Tuesday, July 21, 2020

Rantai Motor

            Ketika melakukan perjalanan jauh dengan sepeda motor, tiba-tiba motorku berhenti mendadak akibat rantainya putus. Untung bahwa saya mengambil jalan agak ke pinggir sehingga tidak ketbrak oleh kendaraan lain yang berlari dengan kecepatan tinggi. Macetnya motor saya juga tidak mengganggu jalannnya lalu lintas. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi ketika motorku berhenti mendadak karena putusnya rantai di tengah jalur jalan Daan Mogot yang begitu ramai?

            Saya menyadari bahwa sudah sekian bulan, motorku belum di service dan terutama rantainya tidak diberi pelumas. Tanpa perawatan yang baik maka banyak resiko yang muncul dan hal ini akan mengorbankan pemilik sendiri. Tapi bagi saya, mogoknya motor merupakan sebuah “pemberontakan” terhadap tuannya yang tidak memberikan perhatian secara proporsional. Hanya tahu pake tetapi tidak tahu merawat. Andaikata motor punya mulut untuk berbicara, pasti dia banyak mengeluh terutama tentang perhatian dan kasih sayang dari pemiliknya. 

            Hidup manusia, tidak jauh berbeda dengan motor. Kehidupan itu sendiri perlu dirawat agar tetap awet dan menjadi bermakna. Tetapi dalam menjalani hidup itu sendiri, perlu disadari bahwa yang menggerakkan kehidupan itu sendiri adalah Allah sendiri. Allah yang menghadirkan manusia di dunia ini, Dia pulalah yang merawat manusia sampai pada kesudahan. Seluruh hidup manusia bergantung pada yang maha kuasa. Allah mempunyai kuasa untuk mencabut nyawa manusia pada setiap saat. Seperti motorku yang rantainya terputus dan berhenti secara mendadak, demikian juga hidup manusia. Allah dalam setiap saat memantau kehidupan manusia dan berhak mencabut nyawa manusia. Di menjalani aktivitas dan masih memilliki banyak obsesi tetapi ternyata Allah menghendaki lain, harus beralih dari dunia ini.(Valery Kopong) 

 

 

Monday, July 20, 2020

Tanda Kebaikan dan Cinta Kasih Tuhan

Bacaan Injil pada hari ini menceritakan tentang permintaan orang Farisi untuk melihat tanda dari Tuhan Yesus. Tetapi Yesus tidak memberi tanda apapun kepada mereka, kecuali tanda nabi Yunus,karena suatu tanda apapun yang diberikan kepada mereka tidak akan mengubah sikap imannya. Berbeda dengan orang Niniwe, mere
ka justru bertobat setelah melihat tanda nabi Yunus.

Yesus telah membuat banyak tanda dan mukjijat, tetapi orang-orang Farisi tidak bergeming untuk mengubah sikap dan tindakan imannya pada Yesus. Orang Farisi masih ingin melihat tanda atau mukjijat yang lain. Kita pun bisa jadi masuk golongan orang Farisi ini. Kita telah merasakan kebaikan, perhatian dan cinta kasih serta belas kasih Allah. Tetapi kita masih mau meminta sesuatu yang lebih daripada itu, apalagi tidak mengubah sikap iman dan pertobatan kita. Kita merasa tidak puas atas tanda kebaikan dan cinta kasih Tuhan

Kita dingatkan akan orang Niniwe. Setelah mereka melihat tanda nabi Yunus, mereka bertobat. Kita hendaknya bersyukur atas kebaikan, perhatian, cinta kasih dan belas kasih Allah yang setiap saat ditunjukkan kepada kita. Dan hal ini hendaknya mengajak kita untuk meningkatkan kwalitas iman dan hidup kita. Allah selalu menunjukkan tanda kebaikan dan cinta kasihNya setiap hari kepada kita.
( inspirasi : Matius 12:38-42,  20 Juli, Suhardi )

“Aku dalam menggapai Aku atau Kapankah Waktuku Sampai?”

                                     (Sumber inspirasi:  Markus 8:11-13)

Mengapa angkatan ini meminta tanda? Inilah satu pertanyaan retoris yang diajukan oleh Yesus ketika berhadapan dengan orang-orang farisi. Permintaan orang-orang farisi ini akan tanda dari Yesus memperlihatkan tingkat kualitas kepercayaan terhadap Dia yang semakin lemah dan karena kehadiran Yesus sendiri mengganggu kemapanan hidup mereka.  Yesus tidak secara serta-merta memperlihatkan tanda baru, bahkan menolak untuk memberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Tanda Yunus menjadi tanda peringatan Tuhan kepada Niniwe dan Yunus sendiri  tidak melakoni tugas sebagai nabi yang  menyerukan sebuah peradaban hidup yang baru. Yunus melarikan diri dari Tuhan dan mendapatkan kutukan dari-Nya. Ia dibuang ke laut dan ditelan ikan. Ia hidup selama 3 hari, tiga malam dalam perut ikan. 

            Apa yang terjadi di zaman nabi Yunus sudah menjadi peringatan yang menyejarah dan kisah yang menyapa setiap generasi yang hidup.  Tanda pertama yang diperlihatkan Allah kepada manusia melalui Yunus menjadi sebuah ikatan antara masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Tiga dimensi waktu ini terikat oleh tanda dari sang penguasa waktu. Yesus tidak memperlihatkan tanda baru selain tanda nabi Yunus karena Ia memahami kedalaman  makna dari tanda tersebut yang juga mengena dengan dirinya sendiri. Yesus menghargai tanda dan membiarkan tanda itu bermakna dalam siklus zaman tetapi tak satu pun yang menyadari makna tanda dari nabi Yunus itu.

            Namun Yesus yang diberi peran yang kian berat itu menyadari bahwa Dia akan segera hancur di bawah tekanan perutusan yang menyelamatkan itu. Yesus tampil di hadapan orang-orang farisi dalam ketelanjangan cogito, ergo sum, saya berpikir maka saya ada, merasa perlu menyembunyikan diri lagi dibalik berbagai tekanan untuk memperlihatkan tanda baru dari-Nya. Desakan permintaan tanda ini seolah-olah tanda Yunus telah usang dan diganti dengan tanda dari Yesus sendiri. Kategori waktu dan ruang, kategori sebab-akibat dan substansi adalah kerangka-kerangka yang tetap yang ada dalam benak pemikiran manusia, yang tidak bergantung pada penentuan bebas manusia dan sebab itu berada di luar tanggung jawab manusia. Menunjukkan keterbatasan pikiran manusia berarti juga menyatakan keterbatasan tanggung jawabnya.

            Apakah di dalam hidup, sebagai pengikut Kristus, kita pun menyangsikan tanda dari Yunus dan meminta tanda baru dari Yesus? Yesus telah memaknai tanda tersebut dan bahkan mengalami sendiri. Kalau  Yunus ditelan ikan dan hidup di dalam perut ikan selama 3 hari, 3 malam maka Yesus pun telah menggenapi tanda itu. Ia telah ditelan maut dan hidup di dalam perut bumi selama 3 hari. Inilah tanda yang telah diperlihatkan Yesus kepada dunia, tanda kematian dan kebangkitan-Nya dari alam maut. Tanda inilah yang menjadi ikatan iman kita kepada Yesus sebagai sumber keselamatan kita.

            Orang-orang farisi mewakili angkatannya, masih ragu dan meminta tanda baru dari Yesus. Apa yang dilakukan oleh orang-orang farisi seringkali juga kita lakukan untuk mengungkapkan lemahnya kepercayaan kita kepada seseorang. Terkadang kita ragu kepada guru-guru dan mempertanyakan nilai yang mewakili kemampuan kita. Merasa ragu itu adalah sesuatu yang wajar di dalam hidup ini. Tetapi menjadi tidak wajar jika di dalam hidup kita dipenuhi dengan keragu-raguan. Apabila hidup kita diliputi oleh rasa ragu yang berkepanjangan maka akan menjadi sulit untuk menentukan hidup yang lebih optimis. Mudah-mudahan kita tidak merasa ragu lagi terhadap Yesus karena dialah yang menjadi pelita yang menerangi masa depan kita. (Valery Kopong)

