Thursday, July 16, 2020

Burung-burung Di Udara

Ketika membaca dan merenungkan perumpamaan yang dibuat oleh Yesus, hatiku menjadi tenang dan percaya diri dalam menjalani hidup ini. “Lihatlah burung-burung di udara yang tidak bekerja tetapi tak satu pun mati kelaparan. Lihatlah bunga bakung, Salomo, yang dalam kemewahannya pun kalah dari bunga bakung itu.” Perumpamaan yang dilontarkan oleh Yesus memiliki daya magnetis dan sekaligus memberikan daya rangsang pada oran

g-orang yang sedang berputus asa dan menderita kelaparan. Tetapi apakah dalam kondisi yang lapar, mereka yang menderita dikenyangkan oleh sabda dan perumpamaan yang

selalu menggema? Seberapa jauh mereka dapat mengalami sentuhan kasih-Nya?

Penderitaan yang mendera kehidupan manusia, terutama saat-saat di mana manusia kehilangan daya dalam menggapai kehidupan ekonomi yang layak, perumpamaan ini layak untuk dijadikan sebagai hiburan yang menjanjikan.  Tetapi tidak hanya menjadi perumpamaan ini sebagai patokan melainkan Kristus dijadikan sebagai landasan dasar dalam menjalani hidup ini. Dalam diri Yesus, seluruh keterputusasaan manusia selalu tercarikan jalan keluarnya.

Seperti burung-burung yang berkeliaran di alam bebas tanpa tuan, mereka tidak pernah mengalami kelaparan. Allah sendiri sebagai yang Empunya semesta memberikan makanan lewat tanaman-tanaman yang tumbuh liar di sepanjang hidup mereka. Bukankah manusia lebih berharga daripada burung-burung di udara?

Ketika mendirikan sebuah biara di Jerman, Arnold Janssen, sepertinya menjadi figur yang perlu ditertawakan. Mengapa? Karena ia sendiri mendirikan sebuah biara tanpa adanya modal uang. Bagaimana mungkin mendirikan sebuah biara tanpa adanya uang untuk menopang perjalanan biara? Inilah kata-kata pesimis yang datang, baik dari kalangan biarawan maupun awam. Tetapi hanya ada satu keyakinan bahwa Allah Tri Tunggal pasti menyertainya dalam karya misionernya.  Bagi dia, “uang masih ada di saku orang.” Itu berarti bahwa ia yakin, Tuhan akan memberikan jalan untuk menghidupkan biara dan sesama yang peduli pasti memberikan sumbangan untuk kelanjutan biaranya. Sampai akhirnya ia mendirikan tiga biara besar (SVD, SSpS, SSpS Adorasi Abadi) yang dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan iman umat manusia sejagat.*** (Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdoalah Pada Yesus

Pada suatu hari diceritakan bahwa rumah biara suster-suster Missionaries for Charities di Kalkuta  yang menampung ribuan anak- anak yang tersingkirkan dan tidak beruntung, telah kehabisan jatah makanan. Hal ini membuat mereka panik, cemas dan khawatir, karena para suster harus memberi makanan kepada mereka setiap harinya yang hampir 7000 jiwa.  Dalam situasi yang berat ini, beberapa rekan suster    menghadap Muder Teresa, melaporkan apa yang sedang terjadi bahwa jatah makanan mereka sudah mulai kehabisan. Lalu, Muder Teresa  melangkah ke kapel dengan tenang. Di sana Muder Teresa  datang dan berdoa kepada Yesus. Saat Muder Teresa berdoa kepada Yesus, pemerintah India memberi pengumuman bahwa pada hari Jumat dan Sabtu,  anak anak dinyatakan libur. Itu berarti jatah roti yang sebenarnya diperuntukkan untuk anak anak sekolah diberikan kepada asrama para suster cinta kasih. Maka para rekan suster  dan Muder Teresa  sendiri terasa lega, beban berat yang telah mereka tanggung terasa lebih ringan.

Bacaan hari ini mengajak kepada kita yang berbeban berat dan letih lesu untuk datang kepada Yesus.          "Datanglah kepadaKu, kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat.Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah pada-Ku, Aku ini lemah lembut dan rendah hati. Maka hatimu akan mendapat ketenangan. Sebab enaklah kuk yang Kupasang, dan ringanlah bebanKu.
( Inspirasi: Matius 11:28-30,  16 Juli,  Suhardi)

Wednesday, July 15, 2020

Malam

        Malam selalu diidentikkan dengan kegelapan dan mendatangkan suasana ketakutan. Situasi ini terasa menyeramkan apabila seseorang tidak mau berdamai dengan keadaan (malam) yang selalu datang dalam sebuah kepastian. Karena itu tidak perlu ditakuti tentang malam yang tiba tetapi cobalah selalu untuk membiarkan diri untuk mengakrabi situasi yang tenang, aman dan selalu menjanjikan inspirasi.

            Memang, bagi orang yang suka merenung, kehadiran malam merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu. Bagi sang perenung, kehadiran malam dapat membangkitkan memori dan nuansa inspiratif menyertainya untuk melewati malam yang sepi. Malam yang sepi adalah saat berahmat yang dapat mendatangkan berkah bagi sang inspirator. Lihat saja karya-karya para seniman, umumnya dikerjakan pada saat-saat hening dan hal ini selalu terjadi pada malam hari.

            Mengapa mereka (para seniman) selalu mengerjakan pada malam yang sunyi? Alasan sederhana muncul yaitu bahwa mereka tidak mau diganggu oleh apa dan siapa karena pada saat-saat seperti itu orang-orang pada lelap tertidur. Dalam kesendirian, mereka mulai bergelut dan bergumul dengan ide yang dituangkan dalam karya-karya nyata.

            Yesus barangkali seorang pencinta malam atau paling kurang suasana sepi dan sunyi. Ketika Dia mau menjalin relasi dengan Bapa-Nya di Sorga, Ia selalu menyisihkan waktu untuk mencari suasana sunyi dan sepi untuk memulai berdoa. Pada saat malam sebelum menjalani sengsara dan kematian-Nya, Yesus berdoa di malam sunyi pada taman Getzemani. Dia tidak hanya memanfaatkan waktu untuk berdoa tetapi juga “menjinakkan” niat-Nya untuk tetap pada keputusan Bapa dalam menjalani kehidupan baru, yakni sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rendah Hati

Menurut Santo Agustinus, ada tiga syarat menjadi sukses? Apa itu? Tiga syarat itu adalah rendah hati,rendah hati,dan rendah hati. Sikap rendah hati itu nampak dalam tindakan orang yang tahu bersyukur atas kehendak Allah bagi karya dan hidupnya dan orang yang mempunyai relasi yang akrab dengan Alla
h Bapa. Dia menyadari bahwa sumber kehidupan yang utama itu adalah Allah Bapa,maka dia pantas bersyukur kepada-Nya. Dan dia menyadari bahwa Allah Bapa hendaknya  menjadi andalan utama dalam menjalani hidup dan karyanya. Dia tidak mengandalkan aspek intelektualnya, jabatannya maupun status sosialnya
 
Bacaan Injil pada hari ini menegaskan sikap kerendahan hati Tuhan Yesus. Hal ini nampak bahwa Tuhan Yesus bersyukur atas kuasa dan kehendak Allah Bapa yang dinyatakan dalam diri-Nya serta Tuhan Yesus mengenal Allah Bapa dengan baik dan benar. Kuasa dan kehendak Allah Bapa yang dinyatakan dalam diri-Nya serta pengenalan-Nya terhadap Allah Bapa dipakai untuk mengantar umat manusia meraih keselamatan hidup.      
                                                                                          
Semoga kita mampu membentuk sikap rendah hati dalam seluruh aspek kehidupan kita dan semoga kuasa Roh Kudus menyertai kita untuk selalu bersyukur dan membangun relasi yang akrab dengan Allah Bapa.Kita bersyukur atas segala karunia yang telah dimiliki, keluarga dan teman yang baik.Semoga kita semakin beriman,bersaudara dan berbelarasa.
(Inspirasi:Matius 11:25-27, 15 Juli,Suhardi)

Tuesday, July 14, 2020

Salib: Mengenang Sang Korban

Hampir setiap hari, ada pengemis datang ke rumahku untuk meminta sesuatu. Tidak hanya mereka tetapi juga para pengamen yang menjual suara dari rumah ke rumah hanya dengan suatu tujuan utama yaitu mencari uang. Uang menjadi harapan bagi siapa saja untuk dipergunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu ketika seseorang mengalami ketiadaan uang maka banyak cara dilakukan untuk mencari uang.

          Peristiwa yang lumrah ini kita jumpai setiap hari sebagai bagian dari kehidupan umum. Tetapi peristiwa ini terkadang mengganggu, maka aku perlu menghindar. Tapi bagaimana caranya supaya rumah saya tidak didatangi lagi? Aku berpikir bahwa yang datang meminta dengan pelbagai cara adalah orang-orang non Katolik maka saya lalu mengambil sebuah salib dan menggantungkan pada daun pintu sebagai bentuk informasi pada orang-orang yang meminta bahwa agama mereka tidak sama dengan agama saya, dan karenanya tidak perlu meminta sesuatu pada saya. Hari pertama ketika saya menggantungkan salib tersebut, masih ada yang datang ke rumahku untuk meminta. Hari kedua dan seterusnya, malah semakin banyak yang datang meminta.

          Aku mulai bertanya diri, mengapa setelah salib Yesus yang digantung pada daun pintu, malah begitu banyak orang yang datang dan meminta sesuatu? Pernah saya bertanya salah seorang pengemis yang datang meminta di rumahku. Mengapa rumahku selalu dijadikan sasaran bagi para pengemis untuk meminta? Secara spontan, si pengemis katakan bahwa mereka tertarik akan Yesus yang tersalib. Melihat salib, bagi mereka adalah melihat keberpihakkan Yesus pada mereka. Yesus yang tersalib adalah bagian dari hidup mereka sendiri yang kini tersalib di tengah penderitaan hidup. Karena itu tidak ada alasan bagi mereka untuk meminta kepada siapa saja yang bermurah hati pada mereka, termasuk rumah saya yang dipasang dengan salib.

          Mendengar sebuah jawaban spontan yang lahir dari kedalaman batin seorang yang sederhana, memungkinkan saya untuk berefleksi panjang tentang arti kehidupanku di tengah manusia lain. Memasang sebuah salib tidak berarti aku membentengi diri dari orang lain, apalagi dari agama lain tetapi semakin aku berlindung dibalik salib, semakin aku dicari oleh orang-orang sederhana. Tentang orang-orang miskin, aku teringat akan sebuah pertanyaan sederhana yang dilontarkan oleh seorang pewawancara kepada Muder Teresa. Suatu saat Muder Teresa diminta ke bulan, apakah Muder bersedia ke sana? Dengan santai ia menjawab, “kalau di bulan ada orang miskin, aku pasti ke sana.”

          Jawaban Muder Teresa sangat sederhana bahasanya tetapi kaya akan arti tentang kepedulian terhadap orang-orang miskin. Kehidupan Muder Teresa merupakan bagian integral dengan kehidupan orang-orang miskin. Di mana ada orang-orang miskin, di situ pasti ada Muder Teresa. Kematian Muder Teresa turut menyeret duka yang mendalam bagi mereka yang telah mengalami sentuhan tangan kasihnya. Kehadiran dia di tengah orang-orang miskin selalu membawa perubahan yang mendalam bagi mereka yang membutuhkan pertolongan. Kehadiran Muder Teresa ibarat setitik embun yang jatuh ke tengah padang gurun, yang memberi kesegaran, membangkitkan semangat bagi mereka yang telah kehilangan daya hidup.

          Melihat salib, sama halnya melihat sebuah ketelanjangan hidup, tak ada yang tertutup dalam hidup ini.  Karena itu memandang salib merupakan suatu keharusan dan bagi yang memandang dapat memperoleh kekayaan batin.  Bagi seorang pengemis, melihat salib dapat memberikan sebuah inspirasi akan sebuah keberpihakkan dan sumber utama mereka dalam menggali nilai-nilai perjuangan. Salib, bagi siapa yang memandangnya, tidak akan pernah menemukan titik puncak penyelesaian hidup tetapi melalui salib, ada daya juang, ada harapan baru terbersit di sana. Seperti matahari, yang setiap sore harus beranjak terbenam di peraduannya agar esoknya dapat terbit kembali sebagai matahari abadi. Tanpa terbenam, pasti ia (matahari) tidak akan mengalami proses terbit yang baru di ufuk timur. Kristus, Sang Matahari abadi, juga harus mengalami pengalaman derita agar kelak memperoleh kemuliaan abadi. Salib dan kebangkitan merupakan dua rangkaian kisah yang mengutuh penuh makna. Tanpa salib, kebangkitan tak mungkin terjadi. Dan kebangkitan tanpa salib adalah sebuah kisah yang absurd.

          Salib telah menyadarkan manusia akan peran yang diperlihatkan oleh Yesus. Runutan kisah tragis yang dilalui Yesus adalah sebuah kisah korban yang tak pernah selesai. Korban yang muncul akibat penggusuran dan tindakan eksploitatif lain, secara terbuka, manusia sendiri sedang dan telah main salib-salib baru untuk menyalibkan sesamanya sendiri.

          Memasang salib di depan pintu rumahku merupakan tindakan untuk menyalagunakan makna salib itu sendiri. Salib telah saya pergunakan untuk membentengi diri bahkan mengusir orang-orang yang tidak seagama dengan aku, tetapi pada saat yang sama, apa yang saya lakukan justeru berbalik makna. Kristus telah mengubah motif awal dari rencana pembatasan diri. Dengan penyaliban diri-Nya, Kristus tidak membangun sebuah “pulau pengecualian” untuk mengalienasi diri, tetapi dengan penyaliban Ia mau membuka diri dan dalam luka-luka-Nya Ia menawarkan rasa solider bagi mereka yang tak berpunya. Dari luka lambung yang tertusuk tombak keangkuhan, dari sanalah mengalir kasih yang sempurna dari hati yang mendalam. Kasih Yesus adalah kasih yang tidak menemukan titik kulminasi. Menggali kasih Yesus, ibarat menggali sumur tanpa dasar.

          Mari kita memaku keangkuhan kita dengan paku egoisme agar yang terpancar adalah kemurahan hati dan kelemahlembutan. Salib telah membuat kita berdaya di hadapan Dia yang tak berdaya dan orang-orang miskin akan menggapai kekayaan di dalam kemiskinan-Nya. Nemo dat quod non habet (tak seorang memberi tanpa memilikinya).***(Valery Kopong)

 

Pertobatan Diri

Bacaan Injil pada hari ini menceritakan tentang Yesus yang mengecam kota Khorazim, Betsaida dan Kapernaum, karena di kota-kota itu Yesus melakukan banyak mukjizat, tetapi orang-orang di situ tidak bertobat dan percaya pada Yesus. Mereka dikecam karena mereka hanya terpesona akan mukjizat-Nya namun tidak sampai percaya dan bertobat. Mereka dikecam karena menyambut dingin karya Tuhan di tengah mereka. Kota-kota itu termasuk daerah  yang pertama kali mendengar berita pertobatan yang disampaikan Yesus.Yesus bahkan memilih Kapernaum sebagai kediaman-Nya sekeluar dari Nazaret. Namun kota-kota itu tidak bergeming. Berita Injil dan mukjizat Tuhan tak menggugah mereka bertobat dan berbalik dari kejahatan mereka.

Dalam kehidupan,  sebenarnya kita  mengalami banyak mukjizat dari Tuhan.Tetapi seringkali kita tidak menyadari bahwa itu sebenarnya sebuah mukjizat. Kita diberi nafas kehidupan, kita diberi rejeki yang cukup bahkan melimpah, kita diberi alam yang subur dan kaya akan sumber kekayaan alam, kita diberi pemulihan dari sakit penyakit, kita terhindar dari sakit virus corona, kita diberi kesehatan yang baik,  kita bisa melihat, mendengar, berkata-kata dan menyayangi. Itu semua adalah mukjizat yang Tuhan buat kepada kita.

Marilah kita menyadari bahwa Tuhan selalu membuat mukjizat kepada kita dan mukjizat Tuhan itu menjadi sarana bagi kita untuk makin dekat dengan-Nya serta  memperbaharui hidup kita ke arah yang lebih baik.

( Inspirasi:Matius 11:20-24, 14 Juli, Suhardi )