Friday, November 6, 2020

Demonstrasi Iman

 

Ketika beberapa hari terakhir ini gelombang demonstrasi terus bergelora di Jakarta dan juga beberapa wilayah lain di luar Jawa. Demonstrasi yang ditunjukkan ini lebih pada ekspresi sikap ketidak-setujuan mereka terhadap DPR yang telah mengesahkan undang-undang cipta kerja (Omnibus law).Setelah DPR mengesahkan undang-undang cipta kerja itu banyak tuntutan terutama dari kaum buruh agar undang-undang itu dibatalkan.  Menurut mereka (kaum demonstrans) bahwa undang-undang itu tidak berpihak dan merugikan masyarakat maupun buruk khususnya. Demonstrasi itu melibatkan banyak elemen dan bahkan anak-anak sekolah juga dilibatkan dalam aksi itu. Ketika para demonstran diwawancarai oleh media tentang tujuan berdemonstrasi dan apa esensi dari tuntutan itu, umumnya mereka memberikan jawaban “tidak tahu.”

Mereka melakukan demonstrasi tetapi tidak terlebih dahulu mengetahui secara pasti isi dari undang-undang cipta kerja itu. Cara paling sederhana untuk mengetahui isi undang-undang cipta kerja adalah dengan membaca. Membaca isi undang-uang itu menjadi cara terbaik untuk menilai di mana letak kekuatan dan kelemahan jika undang-undang cipta kerja itu diberlakukan nanti. Hanya sayang bahwa daya baca masyakarat kita masih sangat lemah dan ini menjadi peluang bagi orang-orang tertentu untuk menggiring opini terhadap mereka yang tidak pernah membaca ini. Demonstrasi ini muncul juga karena dipengaruhi oleh penyebaran informasi yang salah terhadap beberapa hal krusial terkait hak-hak buruh. Masyarakat kita adalah masyarakat yang gampang terprovokasi karena minim pengetahuan tentang undang-undang dan lebih mengarah pada sentimen negatif terhadap pemerintahan yang sedang berjalan ini.

Realitas di atas  mau menunjukkan kepada kita bahwa kita berada pada posisi ketidaktahuan tentang apa yang kita tuntut,  apa  yang kita perjuangkan lewat gelombang demonstrasi itu.  Ketidaktahuan tentang undang-undang cipta kerja karena tidak pernah membaca isi dari undang-undang itu, Hal ini   mau menunjukkan kepada kita juga bahwa kita lemah di dalam budaya membaca yang pada akhirnya membawa,  atau menyeret kita pada persoalan  krusial yaitu kita dibohongi.

Kaum buruh saat ini menjadi ujung tombak dari perjuangan demonstrasi itu tetapi sayang bahwa apa yang diperjuangkan itu semestinya tidak harus dilakukan pada puncak pengesahan undang-udang cipta kerja. Demonstrasi dan cara-cara lain dalam  memberikan aspirasi sebaiknya terjadi pada awal pembahasan undang-undang, supaya segala kepentingan tentang kaum buruh dan juga pengusaha bisa terakomodir. Tetapi ingat bahwa setiap undang-undang pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya dan hal ini harus disikap secara bijak oleh para pemangku kepentingan.

Tulisan sederhana ini tidak berfokus pada persoalan demonstrasi semata-mata, tetapi lebih menekankan pada budaya membaca sebagai bagian penting dalam memahami esensi sebuah persoalan. Dengan membaca berarti cakrawala berpikir kita semakin terbuka dan daya analisis terhadap sebuah persoalan semakin tajam. Tanpa membaca maka kehidupan akademik menjadi kering kerontang karena tidak bisa diberi asupan  yang baik melalui bacaan-bacaan yang berbobot. Demikian juga dalam kehidupan rohani, mesti ditopang oleh daya baca kita. Dengan membaca kitab suci dan buku-buku rohani lainnya maka kehidupan rohani selalu dipugar agar kita tidak mengalami desolasi diri. Banyak orang mengalami kekeringan rohani karena mereka tidak melakukan kegiatan rohani seperti berdoa, membaca kitab suci dan buku-buku bacaan lainnya.   

Dari mana kita bisa mengetahui tentang Kristus? Jawabannya sederhana, yaitu dari kitab suci. Kitab suci, baik Perjanjian Lama yang berisi tentang pengalaman iman umat Israel serta ramalan akan datangnya Mesias, dan dalam kitab suci Perjanjian Baru kita mengetahui puncak revelasi Allah dalam diri Yesus. Kehadiran Yesus di dunia untuk mewartakan kabar suka cita dan menyelamatkan manusia melalui pengorbanan diri-Nya di kayu salib. Kisah-kisah biblis penuh makna ini hanya bisa diketahui dengan cara membaca. Dengan membaca kitab suci berarti kita semakin mengetahui Yesus dan beriman kepada-Nya. Cara beriman kita adalah cara yang terarah dan bukan tanpa tujuan. Dalam rentang keheningan di saat membaca kitab suci, sepertinya kita sedang menghadirkan pengalaman iman masa lampau. Iman menggerakan kita untuk mengetahui lebih dalam akan Yesus dan dalam iman pula kita wartakan Kritus di tengah-tengah masyarakat. Kita perlu mendemonstrasikan iman yang hidup agar dunia semakin tahu tentang Kristus.***(Valery Kopong)     

 

 

Thursday, November 5, 2020

BUAH PERTOBATAN

Pertobatan merupakan salah satu karya pewartaan Yesus.Yesus sering mengajak umatNya untuk bertobat,agar layak masuk ke dalam Kerajaan Surga dan Allah sangat bersukacita ketika melihat anak-anakNya menyatakan pertobatannya. Apa arti pertobatan? Pertobatan berarti menyadari bahwa kita adalah manusia yang rapuh,yang mudah jatuh dalam kelemahan dan dosa.Lalu kita mohon rahmat belas kasih dan pengampunan dari Alllah serta kita menyesalinya dan memperbaharui kehidupan kita untuk selanjutnya. 

Apakah setiap umat beriman menyatakan pertobatannya? Ya.Setiap kali kita menghadiri perayaan liturgi,baik ibadat sabda maupun perayaan ekaristi,kita diajak untuk menyatakan pertobatan,agar kita layak datang di hadapan Tuhan.Kita ibarat anak yang hilang,yang merasa tidak pantas datang kepada BapaNya, maka anak hilang itu menyatakan pertobatannya, sehingga Sang Bapa dengan penuh sukacita menyambut kedatangannya. Lalu,di saat kita menerima sakramen pertobatan.Kita datang di hadapan Tuhan melalui hambaNya:Imam/Uskup/Paus.Kita menyatakan kelemahan dan dosa-dosa kita,kita menyesali dan kita mohon silih atas kelemahan dan dosa -dosa kita serta bertekad untuk memperbaharui kehidupan kita. Lalu,melalui pertobatan pribadi untuk memperbaharui hidupnya. Dalam bacaan Injil pada hari ini Yesus menegaskan bahwa Allah Bapa merasa bersukacita terhadap anak-anakNya yang menyatakan pertobatannya. Sudah bertobatkah kita?
(Inspirasi:Lukas 15:1-10, 05 Nopember, Suhardi)

Jalan Sunyi Pengorbanan Diri

 

Beberapa hari terakhir ini dunia sedang digemparkan oleh isu-isu keretakan ketika ucapan Presiden Prancis yang meremehkan kelompok tertentu. Ucapan Presiden Prancis ini terkait dengan karikatur yang memperlihatkan seorang tokoh iman. Rentetan peristiwa ini menimbulkan gejolak bahkan keretakan yang kini menyebar ke pelbagai daerah. Memang sangat sensitif bahwa dengan kehadiran karikatur yang menggambarkan sosok yang diimani, kelompok-kelompok tertentu merasa dilecehkan, tersinggung dan bahkan memperlihatkan kekerasan dengan cara yang paling tragis.  

Hari-hari ini negara Perancis sepertinya  menjadi bulan-bulanan oleh negara-negara lain dan juga terutama pemeluk agama lain yang merasa dihinakan agamanya untuk memberikan protes.  Ada banyak yang sedang yang berdemonstrasi dan menyerukan pemboikotan produk-produk Prancis. Produk  Perancis yang tersebar di seluruh dunia seperti  produk makanan,  tas dan juga barang-barang bermerk lain yang diproduksi dengan label perusahaan-perusahaan Prancis.  Banyak ibu yang memperlihatkan tas-tas mewah bermerk Prancis dan pada akhirnya menggores tas dan bahkan membuang tas itu hanya ingin menunjukkan bahwa dia bersolider dengan dunia untuk mau supaya presiden Prancis berhenti untuk melecehkan kelompok tertentu.

Tas yang dibeli dengan uang sendiri terpaksa harus dikorbankan demi sebuah tuntutan kolektif dan memberikan efek jerah terhadap negara Prancis. Apakah dengan mencampakkan tas itu ke tanah, dengan itu harga diri Perancis menjadi turun? Apakah dengan memboikot barang-barang yang bermerk Prancis maka  negara Perancis mengalami kebangkrutan? Saya kira tidak!  Ketika dunia sedang mengepung dan  memboikot seluruh produk yang berlabel Prancis, mereka sama sekali tidak mengalami satu kesulitan pun bahkan kitalah yang merasa rugi. Mengapa?  Karena ketika  kita membeli tas yang bermerk Prancis, kita tidak pernah meminta uang dari orang Prancis untuk membeli tas itu.  Kita membeli tas itu dengan uang kita sendiri maka ketika kita mencampakan tas itu ke dalam tong tong sampah sebagai bentuk kekesalan,  tetapi kita yang mengalami kerugian sendiri karena tas itu hanya berlabel produk Perancis tetapi kita beli tas itu dengan uang kita sendiri.

Kepekaan  terhadap hidup keagamaan kita masih terlalu jauh dari yang diharapkan. Ketika bersinggungan tentang hal-hal yang menyepelekan agama kita, pada saat yang sama kita akan mengeluarkan kemarahan kita sebagai ekspresi ketidakpuasan kita.  Kalau kita membandingkan beberapa hal berkaitan dengan pelecehan agama terutama berkaitan dengan karikatur yang dibuat oleh majalah “Charlie Hebdo” di Prancis, hampir semua karikatur itu melecehkan beberapa agama. Majalah “Charlie Hebdo” pernah memuat karikatur yang beredar, melukiskan tentang Kristus yang disalibkan. Di samping kedua tangan Yesus yang tersalib dan di atas kepala serta kaki Yesus,  di pasang CCTV (Closed Circuit Television). Ini merupakan bentuk penghinaan yang dilakukan oleh majalah “Charlie Hebdo.”  Apakah dengan peristiwa ini umat Katolik atau umat Kristiani secara keseluruhan memberikan reaksi dan kemarahan pada media yang berlaku tidak baik terhadap Yesus Kristus dengan membuat karikatur yang tidak pantas itu?  Dalam beriman, kita harus berlaku dewasa dan  juga berlaku pasrah dalam kondisi apapun.  Beriman dewasa berarti kita membiarkan iman kita itu dituntun oleh Allah dan pada akhirnya dalam kepasrahan yang total,  kita juga terus “mengada”  dalam sejarah.

Dalam peristiwa pelecehan yang dilakukan oleh majalah di atas, memungkinkan kita sebagai pengikut Yesus untuk tetap memandang-Nya sebagai Tuhan yang menderita.  Peristiwa pelecehan ini tidak lalu merendahkan ke-Allah-an Yesus tetapi justeru dalam kehinaan itu, Allah memuliakan-Nya. Beriman secara dewasa berarti kita tidak perlu mencampuri urusan-urusan yang sepihak yang justru meruntuhkan iman.  Kedewasaan iman juga harus kita tunjukan dengan cara-cara yang elegan dalam menanggapi setiap pelecehan yang terjadi dengan nilai-nilai keagamaan ataupun simbol-simbol yang ada di dalam Gereja.  Apa yang perlu kita contohi melalui kedewasaan iman? Mengapa orang-orang Katolik tidak memberikan reaksi berlebihan ketika Kristus yang mereka imani diolok  bahkan dibuat karikatur yang tidak sepantasnya sebagai seorang yang kita hormati?

Banyak umat lain mempertanyakan tentang sikap diam yang diperlihatkan oleh orang-orang Katolik ketika berhadapan dengan situasi di mana ruang pelecehan itu muncul terhadap agama Katolik. Pada saat yang sama, kita seolah membiarkan tindak pelecehan simbol-simbol keagamaan berlarut dan pada akhirnya menghilang dengan sendirinya. Banyak orang mempertanyakan itu tetapi di sini saya lebih melihat bahwa ada kedewasaan yang tegas antara iman yang berbobot. Bentuk-bentuk pelecehan murahan yang kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari, tidak mengurangi iman tetapi bahkan melalui peristiwa itu dilihat sebagai cara Allah untuk mempertegas keimanan kita akan Yesus Putera-Nya.   

Kristus telah memberikan jalan dan memperlihatkan gambaran diri-Nya yang dilecehkan, disiksa bahkan dibunuh secara tragis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.  Yesus tidak pernah lari dari peristiwa itu.  Yesus juga tidak pernah mempersalahkan orang-orang yang menganiaya Dia. Dengan sikap diam dan kepasrahan secara total, Yesus tahu bahwa nilai di balik peristiwa tragis yang menimpa diri-Nya pada akhirnya bisa berbuah kebaikan dan bisa berbuah keselamatan bagi orang-orang yang ditebus-Nya.  Kita bersyukur bahwa kita punya Yesus,  kita  punya Tuhan yang kita Imani.  Kita bersyukur bahwa Yesus yang kita imani dan menjadi tokoh penyelamat kita,  tidak memberikan satu hujatan berarti kepada mereka yang menganiaya-Nya.  Yesus tidak memberikan pembalasan terhadap mereka yang dengan caranya tersendiri memperlihatkan kekerasan terhadap diri-Nya.  Di balik ketegaran  hidupnya,  ada rencana Allah dibalik semua peristiwa yang menimpah-Nya.  

Menelusuri jejak Kristus berarti harus berada di jalan sunyi. Kita  sedang merenungkan diri dari arti sebuah pengorbanan dan di jalan tragedi itu Dia menyadari bahwa Dia harus bertahan dan setia dalam penderita itu.  Karena dibalik kesetiaan itu  ada keselamatan baru yang datang dari-Nya,  dari Allah yang telah mengutus-Nya. Misi perutusan-Nya digenapi lewat jalan kesengsaraan itu.  Di sini Yesus telah menunjukkan kepada kita nilai terdalam dari pengorbanan diri dan kita belajar darinya untuk berkorban untuk orang-orang yang ada di sekitar kita.***(Valery Kopong)

Wednesday, November 4, 2020

Melampaui Batas Agama

 

Berkunjung ke ruangan kerja  ketua Yayasan Insan Teratai Sejati, ada sesuatu yang menarik yang terpampang pada dinding ruangan itu.   Saya ditunjukkan oleh ketua yayasan akan sebuah hadiah terindah dari Paus Fransiskus yaitu berkat apostolik yang dipigura terlihat terpampang pada dinding ruangan itu.  Dengan bangga Mami Aysiang, ketua Yayasan Insan Teratai Sejati menceritakan kisah perjalanan mereka ke tanah suci dan mampir juga di kota Roma. Kisah perjalanan (ziarah ke tanah suci) menjadi menarik untuk didengar karena yang melakukan perjalanan itu salah satunya seorang beragama Budha.

Mengapa menjadi menarik dari cerita ziarah ini? Karena pelaku yang melakukan perjalanan ini seorang Budhis yang berziarah bersama dengan rombongan orang-orang Katolik ke tanah suci.  Berziarah ke tanah suci  merupakan perjalanan yang menyenangkan dan sekaligus sebagai wisata rohani yang menyegarkan. Ketika berada di kota Roma, mereka diberitahu oleh pemandu jalan yakni salah seorang romo kepada seluruh rombongan yang beragama Katolik bahwa mereka akan mendapatkan berkat apostolik dari paus dan berkat apostolik itu dibawa pulang sebagai sebuah kenangan yang berharga. 

Namun di dalam rombongan Katolik itu ada salah satu peserta beragama Budha.yang tidak lain adalah Mami Aysiang yang kini menjabat sebagai ketua Yayasan Insan Teratai Sejati. Sejak diumumkan untuk mendapatkan berkat apostolik dalam bentuk pigura itu, selalu ada pertanyaan dalam diri seorang Mami Aysiang. Apakah saya yang bukan beragama Katolik bisa diperbolehkan menerima berkat apostolik dari paus dan kemudian saya bisa bawa pulang dari tanah suci?

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan pergulatan karena yang bertanya adalah salah seorang beragama Budha dan ingin mendapatkan berkat apostolik dari paus yang diterima dalam bentuk pigura itu. Romo yang mendampingi mereka berkata bahwa mohon maaf Ibu yang beragama lain (Budha) tidak mendapatkan berkat apostolik dari paus. Mami Aysiang harus bersikap pasrah untuk menerima pesan dari romo ini.

Namun ketika dibicarakan lagi dengan pihak yang berkepentingan mengeluarkan berkat apostolik ini, apa yang menjadi kecemasan berubah menjadi kegembiraan. Mami Aysiang yang beragama Budha dan berada dalam rombongan para peziarah berhak mendapatkan berkat apostolik dalam bentuk pigura. Suatu kebanggaan tersendiri bagi dia yang beragama lain tetapi berhak juga mendapatkan berkat apostolik yang yang didapatkan bersama dengan para peziarah dari Indonesia.  Berkat apostolik itu, saat  ini dipajang pada ruangan kerja Ibu Siang Riani (Mami Aysiang) sebagai ketua Yayasan Insan Teratai Sejati.  Bagi saya yang Katolik, ini merupakan sebuah hadiah terindah dari seorang paus yang memberikan berkat apostoliknya tidak hanya untuk orang-orang Katolik tetapi orang lain yang bersedia dan mau untuk menerima berkat apostolik itu. 

Tentu ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bahwa berkat apostolik tidak hanya diterima oleh orang-orang yang dibaptis secara Katolik atau bahkan yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus tetapi mereka yang berada dalam rombongan yang kebetulan beragama lain juga berhak memperoleh berkat yang sama. Berkat apostolik yang sarat dengan pengalaman berharga ini juga menggugah kesadaran saya sebagai seorang Katolik yang belum pernah menginjakkan kaki di tanah suci.  Tetapi lewat pengalaman ini,  sepertinya saya tenggelam di dalam pengalaman rohani yang mendalam, seperti  dialami oleh seorang ibu yang beragama Budha ini.  Kecemasan dari seorang ibu yang beragama Budha ini yang pada awalnya tidak mendapatkan berkat sesuai informasi yang diberikan oleh seorang romo kepada rombongan tetapi pada akhirnya dia mendapatkan juga walaupun dia beragama lain.

Pesan ini mau menunjukkan kepada kita bahwa perhatian kita dan juga nilai-nilai kekristenan kita tidak hanya mengarah kepada orang-orang yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus tetapi juga bagi mereka yang percaya dan mau untuk menerima berkatnya sama seperti Yesus ketika mengadakan misi awal di dunia tak pernah terdengar bahwa misinya yaitu misi menyelamatkan hanya untuk orang-orang yang percaya kepada-Nya.  Tetapi misi yang dibawa oleh Yesus yaitu misi penyelamatan merupakan misi universal,  misi yang menjangkau orang-orang yang percaya akan Dia. Misi untuk menyelamatkan seluruh umat manusia,  mau menunjukkan kepada kita bahwa Yesus dalam menjalankan misi-Nya selalu memangkas egoisme di dalam diri-Nya dan  harus berani keluar dari diri dan kelompok.

Misi penyelamatan untuk seluruh umat manusia juga mau menunjukkan bahwa tindakan penyelamatan Yesus  bukan untuk kelompok tertentu tetapi untuk seluruh umat manusia.  Itu berarti bahwa misi penyelamatan tidak melihat ego sektoral terutama orang-orang yang menamakan diri sebagai pengikut-Nya tetapi misi penyelamatan secara kolektif tanpa ada sekat pemisah. Apa yang dilakukan oleh Yesus merupakan sebuah misi pembebasan,  misi keberpihakan dan misi penyelamatan untuk dunia dan umat manusia secara keseluruhan. Bahwa pada awalnya kehadiran Yesus diramalkan oleh para nabi yang akan datang dari turunan Raja Daud dan mestinya Ia hadir menjadi penyelamat di tengah-tengah kelompoknya sendiri tetapi justru orang-orang di mana misi itu ditujukan dan ternyata mereka menolak-Nya.

Mengapa mereka (bangsa pilihan Allah)  menolak Mesias yang dijanjikan oleh Allah? Karena Mesias yang dijanjikan oleh Allah merupakan Mesias yang berani dan tampil gagah perkasa untuk bisa menyelamatkan mereka dari penindasan. Situasi penindasan waktu itu memungkinkan mereka untuk mengharapkan kehadiran Mesias itu sebagai pahlawan yang tampil gagah perkasa dan menyelamatkan mereka dari penindasan itu.  Tetapi apa yang diharapkan justeru sebaliknya yaitu bahwa Mesias yang dinantikan itu datang dalam bentuk manusia lemah.  Ia hadir dalam rupa manusia yang sederhana,  lahir dari rahim seorang perempuan sederhana. Yesus dilahirkan di kandang Betlehem, sebuah kandang hewan dan ini mau menunjukkan bahwa Yesus benar-benar mengambil rupa sebagai seorang hamba yang pada akhirnya bisa membaur dengan kehidupan manusia yang menderita dan rapuh. Melalui kelahiran-Nya di kandang hewan Ia mau bersolider dan mau berbagi rasa dengan manusia yang tertindas.  Namun apa yang terjadi dari kehadiran-Nya di tengah-tengah orang yang dipilih oleh Allah itu?

Bangsa pilihan-Nya  pada akhirnya menolak kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka.  Dengan penolakan ini maka Yesus mewartakan seluruh kabar gembira kepada semua orang yang percaya dan juga orang yang tidak percaya kepada-Nya. Mengapa kita yang awalnya bukan bangsa pilihan Allah kemudian menjadi percaya kepada Yesus?  Karena baptisan, kita dikatakan sebagai bangsa pilihan Allah yang baru,  Israel baru.  Karena baptisan kita sebut sebagai Israel baru karena iman kita kepada Kristus.  Dengan pembaptisan kita mengambil bagian dalam pewartaan tentang Kristus yang bangkit dan hidup di tengah-tengah masyarakat lewat tindakan dan cara hidup kita yang menyelamatkan orang lain. 

Lewat pembaptisan, kita mengambil bagian dalam misi penyelamatan Kristus untuk menyapa orang-orang yang terlupakan  di sekitar kita.  Semasa hidupnya Yesus berjalan dari satu kota ke kota yang lain,  dari satu desa ke desa yang lain untuk berbuat baik dan mewartakan kabar gembira.  Di sini mau menunjukan bahwa ada gerak keluar yang dilakukan oleh Yesus terhadap orang-orang di sekitarnya.  Gerak keluar yang dimaksudkan ini lebih ditafsirkan sebagai gerak misioner Yesus dan misi penyelamatan Yesus itu bisa terjadi karena ia berani keluar dari diri-Nya dan pergi menyapa orang dari desa ke desa dan kota ke kota.

 Orang-orang yang disapa-Nya itu  pada akhirnya mengalami kesembuhan  dan juga sambil menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.  Bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus adalah kerajaan yang penuh dengan sukacita,  kerajaan Allah yang penuh dengan keberpihakan kepada  mereka yang miskin dan lemah.  Karena itu ketika kita mau mengambil bagian di dalam kemuridan  Yesus maka kita berani berpihak pada mereka yang miskin dan lemah,  berani berpihak pada mereka yang tertindas dengan cara kita masing-masing.  Hanya dengan berpihak pada kebenaran dan kebaikan,  pada saat yang sama,  sadar atau tidak kita sedang mewartakan misi penyelamatan Yesus yaitu hadir untuk menyapa dan menyelamatkan orang-orang yang ada di sekitar kita.***(Valery Kopong)