Tuesday, October 11, 2016

MENCARI SOLUSI UNTUK GEREJA SANTA BERNADETH-CILEDUG

Persoalan mengenai Gereja Paroki Santa Bernadeth-Ciledug-Kota Tangerang sepertinya tak pernah selesai. Sejak berdiri menjadi sebuah paroki mandiri, terhitung tanggal 11 Februari 1990, banyak mengalami hambatan dalam mendirikan gereja.  Karena belum mendapatkan IMB maka umat paroki Santa Bernadeth  menggunakan beberapa tempat untuk mengadakan ekaristi terutama pada hari minggu. Persoalan mencuat ketika umat paroki tidak diijinkan lagi mengadakan Ekaristi yang selama itu menggunakan aula sekolah Sang Timur. Banyak penolakan terjadi dan bahkan Gus Dur waktu itu hadir bersama umat paroki untuk menyelesaikan masalah ini pun diusir.
            Umat sepertinya tidak berhenti untuk mencari lokasi untuk mendirikan gereja paroki. Setelah duapuluhan tahun berjuang, gereja paroki akhirnya mendapat IMB dari wali kota Tangerang, Wahidin Halim. IMB Gereja Santa Bernadeth yang dikeluarkan oleh Wali kota Tangerang tertanggal 22 Agustus 2013, sepertinya tidak membawa kegembiraan. Banyak pihak berusaha untuk menjegal bahkan menuntut untuk dicabutnya IMB ini dengan alasan sederhana, bahwa keberadaan gereja mengganggu warga sekitar. Apakah lokasi gereja yang letaknya di gerbang perumahan Graha Raya mengganggu warga sekitar? Kalau melihat lokasi yang berada di pinggir jalan perumahan dan tidak mengganggu orang lain. Informasi yang didapat adalah ada kesalahan prosedur terutama mengenai KTP warga tetapi setelah dilengkapi,  juga terus dipersoalkan.
            Karena desakan dan penuntutan pencabutan IMB ini maka proses penyelesaian masalah ini ditempuh melalui jalur hukum. Persoalan ini diselesaikan melalui PTUN Serang dan pihak gereja Santa Bernadeth  dinyatakan kalah. Keputusan ini dikeluarkan pada tanggal 11 Desember 2014, No.31 G/2014PTUN SRG. Dengan keputusan yang mengalahkan pihak gereja ini maka mendorong pihak gereja untuk naik banding ke PTUN Jakarta. Walaupun sudah naik banding tetapi kekalahan tetap didapatkan oleh pihak gereja. Keputusan PTUN Jakarta yang menyatakan kekalahan gereja, tertanggal 8 Mei 2015, No.49 B/2015 PTUN JKT.
           

Wednesday, August 31, 2016

BERSAKSI TENTANG “RASA”

         
Ji-Pong,  merek  sambel botol itu. Aku memesan dua botol dari Yogyakarta. Beberapa hari aku menunggu kedatangan sambel itu dan memikirkan, seperti apa rasanya ketika lidah ini menyicipinya? Sore itu, ketika aku pulang kerja, melihat sebuah kemasan di atas meja dalam rumahku. Sepertinya aku tidak sabaran lagi untuk menyicipi sambel buatan Laurentina Linuwih bersama suaminya. Di kota gudeg itu, pasangan ini dengan tekun dan setia meracik bumbu-bumbu untuk menjadi sambel yang bernilai rasa tinggi.
            Mengapa rasa yang selalu ditonjolkan saat berhadapan dengan semua makanan yang dimakan, termasuk sambel? Ya, hanya rasa yang memberikan kelekatan dan kedekatan dengan peramu dan pembuat makanan ataupun  sambel. Sambel menjadi penyedap rasa dan memanjakan lidah untuk terus bergoyang   kalau sambel itu enak rasanya dan juga tak lupa menawarkan rasa pedas.
            Ji-pong, semenjak aku memesannya, selalu hadir menemani lidahku saat makan. Walaupun makanan lain terasa kurang enak tetapi karena Ji-Pong, sambel pilihanku itu maka semua makanan menjadi terasa nikmat. Sambel Ji-Pong, sepertinya menawarkan kenikmatan tersendiri saat makan karena itu kehadiran Ji-Pong memberi rasa pada lidahku dan juga memberikan semangat pada selera makanku. Rasanya enak dan pedas sehingga berkali-kali terpaksa  aku berkerut dahi menahan pedasnya Ji-Pong.  
Spesial Sambel Kecap JI Pong, pedasnya Linuwih, level pedas
1. Pedas
2. Super Pedas
3. Super Duper Pedas
4. Super Duper Double Pedas
5. Super Duper Triple Pedas
Tersedia juga
1.Sambel Trasi
2. Sambel Bawang
Tanpa MSG, tanpa pengental,
tanpa pengawet...

            Untuk menambah gairah makan Anda, maka hadirkanlah Ji-Pong sebagai peneman utama untuk memberi rasa pada lidah Anda. Tak lupa pula, bagi yang berminat, silakan hubungi dan pesanlah pada sang empunya peramu. Harga terjangkau, rasa tertambat.  (Valery Kopong)

Friday, August 26, 2016

PELATIHAN JURNALISTIK



Pelatihan jurnalistik, Jumat 26 Agustus 2016 di SMA Tarsisius Vireta . Hadir juga Karin, penulis novel  "Angel in me" 

Monday, August 8, 2016

MENITI JALAN PULANG (Elegi bersama motorku, REVO)

Jumat  siang itu, tepatnya  tanggal 5 Agustus 2016. Aku melepaspergikan motor kesayanganku.  Sudah  sembilan  tahun, aku menungganginya dan  tak pernah mengeluh ketika menggunakannya ke tempat  kerja dan tempat-tempat lain.  Ibarat melepaskan seorang anggota keluarga untuk bepergian jauh dan pasti ada rasa yang kurang yang muncul dalam diri orang-orang yang melepaskannya.  Demikian juga dengan motor kesayanganku, sudah sembilan tahun hidup dan  ada bersamaku, terpaksa aku melepaskannya untuk dikirim ke kampung halamanku, Gelong-Adonara Timur-Flores Timur.

            Aku coba untuk mengambil kamera dan memotretnya, supaya aku memiliki sebuah dokumentasi tentangnya, tentang REVO yang berplat B 6506 NSA. Walau aku harus merelakannya ke kampung halamanku, tetapi kenangan yang terdokumentasi seakan membuka memori kehidupanku pada sembilan tahun silam ketika aku dengan susah payah memilikinya. REVO, motorku seakan tahu tentang perjalanan hidupku yang merangkak dari bawah dan perlahan menanjak. Ia mengerti suka duka hidupku dalam menerjang gemuruh knalpot dan riuh-redahnya mesin-mesin di kota  metropolitan.

            REVO, kini dalam perjalanan bersama kantor Pos menuju Surabaya dan masih harus melanjutkan perjalanan dari Surabaya menuju Adonara dengan menumpang kapal barang. Sebuah perjalanan melelahkan tetapi harus dijalani demi mencapai lewo tanahku tercinta, Gelong-Adonara.  Sembilan tahun, REVO menemaniku menelusuri lorong-lorong kota yang riuh tetapi perjalananmu pulang ke kampung merupakan sebuah perjalanan pulang, perjalanan sunyi. Kiranya REVO menemukan tempat baru dan mendapat energi baru di tempat yang sunyi, lewo tanahku tercinta Gelong yang jauh dari sentuhan sinyal.***(Valery Kopong).

Monday, August 1, 2016

MERINTIS ‘JALAN MISKIN’

Oleh: Valery Kopong*
Malam semakin larut dan keheningan perlahan turun mencium bumi Pasar Kemis-Tangerang-Banten. Tepat pukul 21.30 malam, kami tiba di rumah sang pengacara itu, setelah lama menunggunya karena baru tiba dari luar kota. Memang, kesibukan telah melingkupi kehidupan pria berdarah Batak itu. Di selah-selah kesibukan dan boleh dikatakan bahwa hampir tidak ada waktu senggang baginya, tetapi ia masih menyempatkan diri  menerima kami untuk mewawancarainya.
                “Selamat malam,” sapa Pak Johnson Panjaitan S.H, kepada kami yang bertandang ke rumahnya.   wawancara kami dengannya, sepertinya berlangsung secara alamiah dan non formal. Kami diterima dalam suasana kekeluargaan dan langsung diajak untuk mengambil bagian pada santap malam.  Sambil menikmati hidangan yang telah disediakan keluarga Pak Johnson, obrolan pun terus mengalir. Pertama-tama ia menyatakan keprihatinan terhadap situasi negara yang sedang carut-marut. “Tidak lama lagi harga barang-barang kebutuhan mulai naik disertai dengan kenaikan BBM. Memang, tahun 2011 merupakan tahun keprihatinan bersama atas seluruh situasi yang terjadi di negeri ini,” keluh Pak Johnson.  
                Sering sekali wajah Pak Johnson Panjaitan tampil di televisi. Tetapi siapakah dia yang begitu berani menyuarakan keprihatinan masyarakat, terutama dalam bidang hukum? Pak Johnson adalah seorang Sekjen Asosiasi Advokat Indonesia. Sebagai seorang pengacara, ia dikenal akrab dengan permasalahan yang bersinggungan langsung dengan hukum. Menjadi pengacara bukanlah cita-citanya. Cita-cita awal Pak Johnson adalah mau menjadi Jaksa Agung. Tetapi kenyataan berbicara lain, ia bahkan lebih membaurkan hidupnya dalam pusaran persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini. Selain sebagai Sekjen Asosiasi Advokat Indonesia, ia juga sebagai penasihat hukum “Indonesia Police wacth” (Lembaga Pengamat Polri), sebuah LSM yang memantau seluruh gerak perjalanan Polri sekaligus memberikan kritik terhadap lembaga yang mempunyai peran strategis ini.     

Friday, July 29, 2016

KEMANUSIAAN KITA TERKOYAK

Ketika berdoa bersama para narapidana di Lapas wanita-Kota Tangerang  pada  Kamis, 27 Juli 2016, sepertinya kami semua tertawan oleh sebuah situasi yang mengharuskan kami untuk larut dalam doa. Ada isak tangis  saat sedang berdoa bersama.  Sepertinya di depan kami sudah ada mayat, padahal waktu eksekusi direncanakan pada pkl.00.  Para narapidana mengenangkan kembali hari-hari kebersamaan dengan Maria Utami yang juga menjadi salah satu terpidana mati yang siap ditembak di hadapan regu penembak.  
MARIA UTAMI, salah satu narapidana yang tertunda eksekusinya
Pkl. 14.00 siang itu kami memanjatkan 5 peristiwa Rosario (khusunya peristiwa terang) dan tepat pkl. 15.00 kami selesai doa Rosario dan dilanjutkan doa koronka. Dalam hening doa yang panjang, ada satu harapan yang muncul adalah “mudah-mudahan” mukjizat terjadi dan penundaan eksekusi mati, terutama terhadap Maria Utami. Selepas doa sore, para narapidana juga mengumpulkan kekuatan baru untuk terus berdoa menanti pelaksanaan eksekusi mati.

Wednesday, July 13, 2016

MISIONARIS SVD TERTAWAN

KABAR miris baru saja dikirim oleh Andreas Kristiadi ke meja Redaksi Sesawi.Net, hari Selasa siang tanggal 12 Juli 2016 ini. Alumnus Seminari Menengah Stella Maris Keuskupan Bogor ini mengabarkan, teman angkatan alumni Seminari Menengah Stella Maris Keuskupan Bogor yakni Pastor Clemencius Rommy Suriroja SVD kini tengah terjebak di zona perang  Sudan Selatan dimana ia telah menjadi misionaris selama beberapa tahun terakhir ini.
“Mohon doanya bagi teman angkatan kami alumni Seminari Stella Maris Bogor yakni Pater Clementinus Rommy Suriroja SVD yang sedang mengungsi dengan umat parokinya di Sudan Selatan. Itu terjadi,  karena sejak hari Senin kemarin, para pemberontak bersenjata telah berhasil menguasai kawasan di tempat dimana Pater Rommy berkarya melakukan karya misionernya,” demikian tulis Andreas kepada Sesawi.Net hari Selasa menjelang petang hari.
“Semoga Tuhan Yesus dan Bunda Maria selalu melindungi beliau, para rekan pastor misionaris dan umat paroki di Sudan Selatan,” lanjut Andreas dalam pesan pendeknya kepada Redaksi.
Masih mencekam
Dalam sebuah rekaman pendek di jalur WA, Romo Rommy pun mengisahkan suasana yang masih mencekam meliputi hati semua umat parokinya yang tengah mengungsi ke tempat yang dirasa lebih aman.
“Gimana sikon di sana?,” tanya Andreas.
“Masih mencekam,” jawab Romo Rommy.
“Dimana posisi? Update kabar ya,” pinta Andreas.
“Kami masih berada di paroki bersama umat. Kami tidak bisa keluar kemana-mana, karena semua akses menuju areal terbuka sudah ditutup oleh kaum pemberontak,” demikian Romo Rommy memberikan news update kepada Andreas yang kemudian diteruskan kepada Redaksi.

Friday, July 1, 2016

VPI dan FMKI gelar seminar mencari pemimpin tepat DKI Jakarta

Untuk memberi sumbangan pemikiran kepada masyarakat bagaimana mengukur dan menentukan pemimpin DKI Jakarta yang betul-betul tepat sesuai dengan kebutuhan warga DKI Jakarta, Vox Point Indonesia (VPI) bekerjasama dengan Forum Masyarakat Katolik Indonesia Keuskupan Agung Jakarta (FMKI-KAJ) menyelenggarakan seminar di Aula Paroki St. Yohanes Penginjil Blok B, Jakarta Selatan, Sabtu (25/6).
VPI dan FMKI gelar seminar mencari pemimpin tepat DKI Jakarta thumbnailSeminar bertajuk “Mencari Pemimpin Tepat Untuk DKI Jakarta” ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu Johny G Plate (Fraksi NasDem DPR RI), Rufinus Hutauruk (Fraksi Hanura DPR RI), Fandy Utomo (Fraksi Demokrat DPR RI), dan Arya Fernandez (Peneliti Politik CSIS).
Selain menghadirkan narasumber, Beritasatu.com melansirkan bahwa seminar ini juga mendatangkan beberapa tokoh sebagai penanggap, termasuk Romo Benny Susetyo, Haposan Batubara (DPP Gerindra), Richard Saerang (Teman Ahok), Lukas Sutjiadi (Vox Point Indonesia), Andreas Susetyo (Fraksi PDIP DPR RI), serta beberapa tokoh lain.