Monday, July 27, 2020

Melakukan Hal Kecil

Suster Theresia Kanak-kanak Yesus dinyatakan sebagai seorang Santa  bukan karena dia melakukan sesuatu yang  luar biasa, tetapi dia melakukan hal-hal kecil dan sederhana. Dia  melakukan tugas harian di komunitas biaranya dengan setia. Dia melakukan doa harian dengan setia. Dia melakukan hal hal baik yang kecil  dan sederhana tapi berpengaruh terhadap sesuatu yang lebih besar bagi hidup dan karya komunitasnya.

Bacaan Injil pada hari ini menceritakan pengajaran Yesus tentang Kerajaan Surga dengan menggunakan dua perumpamaan, yaitu biji sesawi dan ragi. Kedua benda ini kecil tapi ketika ditaburkan akan menjadi sesuatu yang luar biasa dan dahsyat.  Bila kita menaburkan Kerajaan Allah di tengah- tengah keluarga, masyarakat, Gereja atau di  tempat kerja dengan tindakan-tindakan kecil dan sederhana akan membawa pengaruh yang besar dan dahsyat dalam kehidupan di keluarga, masyarakat ,Gereja atau di tempat kerja kita itu. Maka, kita hendaknya tetap setia menghadirkan Kerajaan Allah dengan tindakan- tindakan kecil dan sederhana, tapi akan berpengaruh besar dan dahsyat dalam kehidupan komunitas kita.
Kita tidak  boleh meremehkan peran atau tindakan-tindakan kebaikan dan cinta  yang kecil dan sederhana dari orang lain. Kita ngak boleh minder dengan peran kita yang kecil dan sederhana, tapi peran itu berpengaruh terhadap sesuatu yang lebih besar.
( inspirasi : Matius 13:31-35,   27 Juli,  Suhardi )

Pasar dan Transaksi Iman

(Sumber inspirasi  Markus, 6:53-56)

            Sehari sebelum peristiwa penyembuhan di Genezaret, Yesus sudah memperlihatkan suatu keajaiban yaitu berjalan  di atas air, menyusuri orang banyak yang naik perahu yang sedang  diterpa angin sakal. Apa yang dilakukan Yesus dihadapan publik, memperlihatkan sesuatu di luar batas kelaziman, di luar jangkauan ratio manusia  dan hal itu menjadi tanda heran bagi manusia yang melihatnya. Mengapa Yesus,  dalam pewartaan-Nya tentang kerajaan Allah dan keselamatan manusia, selalu memperlihatkan mukjizat atau keajaiban-keajaiban dihadapan publik?

            Kehadiran Yesus di tengah-tengah kelompok yang dijanjikan juru selamat oleh Allah, namun kelompok yang bersangkutan yakni umat Israel masih menolak kehadiran sang mesias itu sendiri. Mereka belum percaya pada Yesus yang merupakan utusan Allah untuk menyelamatkan manusia dan membuka simpul-simpul dosa. Karena itu tanda heran atau mukjizat yang dilakukan Yesus, selain merupakan bagian penting dalam pewartaan tentang datangnya kerajaan Allah, tetapi juga mau menggiring kesadaran manusia yang masih tumpul hatinya dan menolak kehadiran sang juru selamat, perlahan percaya pada-Nya.

             Apa yang dilakukan Yesus terutama menyembuhkan orang-orang sakit juga mengungkapkan wibawa keallahan-Nya di hadapan dunia. Tetapi  fenomena sosial yang memperlihatkan lemahnya kepercayaan dunia kepada dirinya, tidak semata-mata dibantu dengan tindakan menyembuhkan sebagai upaya membangun pamor kemesiasan tetapi apa yang dilakukan Yesus merupakan gerakan Allah dalam solidaritasnya dengan mereka yang terpinggirkan. Yesus selalu menempatkan “kepekaan sosial” sebagai cara paling mudah dalam membangun relasi dengan manusia lain. Karena melalui kepekaan sosial, terbangunlah rasa toleransi dan tindakan produktif yang menyelamatkan manusia yang mengalami “tuna di dalam  kehidupannya.”

                  Penginjil Markus secara dramatis membahasakan keberpihakan Yesus dan kejelian  orang-orang sakit yang selalu membuka diri bagi kehadiran Sang juruselamat. Orang-orang sakit tidak lagi menunggu kabar, kapan Yesus lewat di sekitar rumahnya   tetapi justeru mereka yang sakit juga diletakkan di pasar, sebuah ruang terbuka, tempat transaksi para penjual dan pembeli. Penginjil Markus mau membuka wawasan, membuka cara baru dalam melihat peristiwa ini sebagai sebuah peristiwa terbuka di mana kehadiran Yesus menjadi milik bersama dan tindakannya melampaui semua orang, siapa saja yang membutuhkan bantuan.

            Pasar, sebuah ruang publik yang bising, tempat orang-orang melakukan transaksi, Allah mau hadir bersama putera-Nya untuk memulihkan harapan yang sirna, mengembalikan yang cacat ke keadaan semula. Di sinilah tempat trasaksi iman antara mereka yang terluka dan sang juru selamat. Orang-orang sakit membuka diri, membiarkan keselamatan itu menjalar dalam dirinya dan hanya satu harapan tunggal yang melekat dalam dirinya yaitu ingin agar kesembuhan bisa terlaksana. Baginya, hidup sehat merupakan modal utama dan kerinduan terbesar dalam dirinya.

            Kehadiran Yesus dan tindakan nyata Yesus selalu mengutamakan keselamatan manusia. Keberpihakkan kepada mereka yang tersisih menjadi prioritas perhatian yang diberikan oleh Yesus. Ketika Yesus melakukan sesuatu kepada orang lain maka pada saat yang sama ia mengorbankan kepentingan, memangkas egoisme sendiri untuk bisa berjumpa dengan orang lain. Di pasar, seperti yang dilukiskan oleh penginjil Markus, Yesus telah menjumpai begitu banyak orang dengan karakter yang berbeda-beda. Ia membaurkan diri bahkan menenggelamkan diri dalam gegap-gempitanya pasar agar Ia bisa menyatu dengan manusia. Dan dalam keterlibatan yang intens itu, Yesus menghadirkan cinta tanpa batas, melampaui batas-batas cinta diri. ***(Valery Kopong)

Saturday, July 25, 2020

Menjadi Pelayan

Bacaan Injil pada hari ini mengundang kita untuk menjadi seorang pelayan.Mengapa? Karena, untuk menjadi seorang yang besar di antara yang lain dan duduk di sisi kanan Allah Bapa hendaknya mempunyai jiwa seorang pelayan.Yesus telah memberi teladan bagaimana menjadi seorang pelayan yang luar biasa.Yesus bersabda, "Anak Manusia datang bukan untuk dilayani,tapi untuk melayani dan mengorbankan nyawaNya."

Apakah setiap orang bisa menjadi seorang pelayan?Tentu saja ngak sembarang orang bisa menjadi seorang pelayan.Yesus menuntut kita untuk menjadi seorang pelayan yang penuh pengabdian dan pengorbanan serta belas kasih, bukan pelayan yang bersifat profesionalitas dan ekonomis serta otoriter.
Banyak tempat yang bisa menjadi sarana bagi kita untuk menyatakan diri kita sebagai seorang pelayan:bisa di keluarga, di masyarakat, di Gereja maupun di tempat kerja.Hal yang konkrit saat ini di jaman pandemi virus corona ini orang tua dipanggil untuk menjadi seorang pelayan bagi anak-anaknya, khususnya anak-anaknya yang sekolah di TK maupun SD.Orang tua hendaknya mampu berperan sebagai seorang pelayan (guru) yang berbelas kasih, penuh pengabdian dan pengorbanan, bukan menjadi seorang pelayan (guru) horor,otoriter,gampang marah, monster bagi anak-anaknya.  Semoga kita bisa menjadi seorang pelanan yang dijiwai oleh sikap pengabdian,pengorbanan dan belas kasih,sehingga kita mampu mengantar sesama duduk di Kerajaan Surga.
(Inspirasi:Matius 20:20-28,  25 Juli,Suhardi)

Friday, July 24, 2020

T T S

Rinai pagi menetes perlahan membasahi raut wajah pertiwi. Titik-titik hujan jatuh perlahan, seolah mengiringi langkahku menyusuri panti Wreda Marfati. Panti yang sunyi seakan mengajak para penghuni untuk larut dalam permenungan. Di antara sekian banyak orang jompo, saya sempat temui Opa Paulus (bukan nama sebenarnya) yang lagi asyik mengisi hari-hari hidup dengan teka-teki silang. Saya coba menghampiri dan bertanya seputar minat baca. “Opa punya minat baca yang tinggi ya?” tanyaku. “Iya, saya punya kesukaan membaca dan mengisi TTS (Teka Teki Silang), “ jawab opa. “Mengapa opa, tidak suka membaca Kitab Suci?” tanyaku lebih jauh. “Saya tidak suka baca Kitab Suci,” jawabnya santai. Lebih jauh ia mengatakan bahwa pernah diajarkan membaca kitab suci tetapi baginya, hanyalah omongan hampa saja. Kita hanya diberi hiburan-hiburan sabda tetapi tidak ada realisasinya.

Mendengar jawaban opa itu, saya tersipu malu. Kitab Suci rupaya kurang mendapat tempat di hatinya selama mengayuh hidup. Lebih jauh dapat saya katakan bahwa opa ini selalu berpikir matematis, mengkalkulasikan sesuatu berdasarkan fakta dan strategi-strategi nyata dalam menggapai cita-cita. Ia tidak suka berhadapan dengan sesuatu yang bernilai sejarah, apalagi kitab suci terutama Perjanjian Lama yang berisikan pengalaman iman umat Israel dan sejarah perjalanan hidup masa lampau. Opa tidak suka digiring kesadaranya untuk mengenang peristiwa masa lampau karena masa lampau baginya adalah sesuatu yang terlewatkan dan tanpa perlu dikenang lagi. Mengenang kembali berarti menyita perhatian dan energi yang lebih untuk mulai membangun sekaligus membaharui masa lampau itu dalam kekinian.

Opa itu kelihatan cerdas dan kritis. Ia tidak mau menguras energi. Baginya, hidup hanya dijalani bagai air mengalir yang tanpa pernah berpikir untuk kembali. Ia sudah tua, sudah renta. Karenanya lebih baik memaknai hidup dengan menebak teka-teki silang untuk mengusir tingkat kejenuhan di tengah usia yang tua sambil menunggu panggilan terakhir dari Allah. Mengisi teka-teki adalah cara paling sederhana untuk memaknai relasi dalam hidup. Di dalam TTS, ada pertanyaan mendatar dan menurun. Barangkali pertanyaan mendatar menunjukkan relasi yang akrab antarsesama manusia. Sedangkan pertanyaan menurun menunjukkan bahwa jalan terakhir berpulang pada ibu pertiwi. Kehidupan yang baik sangat bergantung pada relasi yang terbangun selama hidup itu. Membangun relasi karenanya, menjadi momentum terakhir yang menentukan nasib hidup manusia kelak. Seperti bermain teka-teki, ada yang dijawab pasti dan ada yang tidak, demikian juga kehidupan itu sendiri. Barangkali kita pernah menanam kebaikan tetapi lupa di mana kita berbuat baik.

Di panti jompo itu, ada yang masuk ke rumah jompo karena kemauan sendiri tetapi ada juga yang dipaksa ke rumah jompo karena alasan kesibukan keluarga. Banyak yang mengalami keterasingan diri, namun bisa menemukan teman-teman sebaya sebagai teman dalam bergaul di pucuk usia mereka yang hampir rampung. Di rumah jompo itu, sepertinya saya melihat ‘terminal terakhir,’ tempat orang menyiapkan diri di usia senja untuk menerima panggilan abadi nanti. Hidup itu adalah sebuah teka-teki namun kematian yang akan menjemput opa dan teman-temannya adalah sebuah kepastian, bahkan lebih pasti dari ilmu pasti.***(Valery Kopong)

 

 

 

Buah Kebaikan

Apa yang dirasakan oleh seorang petani ketika dia melihat hamparan padinya yang sedang menguning? Pasti, petani itu merasa bahagia dan bangga atas jerih payah dan pengorbannya akhirnya biji padi yang dia tanam dapat tumbuh subur dan  menghasilkan buah yang melimpah.

Bacaan Injil pada hari ini mengelompokkan orang menjadi empat kelompok.
Kelompok pertama diibaratkan sebuah benih yang jatuh di jalan. Kelompok kedua diibaratkan sebuah benih yang jatuh di bebatuan. Kelompok ketiga diibaratkan sebuah benih yang jatuh di tanah yang berduri. Dan kelompok keempat adalah diibaratkan sebuah benih yang jatuh di tanah yang baik. Di kelompok manakah dirimu?

Allah telah memberi benih sabda kepada kita semua di dalam hati kita. Hati kita menjadi tempat persemaian sabda Tuhan itu.Kitalah yang menentukan apakah benih sabda itu akan kita tanam di jalan,di tanah bebatuan,di tanah yang berduri atau di tanah yang baik.Allah sungguh merasa bersukacita dan bangga atas diri kita bila benih sabdaNya dapat tumbuh subur dan menghasilkan buah yang melimpah.Benih sabda Allah itu hendaknya tumbuh subur dan  menghasilkan buah perhatian dan kasih sayang,buah semangat pelayanan dan pengorbanan,buah maaf dan pengampunan,buah doa dan syukur,buah sukacita dan kesejahteraan, buah kelemahlembutan dan penguasaan diri,buah kebaikan dan kebijaksanaan.Apakah benih sabda Tuhan itu tumbuh subur dan menghasilkan buah di dalam hati kita?
(inspirasi:Matius 13:18-23, 24 Juli, Suhardi)