Ketika
musim bola merebut piala dunia, semua orang sepertinya terhipnotis oleh klub
kesayangan dan menjadi andalan bagi mereka untuk mempertaruhkan harapan. Musim bola
membuat orang lupa untuk istirahat secara teratur karena demi menunggu klub
kesayangan di depan layar kaca, mereka bertaruh waktu. Memang, saya sendiri
tidak terlalu hoby nonton bola pada piala dunia ini tetapi mendengar cerita
teman-teman, rasanya seperti terlibat pada laga permainan yang mengasyikan.
Tentang bola, saya teringat akan apa yang dikatakan oleh Pater Brawn, SVD saat menghuni biara di bukit Ledalero – Maumere. Menurut Pater Brawn, pastor berkebangsaan Jerman itu bahwa orang yang suka main bola hanya mengejar “kulit bodoh” di lapangan. Mereka yang bermain bola, seolah-olah menghabiskan banyak waktu dalam kesia-siaan. Bagi Pater Brown, SVD bahwa bola dan permainannya tidak memberikan manfaat karena hanya mengejar “kulit” yang diisi dengan angin. Pandangan yang skeptis ini memang lahir dari seorang imam dan berlatar belakang ilmu pasti. Semua permainan itu, menurutnya harus riil dan mengarah pada sebuah kepastian hidup.
Pandangan ini sepertinya tidak berlaku pada generasi saat ini yang lebih tertarik dengan bermain dan lebih asyik lagi kalau menonton bola dalam perhelatan piala dunia. Bola menjadi sebuah magnet yang masih menghipnotis setiap mata orang yang menggandrungi bola. Hanya karena bola, orang berani menggadai waktu istirahatnya dan karena bola pula, orang berani bertaruhan uang.
Memang bola itu “kulit bodoh” seperti yang dikatakan oleh Pater Brawn, namun karena kulit yang diisi dengan angin ini maka sebagian besar orang tergila-gila dengan bola. Namun di sisi lain, ada seorang imam SVD yang bekerja di sebuah paroki Kewa Pante – Maumere, justeru senang dengan bola. Bola dijadikan seorang imam sebagai sarana pastoral untuk mengumpulkan anak-anak muda. Ketika berkunjung umat di daerah-daerah terpencil, tidak hanya Kitab Suci yang dibawa serta peralatan misa tetapi juga bola. Bola membuka ruang perjumpaan dengan umat, khususnya kaum muda.
Dalam karya pastoral, kita bisa menyandingkan bola dengan Yesus. Kalau di lapangan hijau, para pemain bola mengejar bola yang adalah kulit berisi angin itu. Dalam kehidupan beriman, kita juga mengejar Kristus yang telah memanggil dan setia mendampingi kita.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment