Friday, July 17, 2020

Aku Hanyalah Sampah di Keluarga

Seorang sahabat saya bercerita bahwa suatu malam isterinya yang terkena narkoba dan sedang dalam proses rehabilitasi, mengatakan padanya. “Pak, hidup saya tidak berarti lagi. Di keluarga kita, saya bagai sampah yang tidak ada arti. Di masyarakat pun sama, saya merasa hidupku tidak berarti lagi.” Mendengar apa yang dik

atakan oleh  isterinya, suaminya memberikan respons yang positif untuk memberikan kekuatan moril, sekaligus membangunkan  kesadaran baru untuk menatap masa depan yang lebih baik. Kepada isterinya ia berujar, “Bu, memang Anda menyadari diri sebagai sampah yang tidak ada arti. Tetapi ingatlah bahwa sampah tidak hanya menghasilkan bau bagi orang lain. Sampah juga masih berguna bila didaur ulang menjadi pupuk kompos yang bisa memberi kehidupan dan kesuburan bagi tanaman dan tumbuhan lain.

Persoalan perkawinan dan keutuhan rumah tangga menjadi sebuah perbincangan yang hangat dibicarakan dalam masyarakat. Ada pertemuan dan perpisahan, namun dalam konteks perkawinan Katolik yang tidak mengenal perceraian menjadi sebuah titik perenungan. Apa yang diungkapkan oleh seorang suami terhadap isteriny

a, menjadi sebuah ungkapan bermakna. Bahwa perkawinan yang dilangsungkan secara katolik menjadi perekat hubungan mereka. Bahwa ketika ada persoalan mengenai isterinya yang terjerat narkoba dan sedang menjalani proses rehabilitasi, sebagai seorang suami bertanggung jawab tidak serta-merta menvonis dan memisahkan diri dengan isterinya. Suaminya berupaya untuk membesarkan hatinya, bahwa kehidupan yang dilalui menjadi sebuah jalan percobaan yang mesti dihadapi dengan baik dan bertanggung jawab.

Perkawinan yang mereka langsungkan di altar suci merapakan janji ikatan yang merekatkan mereka saat tertimpah masalah hidup. “Apa yang dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.” Kata-kata ini menjadi kunci utama yang menjadi landasan dalam membangun “nyawa sebuah keluarga kristiani.” Spirit keluarga menjadi hidup ketika ada keterbukaan dalam mengungkapkan masalah dan disambut dengan dukungan pula.  Dukungan terhadap pasangan menjadi sebuah keharusan dan cara paling sederhana dalam melanggengkan nilai perkawinan.***  

 

 

No comments: