah yang menentukan dan memungkinkannya untuk keluar dari arena tak bebas itu.
Di depan pintu besi Lapas yang sulit didobrak itu, saya menitipkan HP, KTP dan tas ranselku juga digeledah. Di ruang itu saya menyuruh petugas Lapas untuk memanggil Didik, (bukan nama sebenarnya) dan beberapa rekannya untuk kami ngobrol bersama di ruang tunggu. Cukup lama saya menunggu dan tiba-tiba ia dan beberapa temannya yang Katolik datang dari arah kapel. Di tangan Didik, tergenggam Injil dan didahinya diberi tanda salib dengan abu. Ketika masuk di ruangan, beberapa temannya menanyakan soal arti pemberian diri dengan abu di dahi. Dengan penuh keyakinan, Didik menjelaskan pada teman-teman narapidana yang muslim, bahwa tanda abu yang dikenakan pada dahi mengingatkan kita sebagai manusia lemah yang diciptakan dari tanah, suatu saat akan kembali ke tanah. Mendengar penjelasan itu, saya hanya manggut sebagai cara untuk mengapresiasi terhadap apa yang dikatakan sebagai kebenaran dari ajaran yang diterimanya.
Ruang tunggu itu tak beda jauh dengan “ romantic room.” Semua nara pidana yang saya jumpai sedang memeluk isteri atau anaknya dengan penuh kasih sayang. Kerinduan itu tersembul dari sorotan mata yang tak bisa menipu realita. Sambil menikmati coca-cola, saya mengobrol bersama beberapa napi yang katolik. Ketika saya tanya, apakah banyak napi katolik? Dengan penuh kepastian, ia menjawab, sekitar 30-an orang napi katolik. Mereka masuk atau dipaksa masuk ke situ dengan beragam masalah. Ada yang dihukum karena melakukan tindakan kriminal, ada yang terjerat masalah narkoba dan banyak lagi kasus yang menimpah mereka yang pada akhirnya menyeret mereka ke Lembaga Pemasyarakatan itu.
Socrates pernah berujar, “apabila banyak sekolah didirikan maka suatu saat, penjara-penjara bisa ditutup.” Ungkapan Socrates ini membahasakan bahwa keberadaan sekolah menjadi jaminan bahwa pola perilaku manusia bisa tertata rapih dan kejahatan perlahan lenyap dari bumi ini. Tetapi apa realita yang muncul saat ini? Pendirian sekolah hampir bersamaan dengan pendirian penjara atau sekarang disebut sebagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Di depan papan pengumuman itu aku melihat data-data terutama jumlah orang yang ada dalam penjara sekitar 1000 lebih orang. Ini belum terhitung dengan jumlah nara pidana di Lapas wanita dan anak-anak. Sebuah angka yang menggila dan fantastis. Tetapi apakah mereka adalah orang-orang terbuang dari pergaulan umum karena ulah tingkah dan salah mereka? Melihat jumlah napi yang semakin menanjak, menjadi sebuah sindiran bagi lembaga keluarga, sekolah dan agama yang selalu mendengungkan moralitas dan nilai cinta kasih. Masing-masing institusi mempertanyakan diri. Seberapa jauh nilai cinta kasih dan moralitas ditanamkan dalam diri anak-anaknya?
Dalam rentang waktu yang tidak mengenal titik habis, kita terus bertanya, mengapa mereka terhempas dan dihempas dalam penjara? Sampai kapan mereka mengalami pertobatan yang berarti? Inilah pertanyaan yang sederhana terus menggeliat dalam lika-liku waktu. Didik, walau dianggap sebagai pembunuh kelas kakap, tetapi beberapa tahun terakhir menunjukkan diri ke arah perubahan yang lebih baik. Menurut penuturannya dengan saya, dengan berbekal pengalaman yang tidak bebas di Lapas, ia selalu menasihati keluarganya agar menghindari hal-hal yang bersentuhan dengan tindakan kriminal. Pengalaman di Lapas adalah pengalaman yang tidak mengenakkan dan ruang gerak kebebasan selalu dipantau.
Apa yang harus dilakukan sebagai upaya dalam mengatasi pelbagai persoalan? Baginya, hanya satu cara yang ditempuh yaitu mengikuti proses hukum dan menjalaninya secara normatif. Cara ini memperlihatkan sebuah upaya untuk bersahabat dengan keputusan hakim yang telah mengetuk palu. Menghitung hari-hari hidup dibalik jeruji adalah menghitung sebuah kesia-siaan. Mengapa kesia-siaan? Karena setelah menghitung, berapa lama lagi saya mendekap dalam penjara, saya tetap menjalani hidup sebagai napi dan masih menunggu waktu untuk suatu saat keluar dari penjara. Memang, penjara (Lapas) hanya memenjarakan saya secara fisik tetapi kerinduan saya tak bisa terpenjara. Kebanyakan napi hidup dalam kerinduan, rindu untuk pulang rumah, untuk ada bersama dengan anggota keluarga.
Semangat dan kerinduan menjadi spirit yang menggerakkan kesadaran mereka untuk bertahan dalam penjara. Tanpa harapan dan kerinduan maka pupus sudah makna hidup yang dijalaninya. Memang penjara, di mata kebanyakan orang adalah tempat pembuangan bagi mereka yang menyalahi aturan normatif. Namun penjara juga dilihat sebagai wadah yang membentuk atau mendaur kembali kehidupan orang-orang yang sudah jauh dari sentuhan moralitas. Di ujung pertemuan itu, Didik semakin menguatkan diri dengan melihat figur Paulus, yang dulu dikenal sebagai penjahat dan membunuh orang-orang yang menamakan diri sebagai pengikut Yesus, tetapi setelah mengalami pertobatan, ia menjadi rasul terbesar dalam Gereja Katolik. Ia tidak hanya mewartakan Yesus di kalangan orang Yahudi tetapi melampaui kelompoknya sendiri.
Penjara (Lapas) bisa dikatakan sebagai tempat untuk memurnikan kembali nurani agar setelahnya para mantan napi dapat bertindak secara baik. Seperti emas yang disepuh dalam tanur api, di sanalah kita temukan kemurnian emasnya. Demikian juga penjara, telah menyepuh para napi dalam tanur peradaban agar kelak, para mantan napi menjadi manusia yang utuh kembali.***

Monday, April 4, 2011

Bacaan dan Renungan

Sabtu, 9 April 2011, Pekan Prapaskah IV Yer. 11:18-20, Yoh. 7:40-53

Bacaan Injil:
Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu, berkata: "Dia ini benar-benar nabi yang akan datang." Yang lain berkata: "Ia ini Mesias." Tetapi yang lain lagi berkata: "Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." Maka timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia. Beberapa orang di antara mereka mau menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang berani menyentuh-Nya. Maka penjaga-penjaga itu pergi kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak membawa-Nya?" Jawab penjaga-penjaga itu: "Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!" Jawab orang-orang Farisi itu kepada mereka: "Adakah kamu juga disesatkan? Adakah seorang di antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-Nya, atau seorang di antara orang-orang Farisi? Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!" Nikodemus, seorang dari mereka, yang dahulu telah datang kepada-Nya, berkata kepada mereka: "Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?" Jawab mereka: "Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea." Lalu mereka pulang masing-masing ke rumahnya.

Renungan:
Menemui seseorang dengan pandangan dan pendekatan stereotip menghambat kita memperoleh makna terdalam setiap pertemuan. Kita membiarkan diri dipasung oleh praduga yang belum dibuktikan. Kita terhalang melihat apa yang harus kita lihat, menemukan apa yang mesti ditemukan.
Penampilan fisik orang tentu dapat berpengaruh. Informasi dan pengalaman yang terlalu singkat sangat ikut membatasi. Jangan pernah mengambil kesimpulan atau keputusan secara tergesa-gesa. Daerah asal dan kelompok, tidak sendirinya membuat orang otomatis jitu atau loyo. Lihat, dengar, dan cermati, baru ambil kesimpulan. Penilaian kita mestilah kita ambil berdasarkan pengamatan dan kedalaman jiwa. Jangan-jangan sesungguhnya yang salah adalah kita. Jangan pernah membiarkan prasangka menguasai diri. Faktalah yang mesti kita kaji dan kedalaman yang mesti kita temukan.

Doa:
Tuhan yang maha kasih, perbuatan dan pengajaran Putera-Mu membuat banyak orang semakin percaya bahwa Engkau sendiri yang hadir dalam diri Putera-Mu. Sebab bukan Dia sendiri yang berbuat demikian dari Dirinya sendiri, tetapi Engkau sendirilah yang telah lebih dulu hadir dalam diri Putera-Mu, sehingga apa yang diperbuat-Nya menunjukkan kuasa-Mu sendiri yang hadir. Sebab itu, berilah kami semangat dan keberanian untuk berubah agar semakin dapat melihat kebaikan-Mu dalam diri orang lain dan dalam diri kami. Amin.

Bacaan dan Renungan

Jumat, 1 April 2011, Pekan Prapaskah III Hos. 14:2-10, Mrk. 12:28b-34

Bacaan Injil:
Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Dan seorangpun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.

Renungan:
Pertanyaan dapat merupakan atau malahan menjadi pembuktian keyakinan sang penanya. Ada yang bertanya untuk mendapat jawaban yang benar-benar objektif, tetapi ada juga yang melakukannya guna mengelakkan tugas atau tanggungjawab yang mungkin akan diakibatkan dari jawaban baru yang disajikan.
Socrates pernah menyebutkan pertanyaan sebagai bidang ilmu pengetahuan. Pertanyaan merupakan keinginan untuk menemukan jawaban yang objektif dan subjektif benar dan mesti dilaksanakan secara konsekuen.
Kita perlu belajar mengajukan pertanyaan bukan untuk dijawab oleh orang lain, melainkan oleh kita sendiri. Bertanya berarti bertekad menemukan jawaban. Semakin autentik suatu jawaban, berarti semakin dekat dengan makna hidup. Masuk akal, oleh pertanyaan dan jawaban kita yang benar, kita dijamin-Nya “tidak jauh dari Kerajaan Allah”.

Doa:
Bapa yang Maharahim, pujian dan syukur kami persembahkan kepada-Mu karena begitu besar kuasa dan kasih-Mu bagi kami. Pada hari ini lewat Injil-Mu Engkau mengajari kami supaya mengasihi Engkau dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi kami. Namun bukan hanya itu, kami juga harus mencintai sesama kami seperti kami mencintai diri kami sendiri. Karena itu, kuatkan dan tegakkanlah kami untuk hanya berguru kepada Putra-Mu, yang adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Amin.

Bacaan dan Renungan

Kamis, 7 April 2011, Pekan Prapaskah IV Kel. 32:7-14, Yoh. 5:31-47

Bacaan Injil:
Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar; ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikan-Nya tentang Aku adalah benar. Kamu telah mengirim utusan kepada Yohanes dan ia telah bersaksi tentang kebenaran; tetapi Aku tidak memerlukan kesaksian dari manusia, namun Aku mengatakan hal ini, supaya kamu diselamatkan. Ia adalah pelita yang menyala dan yang bercahaya dan kamu hanya mau menikmati seketika saja cahayanya itu. Tetapi Aku mempunyai suatu kesaksian yang lebih penting dari pada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku, supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku, bahwa Bapa yang mengutus Aku. Bapa yang mengutus Aku, Dialah yang bersaksi tentang Aku. Kamu tidak pernah mendengar suara-Nya, rupa-Nyapun tidak pernah kamu lihat, dan firman-Nya tidak menetap di dalam dirimu, sebab kamu tidak percaya kepada Dia yang diutus-Nya. Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu. Aku tidak memerlukan hormat dari manusia. Tetapi tentang kamu, memang Aku tahu bahwa di dalam hatimu kamu tidak mempunyai kasih akan Allah. Aku datang dalam nama Bapa-Ku dan kamu tidak menerima Aku; jikalau orang lain datang atas namanya sendiri, kamu akan menerima dia. Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa? Jangan kamu menyangka, bahwa Aku akan mendakwa kamu di hadapan Bapa; yang mendakwa kamu adalah Musa, yaitu Musa, yang kepadanya kamu menaruh pengharapanmu. Sebab jikalau kamu percaya kepada Musa, tentu kamu akan percaya juga kepada-Ku, sebab ia telah menulis tentang Aku. Tetapi jikalau kamu tidak percaya akan apa yang ditulisnya, bagaimanakah kamu akan percaya akan apa yang Kukatakan?"

Renungan:
Sering kita alami bahwa kemampuan dan bakat dalam bidang tertentu justru membuat kita menilai diri sebagai yang paling patut didahulukan. Kecenderungan dan praksis itu terjadi dalam berbagai kesempatan. Bahkan, berbagai tindakan kita paksakan secara halus atau kasar. Kita minta dinomorsatukan. Kadang-kadang kita kebablasan sehingga merasa bahwa tidak perlu memberi keterangan apalagi pertanggungjawaban atas perbuatan dan tindakan kita.
Yesus mengingatkan, alasan satu-satunya yang mesti kita pegang adalah kemuliaan Allah dan keselamatan manusia serentak. Tidak ada alas an lain! Allah yang mesti dihormati dalam tindakan dan perbuatan kita dan tidak ada manusia menderita karenanya. Bila itu kita laksanakan, kita berjalan pada lorong yang benar.

Doa:
Bapa sumber segala kebaikan, segala pujian dan terimakasih kami persembahkan kepada-Mu, Tuhan yang maha baik. Engkau tengah mengutus ke tengah dunia seseorang yang mendahului kehadiran Putera-Mu yakni Yohanes. Dia sungguh memberikan kesaksian yang benar dan mempersiapkan jalan bagi Putera-Mu, agar Putera dapat diterima di tengah dunia. Namun manusia sering tidak percaya pada rencana-Mu. Karena itu, teguhkanlah kami agar kami semakin sadar bahwa hidup ini hanya berarti bila menjadi sarana keselamatan bagi orang lain. Amin.

Bacaan dan Renungan

Rabu, 6 April 2011, Pekan Prapaskah IV Yes. 49:8-15, Yoh. 5: 17-30

Bacaan Injil:
Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah. Maka Yesus menjawab mereka, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, bahkan Ia akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar lagi dari pada pekerjaan-pekerjaan itu, sehingga kamu menjadi heran. Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya. Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup. Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri. Dan Ia telah memberikan kuasa kepada-Nya untuk menghakimi, karena Ia adalah Anak Manusia. Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum. Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.

Renungan:
Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan Bapa di surga, teristimewa pada bidang yang menyangkut kepentingan dan kemakmuran manusia. Yesus bekerja terus, seperti Bapa terus bekerja sejak penciptaan. Kebaikan itulah yang menjadi acuan dan ukuran bagi benar atau tidaknya suatu tindakan atau perbuatan manusia. Pembenaran untuk setiap perbuatan atau kegiatan ialah sumbangan dalam melanjutkan karya penciptaan yang dimulai oleh Allah pada awal mula penciptaan.
Pekerjaan tidak tertuju demi keberuntungan kita saja, melainkan kebaikan dan kesejahteraan semua manusia. Memikirkan kepentingan sesame jauh lebih bernilai dibandingkan hanya terfokus pada ke-“aku”-an diri. Apakah kita mengedepankan kemakmuran semua orang atau hanya tertuju kepada diri kita sendiri atau kelompok kecil saja?

Doa:
Bapa sumber segala rahmat, terimakasih yang tak terhingga selayaknya kami persembahkan kepada-Mu, karena begitu besar kasih-Mu bagi kami. Apa yang Engkau kerjakan itu juga yang dikerjakan Putera-Mu di tengah dunia. Sebab kasih-Mu senantiasa mengalir bagi kami, sebab hanya Engkaulah yang baik. Karena itu, murnikanlah kami untuk dapat turut membagikannya kepada orang lain dengan tulus. Amin.

Bacaan dan Renungan

Selasa, 5 April 2011, Pekan Prapaskah IV Yeh. 47:1-9,12, Yoh. 5:1-16

Bacaan Injil:
Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apapun juga penyakitnya. Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: "Maukah engkau sembuh?" Jawab orang sakit itu kepada-Nya: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." Kata Yesus kepadanya: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: "Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu." Akan tetapi ia menjawab mereka: "Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah." Mereka bertanya kepadanya: "Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?" Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: "Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk." Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat.

Renungan:
Semua orang ingin mengubah peruntungan dan keadaannya. Tuhan telah menanamkan dalam diri setiap orang ketertujuan kepada kesempurnaan. Benarlah bahwa tidak semua orang memperoleh kesempatan yang sama dan pada waktu yang sama. Namun, setiap keadaan yang tersedia itulah yang mesti digunakan dengan tepat. Pasti dituntut keterampilan, seni, dan keberanian tersendiri untuk memanfaatkannya. Harus diingat, kesempatan tidak datang dua kali!
Orang buta dalam perikop Injil ini memperoleh apa yang lama dirindukannya karena dia memiliki dua hal sekaligus, yakni kesadaran menunggu dan tidak pernah kehilangan optimism untuk menggunakannya. Kalau mau mengubah nasib dan keadaan kapan pun dan di mana pun, kedua sikap dan perilaku itu mutlak perlu.

Doa:
Bapa Yang Mahabaik, kasih-Mu sungguh luar biasa kepada manusia. Putera-Mu yang Kau utus ke dunia sungguh membawa kehidupan yang membahagiakan dan menggembirakan, seperti yang dialami oleh orang yang lumpuh selama tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. Karena itu, beranikanlah kami untuk selalu menggunakan kesempatan yang Engkau berikan dengan sebaik-baiknya, agar kasih-Mu semakin berbuah di tengah-tengah kehidupan kami. Amin.

BACAAN DAN RENUNGAN

Senin, 4 April 2011, Pekan Prapaskah IV Yes. 65:17-21, Yoh. 4:43-54

Bacaan Injil:
Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea, sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. Maka setelah ia tiba di Galilea, orang-orang Galileapun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiripun turut ke pesta itu. Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuhan, datanglah sebelum anakku mati." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: "Kemarin siang pukul satu demamnya hilang." Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: "Anakmu hidup." Lalu iapun percaya, ia dan seluruh keluarganya. Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea.

Renungan:
Banyak hal dapat kita andaikan dari orang yang telah lama kita kenal, entah karena asal usul atau pengalaman. Tidak heran, ada kecenderungan terlalu percaya pada pengandaian yang tidak diperiksa.
Rumus selalu mengandung pengecualian dan hal itu membuat kita selalu mempunyai pengharapan bahwa hidup dapat menjadi lebih baik. Kita terkejut bahwa terjadi hal-hal di luar pengharapan dan dugaan kita, karena kita menutup diri kepada kemungkinan yang dapat terjadi di luar kontrol kita. Orang lain dapat melakukan sesuatu lebih baik dari kita. Orang lain yang tidak kita kenal tidak selalu menjadi musuh, tetapi bisa menjadi sahabat dan guru yang mengundang kita untuk melihat kebenaran dalam diri kita sendiri. Kita tidak pernah memiliki segalanya secara lengkap. Akan tetapi, hal itu bukan alas an bagi kita untuk menjadi picik.

Doa:
Bapa yang maha kuasa, sungguh kuasa-Mu luar biasa tiada taranya di dunia. Engkau adalah sungguh Bapa yang tahu apa yang diinginkan oleh anak-anaknya. Putera-Mu sendiri Kau utus untuk menyelamatkan dan menyembuhkan manusia. Manusia bisa disembuhkan karena percaya sungguh pada kata-kata Putera-Mu. Sebab itu, anugerahkanlah rahmat-Mu agar kami mampu menghargai dan belajar dari kebaikan orang lain. Amin.

Bacaan dan Renungan

Minggu, 3 April 2011 Pekan Prapaskah IV 1Sam. 16:1b,6,7,10-13a, Ef. 5:8-14, Yoh.9:1-41
Bacaan Injil:
Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja. Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia." Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi dan berkata kepadanya: "Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam." Siloam artinya: "Yang diutus." Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.
Tetapi tetangga-tetangganya dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai pengemis, berkata: "Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?" Ada yang berkata: "Benar, dialah ini." Ada pula yang berkata: "Bukan, tetapi ia serupa dengan dia." Orang itu sendiri berkata: "Benar, akulah itu." Kata mereka kepadanya: "Bagaimana matamu menjadi melek?" Jawabnya: "Orang yang disebut Yesus itu mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku dan berkata kepadaku: Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan setelah aku membasuh diriku, aku dapat melihat." Lalu mereka berkata kepadanya: "Di manakah Dia?" Jawabnya: "Aku tidak tahu."
Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang Farisi. Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. Karena itu orang-orang Farisipun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: "Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat." Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: "Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat." Sebagian pula berkata: "Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?" Maka timbullah pertentangan di antara mereka. Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: "Dan engkau, apakah katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?" Jawabnya: "Ia adalah seorang nabi." Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya, bahwa tadinya ia buta dan baru dapat melihat lagi, sampai mereka memanggil orang tuanya dan bertanya kepada mereka: "Inikah anakmu, yang kamu katakan bahwa ia lahir buta? Kalau begitu bagaimanakah ia sekarang dapat melihat?" Jawab orang tua itu: "Yang kami tahu ialah, bahwa dia ini anak kami dan bahwa ia lahir buta, tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, dan siapa yang memelekkan matanya, kami tidak tahu juga. Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri." Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi, sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan. Itulah sebabnya maka orang tuanya berkata: "Ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri." Lalu mereka memanggil sekali lagi orang yang tadinya buta itu dan berkata kepadanya: "Katakanlah kebenaran di hadapan Allah; kami tahu bahwa orang itu orang berdosa." Jawabnya: "Apakah orang itu orang berdosa, aku tidak tahu; tetapi satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya buta, dan sekarang dapat melihat." Kata mereka kepadanya: "Apakah yang diperbuat-Nya padamu? Bagaimana Ia memelekkan matamu?" Jawabnya: "Telah kukatakan kepadamu, dan kamu tidak mendengarkannya; mengapa kamu hendak mendengarkannya lagi? Barangkali kamu mau menjadi murid-Nya juga?" Sambil mengejek mereka berkata kepadanya: "Engkau murid orang itu tetapi kami murid-murid Musa. Kami tahu, bahwa Allah telah berfirman kepada Musa, tetapi tentang Dia itu kami tidak tahu dari mana Ia datang." Jawab orang itu kepada mereka: "Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang, sedangkan Ia telah memelekkan mataku. Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya. Dari dahulu sampai sekarang tidak pernah terdengar, bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta. Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa." Jawab mereka: "Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?" Lalu mereka mengusir dia ke luar.
Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: "Percayakah engkau kepada Anak Manusia?" Jawabnya: "Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya." Kata Yesus kepadanya: "Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!" Katanya: "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembah-Nya. Kata Yesus: "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya: "Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?" Jawab Yesus kepada mereka: "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu."

Renungan:
Kesempatan untuk melihat sesuatu dalam semua dimensi memudahkan kita bukan saja membedakan bentuk dan warna, melainkan terutama kedalaman dan kesejatian. Yesus tidak saja membuat si buta melihat alam sekitarnya, tetapi menemukan siapa dirinya dan apa yang mesti dilihatnya. Yesus membuat si tunanetra melihat apa yang belum dan perlu dilihatnya, bukan saja untuk hidup sesaat, tetapi juga untuk selamanya.
Tuhan tidak hanya menolong kita agar kita melihat dengan benar, tetapi Dia juga menugaskan kita untuk menolong orang lain agar dapat melihat dengan benar. Setiap mukjizat yang kita peroleh secara cuma-cuma dari Tuhan, menjadi tanggung jawab kita agar semakin banyak orang merasakan dan membagikannya. Kita mesti melihat apa yang perlu kita lihat dan menolong orang lain agar melihat dengan jernih.

Doa:
Tuhan yang maha bijaksana, Engkau telah mengutus Putera-Mu ke tengah-tengah kami, supaya kami semakin percaya kepada-Mu. Namun seringkali kami berbuat seperti orang-orang Farisi, yang tidak mempercayai suatu rahmat luar biasa telah terjadi di tengah-tengah mereka dan menuduh bahwa Putera adalah orang berdosa, karena memelekkan mata orang pada hari Sabat. Karena itu, berikanlah kami kemampuan melihat dengan jeli hal-hal yang perlu kami lihat, bukan karena menarik, tetapi karena menyelamatkan. Amin.