Friday, July 17, 2020

Aku Hanyalah Sampah di Keluarga

Seorang sahabat saya bercerita bahwa suatu malam isterinya yang terkena narkoba dan sedang dalam proses rehabilitasi, mengatakan padanya. “Pak, hidup saya tidak berarti lagi. Di keluarga kita, saya bagai sampah yang tidak ada arti. Di masyarakat pun sama, saya merasa hidupku tidak berarti lagi.” Mendengar apa yang dik

atakan oleh  isterinya, suaminya memberikan respons yang positif untuk memberikan kekuatan moril, sekaligus membangunkan  kesadaran baru untuk menatap masa depan yang lebih baik. Kepada isterinya ia berujar, “Bu, memang Anda menyadari diri sebagai sampah yang tidak ada arti. Tetapi ingatlah bahwa sampah tidak hanya menghasilkan bau bagi orang lain. Sampah juga masih berguna bila didaur ulang menjadi pupuk kompos yang bisa memberi kehidupan dan kesuburan bagi tanaman dan tumbuhan lain.

Persoalan perkawinan dan keutuhan rumah tangga menjadi sebuah perbincangan yang hangat dibicarakan dalam masyarakat. Ada pertemuan dan perpisahan, namun dalam konteks perkawinan Katolik yang tidak mengenal perceraian menjadi sebuah titik perenungan. Apa yang diungkapkan oleh seorang suami terhadap isteriny

a, menjadi sebuah ungkapan bermakna. Bahwa perkawinan yang dilangsungkan secara katolik menjadi perekat hubungan mereka. Bahwa ketika ada persoalan mengenai isterinya yang terjerat narkoba dan sedang menjalani proses rehabilitasi, sebagai seorang suami bertanggung jawab tidak serta-merta menvonis dan memisahkan diri dengan isterinya. Suaminya berupaya untuk membesarkan hatinya, bahwa kehidupan yang dilalui menjadi sebuah jalan percobaan yang mesti dihadapi dengan baik dan bertanggung jawab.

Perkawinan yang mereka langsungkan di altar suci merapakan janji ikatan yang merekatkan mereka saat tertimpah masalah hidup. “Apa yang dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.” Kata-kata ini menjadi kunci utama yang menjadi landasan dalam membangun “nyawa sebuah keluarga kristiani.” Spirit keluarga menjadi hidup ketika ada keterbukaan dalam mengungkapkan masalah dan disambut dengan dukungan pula.  Dukungan terhadap pasangan menjadi sebuah keharusan dan cara paling sederhana dalam melanggengkan nilai perkawinan.***  

 

 

Martabat Manusia

Dalam situasi pandemi wabah virus corona ini, banyak aturan yang diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia ,diantaranya: jaga jarak, memakai masker,mencuci tangan dengan deterjen.Aturan itu diciptakan untuk membebaskan manusia dari terjangkitnya penyakit virus corona dan menyelamatkan hidupnya.Aturan itu diciptakan bukan untuk membelenggu manusia dari aturan itu.

Bacaan Injil pada hari ini menceritakan tentang perbedaan pendapat antara Yesus dengan orang Farisi tentang hari Sabat.Yesus menegaskan bahwa agar manusia tidak dikorbankan demi aturan, tetapi aturan dipergunakan untuk kepentingan manusia. Aturan diciptakan untuk mengantar jalan keselamatan umat manusia. Orang Farisi lebih mengedepankan aturan secara harafiah, sehingga manusia dapat terbelenggu dari aturan yang diciptakan sendiri. Tuhan Yesus lebih menghendaki kebaikan dan kesejahteraan manusia serta tidak pertama-tama menuntut pemenuhan aturan  yang sekecil-kecilnya sebab aturan  bukanlah tujuan. Kesejahteraan dan keselamatan umat manusialah yang menjadi tujuan dan ukuran Yesus.

 Kita hendaknya mentaati aturan-aturan protokol kesehatan covid 19, yang membebaskan kita dari penyakit virus corona dan menjaga keselamatan hidup kita. Aturan diciptakan untuk mengangkat martabat dan keselamatan manusia. Maka, kita hendaknya taat dan melaksanakan aturan yang mengangkat martabat dan menyelamatkan hidup manusia.
( Inspirasi: Matius : 12:1-8, 17 Juli,  Suhardi )