Pertarungan politik kekuasaan yang akan berlangsung pada tahun 2024 nanti tengah menjadi sorotan, terutama figur-figur capres mulai dimunculkan. Salah satu figur yang ramai dibicarakan adalah Anies Baswedan. Anies dideklarasikan oleh Nasdem sebagai calon presiden. Terhadap pencalonan ini, memunculkan pertanyaan baru. Mengapa Nasdem tidak mengusung kandidat internalnya untuk menjadi capres? Di sini, perlu dipertanyakan kembali, mengapa tidak banyak calon yang berminat untuk bertarung dalam memperebutkan kursi kekuasaan sebagai capres? Apakah karena persoalan mahar politik yang terlalu tinggi ataukah partai sendiri gagal dalam meregenerasi anggota-anggotanya sehingga lambat laun partai kehilangan figur potensial? Keberadaan partai-partai di Indonesia belum menunjukkan peran yang signifikan dalam mengelola sumber daya manusia. Proses perekrutan anggota-anggota partai masih jauh dari harapan karena lebih mementingkan aspek finansial ketimbang potensi diri yang dimiliki oleh seseorang yang mau direkrut. Karena itu partai lebih dilihat sebagai kumpulan para “pengusaha oportunis” yang selalu memanfaatkan partai sebagai kendaraan yang memuluskan proyek-proyek yang mengarah pada kepentingan pribadi dan kelompok partai.
Berkurangnya figur untuk menjadi calon pemimpin di kalangan politisi, mencerminkan menurunnya kualitas partai yang lebih mementingkan kekuasaan sesaat dan kurang mempersiapkan kualitas sumber daya anggota sebagai jalan untuk berkuasa secara elegan. Memang, persoalan ini merupakan pekerjaan rumah yang tidak pernah diselesaikan secara baik oleh “rumah partai.” Masyarakat awam menilai bahwa persoalan politik hanya sebatas persoalan perang ide atau gagasan dari para politisi di ruang parlemen yang berakhir dengan kekerasan. Lebih jauh dari itu, sebuah partai memiliki tanggung jawab lebih, mulai dari sistem perekrutan anggota, pelatihan dan pengembangan potensi diri para anggota hingga menduduki kekuasaan. Di sini, ada tanggung jawab partai dalam mendesain secara baik peta perpolitikan yang harus dilalui oleh para politisi. Tetapi kenyataannya bahwa para politisi terkadang menikung di jalan dan masuk secara pintas untuk merebut posisi dan kedudukan tanpa mempedulikan esensi dasar dari peran partai itu.
Berpolitik
berarti menata sebuah keseimbangan hidup bersama. Dan dalam proses penataan hidup bersama,
tertemukan banyak ketimpangan yang menuntut para politikus yang berani
meluruskan jalan kekuasaan dan menegakkan keseimbangan dalam pelbagai aspek.
Konsep politik bahkan program yang ditawarkan capres menjadi komoditi yang menarik untuk
dicermati karena merupakan representan dari figur politisi
yang bakal ditawarkan kepada publik.
Membaca sebuah iklan politik salah satu pasangan wakil dan walikota Tangerang Selatan (Provinsi Banten) pada beberapa tahun yang lalu, membuat saya tergidik diam untuk merenungkan makna terdalam di balik slogan politik. “Mari Menata Tangsel (Tangerang Selatan), Rumah Kita Bersama.” Ajakan ini menarik karena mengedepankan rumah sebagai penopang utama dalam berpolitik. Rumah menjadi tempat yang nyaman dalam menggumuli visi dan misi politis dan dari rumah yang sama, setiap orang diutus untuk bertarung. Rumah menjadi ruang inspirasi yang bening dan di dalamnya orang memaknai peta perpolitikan sebelum keluar sebagai navigator yang memberi arah baru dalam perjalanan menuju titik kesejahteraan bagi rakyat.
Rumah politik telah memproduksi nilai-nilai politik yang bersahaja untuk dikemas menjadi kekuatan yang bermakna. Di sini, saya melihat bahwa dalam berpolitik, “rumah” sebagai tempat untuk menggali inspirasi serta hakekat berpolitik untuk melayani masyarakat dan politik itu sendiri mencari peran. Dalam situasi hari ini, kita semua tentu bertanya, mengapa tidak banyak figur yang maju menjadi calon presiden? Para politisi harus kembali ke “rumah” (baca: partai) untuk menata kembali tugas dan fungsi partai yang tengah kehilangan fungsi utama , yakni mengabaikan proses kaderisasi sebagai cara sederhana dalam mendidik kader partai yang pada akhirnya bisa tampil sebagai seorang pemimpin yang bisa dipercaya oleh masyarakat karena integritas dan berani berjuang untuk kepentingan masyarakat. Partai adalah “rahim utama” dalam melahirkan para pemimpin yang berkualitas. ***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment