Malam selalu diidentikkan dengan kegelapan dan mendatangkan suasana ketakutan. Situasi ini terasa menyeramkan apabila seseorang tidak mau berdamai dengan keadaan (malam) yang selalu datang dalam sebuah kepastian. Karena itu tidak perlu ditakuti tentang malam yang tiba tetapi cobalah selalu untuk membiarkan diri untuk mengakrabi situasi yang tenang, aman dan selalu menjanjikan inspirasi.
Memang, bagi orang yang suka merenung, kehadiran malam merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu. Bagi sang perenung, kehadiran malam dapat membangkitkan memori dan nuansa inspiratif menyertainya untuk melewati malam yang sepi. Malam yang sepi adalah saat berahmat yang dapat mendatangkan berkah bagi sang inspirator. Lihat saja karya-karya para seniman, umumnya dikerjakan pada saat-saat hening dan hal ini selalu terjadi pada malam hari.
Mengapa mereka (para seniman) selalu mengerjakan pada malam yang sunyi? Alasan sederhana muncul yaitu bahwa mereka tidak mau diganggu oleh apa dan siapa karena pada saat-saat seperti itu orang-orang pada lelap tertidur. Dalam kesendirian, mereka mulai bergelut dan bergumul dengan ide yang dituangkan dalam karya-karya nyata.
Yesus barangkali seorang pencinta malam atau paling kurang suasana sepi dan sunyi. Ketika Dia mau menjalin relasi dengan Bapa-Nya di Sorga, Ia selalu menyisihkan waktu untuk mencari suasana sunyi dan sepi untuk memulai berdoa. Pada saat malam sebelum menjalani sengsara dan kematian-Nya, Yesus berdoa di malam sunyi pada taman Getzemani. Dia tidak hanya memanfaatkan waktu untuk berdoa tetapi juga “menjinakkan” niat-Nya untuk tetap pada keputusan Bapa dalam menjalani kehidupan baru, yakni sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment