Thursday, November 5, 2020

Jalan Sunyi Pengorbanan Diri

 

Beberapa hari terakhir ini dunia sedang digemparkan oleh isu-isu keretakan ketika ucapan Presiden Prancis yang meremehkan kelompok tertentu. Ucapan Presiden Prancis ini terkait dengan karikatur yang memperlihatkan seorang tokoh iman. Rentetan peristiwa ini menimbulkan gejolak bahkan keretakan yang kini menyebar ke pelbagai daerah. Memang sangat sensitif bahwa dengan kehadiran karikatur yang menggambarkan sosok yang diimani, kelompok-kelompok tertentu merasa dilecehkan, tersinggung dan bahkan memperlihatkan kekerasan dengan cara yang paling tragis.  

Hari-hari ini negara Perancis sepertinya  menjadi bulan-bulanan oleh negara-negara lain dan juga terutama pemeluk agama lain yang merasa dihinakan agamanya untuk memberikan protes.  Ada banyak yang sedang yang berdemonstrasi dan menyerukan pemboikotan produk-produk Prancis. Produk  Perancis yang tersebar di seluruh dunia seperti  produk makanan,  tas dan juga barang-barang bermerk lain yang diproduksi dengan label perusahaan-perusahaan Prancis.  Banyak ibu yang memperlihatkan tas-tas mewah bermerk Prancis dan pada akhirnya menggores tas dan bahkan membuang tas itu hanya ingin menunjukkan bahwa dia bersolider dengan dunia untuk mau supaya presiden Prancis berhenti untuk melecehkan kelompok tertentu.

Tas yang dibeli dengan uang sendiri terpaksa harus dikorbankan demi sebuah tuntutan kolektif dan memberikan efek jerah terhadap negara Prancis. Apakah dengan mencampakkan tas itu ke tanah, dengan itu harga diri Perancis menjadi turun? Apakah dengan memboikot barang-barang yang bermerk Prancis maka  negara Perancis mengalami kebangkrutan? Saya kira tidak!  Ketika dunia sedang mengepung dan  memboikot seluruh produk yang berlabel Prancis, mereka sama sekali tidak mengalami satu kesulitan pun bahkan kitalah yang merasa rugi. Mengapa?  Karena ketika  kita membeli tas yang bermerk Prancis, kita tidak pernah meminta uang dari orang Prancis untuk membeli tas itu.  Kita membeli tas itu dengan uang kita sendiri maka ketika kita mencampakan tas itu ke dalam tong tong sampah sebagai bentuk kekesalan,  tetapi kita yang mengalami kerugian sendiri karena tas itu hanya berlabel produk Perancis tetapi kita beli tas itu dengan uang kita sendiri.

Kepekaan  terhadap hidup keagamaan kita masih terlalu jauh dari yang diharapkan. Ketika bersinggungan tentang hal-hal yang menyepelekan agama kita, pada saat yang sama kita akan mengeluarkan kemarahan kita sebagai ekspresi ketidakpuasan kita.  Kalau kita membandingkan beberapa hal berkaitan dengan pelecehan agama terutama berkaitan dengan karikatur yang dibuat oleh majalah “Charlie Hebdo” di Prancis, hampir semua karikatur itu melecehkan beberapa agama. Majalah “Charlie Hebdo” pernah memuat karikatur yang beredar, melukiskan tentang Kristus yang disalibkan. Di samping kedua tangan Yesus yang tersalib dan di atas kepala serta kaki Yesus,  di pasang CCTV (Closed Circuit Television). Ini merupakan bentuk penghinaan yang dilakukan oleh majalah “Charlie Hebdo.”  Apakah dengan peristiwa ini umat Katolik atau umat Kristiani secara keseluruhan memberikan reaksi dan kemarahan pada media yang berlaku tidak baik terhadap Yesus Kristus dengan membuat karikatur yang tidak pantas itu?  Dalam beriman, kita harus berlaku dewasa dan  juga berlaku pasrah dalam kondisi apapun.  Beriman dewasa berarti kita membiarkan iman kita itu dituntun oleh Allah dan pada akhirnya dalam kepasrahan yang total,  kita juga terus “mengada”  dalam sejarah.

Dalam peristiwa pelecehan yang dilakukan oleh majalah di atas, memungkinkan kita sebagai pengikut Yesus untuk tetap memandang-Nya sebagai Tuhan yang menderita.  Peristiwa pelecehan ini tidak lalu merendahkan ke-Allah-an Yesus tetapi justeru dalam kehinaan itu, Allah memuliakan-Nya. Beriman secara dewasa berarti kita tidak perlu mencampuri urusan-urusan yang sepihak yang justru meruntuhkan iman.  Kedewasaan iman juga harus kita tunjukan dengan cara-cara yang elegan dalam menanggapi setiap pelecehan yang terjadi dengan nilai-nilai keagamaan ataupun simbol-simbol yang ada di dalam Gereja.  Apa yang perlu kita contohi melalui kedewasaan iman? Mengapa orang-orang Katolik tidak memberikan reaksi berlebihan ketika Kristus yang mereka imani diolok  bahkan dibuat karikatur yang tidak sepantasnya sebagai seorang yang kita hormati?

Banyak umat lain mempertanyakan tentang sikap diam yang diperlihatkan oleh orang-orang Katolik ketika berhadapan dengan situasi di mana ruang pelecehan itu muncul terhadap agama Katolik. Pada saat yang sama, kita seolah membiarkan tindak pelecehan simbol-simbol keagamaan berlarut dan pada akhirnya menghilang dengan sendirinya. Banyak orang mempertanyakan itu tetapi di sini saya lebih melihat bahwa ada kedewasaan yang tegas antara iman yang berbobot. Bentuk-bentuk pelecehan murahan yang kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari, tidak mengurangi iman tetapi bahkan melalui peristiwa itu dilihat sebagai cara Allah untuk mempertegas keimanan kita akan Yesus Putera-Nya.   

Kristus telah memberikan jalan dan memperlihatkan gambaran diri-Nya yang dilecehkan, disiksa bahkan dibunuh secara tragis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.  Yesus tidak pernah lari dari peristiwa itu.  Yesus juga tidak pernah mempersalahkan orang-orang yang menganiaya Dia. Dengan sikap diam dan kepasrahan secara total, Yesus tahu bahwa nilai di balik peristiwa tragis yang menimpa diri-Nya pada akhirnya bisa berbuah kebaikan dan bisa berbuah keselamatan bagi orang-orang yang ditebus-Nya.  Kita bersyukur bahwa kita punya Yesus,  kita  punya Tuhan yang kita Imani.  Kita bersyukur bahwa Yesus yang kita imani dan menjadi tokoh penyelamat kita,  tidak memberikan satu hujatan berarti kepada mereka yang menganiaya-Nya.  Yesus tidak memberikan pembalasan terhadap mereka yang dengan caranya tersendiri memperlihatkan kekerasan terhadap diri-Nya.  Di balik ketegaran  hidupnya,  ada rencana Allah dibalik semua peristiwa yang menimpah-Nya.  

Menelusuri jejak Kristus berarti harus berada di jalan sunyi. Kita  sedang merenungkan diri dari arti sebuah pengorbanan dan di jalan tragedi itu Dia menyadari bahwa Dia harus bertahan dan setia dalam penderita itu.  Karena dibalik kesetiaan itu  ada keselamatan baru yang datang dari-Nya,  dari Allah yang telah mengutus-Nya. Misi perutusan-Nya digenapi lewat jalan kesengsaraan itu.  Di sini Yesus telah menunjukkan kepada kita nilai terdalam dari pengorbanan diri dan kita belajar darinya untuk berkorban untuk orang-orang yang ada di sekitar kita.***(Valery Kopong)

No comments: