Friday, April 8, 2016

BERANI MENERIMA MASA LALU


Seorang perempuan cacat tanpa tangan, hidup di sebuah panti asuhan Yogyakarta. Setelah dewasa, ia dipersunting oleh seorang laki-laki yang adalah anak dari seorang pejabat. Pernikahan mereka direstui oleh kedua orang tua laki-laki. Pesta pernikahan terlaksana begitu meriah. Para undangan yang datang, umumnya merasa terharu sekaligus bangga atas keputusan mempelai laki-laki.  Para undangan terharu melihat kondisi mempelai wanita yang tidak memiliki kedua tangannya.
Wanita ini hidup di panti asuhan karena sejak dilahirkan oleh ibunya di rumah sakit dan ternyata kondisi tubuhnya yang cacat, terutama kedua tangan, membuat kedua orang tua meninggalkan bayi itu. Bayi itu kemudian dititipkan pada salah satu panti asuhan di Yogyakarta. Ia dididik dan mengenyam pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Setelah lulus dari perguruan tinggi, perempuan ini tidak mau mencari pekerjaan lain tetapi memutuskan untuk kembali bekerja pada panti asuhan yang telah membesarkannya.
Pernikahan mereka merupakan sebuah keputusan yang baik dan unik karena pasti melewati proses yang panjang. Proses itu memberikan sebuah pencerahan baru untuk bagaimana memahami dan menerima orang lain sebagai bagian penting dalam hidup. Mencintai orang yang cacat dan memutuskan untuk menikahinya adalah upaya menggempur ego dan berani keluar dari diri untuk menerima orang lain dengan apa adanya. Pernikahan mereka merupakan sebuah cara untuk mengingatkan pada publik bahwa orang-orang cacat, karena cinta  juga mencintai orang-orang normal secara fisik.
Cinta itu melampaui segala-galanya. Karena cinta maka si lelaki itu berani memutuskan untuk menikahi perempuan cacat itu. Yang membuat pernikahan itu sedikit bergengsi karena laki-laki (mempelai laki-laki) berasal dari golongan kaya dan anak dari orang terpandang. Keputusannya didukung juga oleh keluarganya, terutama ayanya  yang memiliki jabatan penting. Cinta mengalahkan segala-galanya, termasuk jabatan. Cinta menjadi daya tarik dan masuk ke dalam seluruh lini kehidupan.
Pernikahan mereka merupakan bagian penting untuk menerima diri dan orang lain. Cinta itu bisa hidup dan bersemi ketika kedua belah pihak bisa menerima dan menghidupkannya. Tanpa sikap penerimaan yang baik maka cinta tidak bisa bertumbuh secara baik. Cinta itu tumbuh di mana ada lahan subur, tempat berseminya benih-benih cinta itu. “Cinta bukanlah untuk mengharapkan pemberian. Cinta adalah tentang keanggunan hati untuk memberi. “Tidak sedikit orang baru belajar mencintai dengan lembut dan mesra hanya setelah kekasih mereka mencintai orang lain.” ***(Valery Kopong)



No comments: