Friday, February 3, 2017

BAPAK STANISLAUS LEWOTOBY

Acara perpisahan pak Stanis dengan Bapak Basyari Syam (Kepala Kanwil)





“Setiap hari kita harus membuat titik-titik kebaikan.”  Kata-kata ini merupakan kata kunci bagi seorang Stanislaus Lewotoby selama menjabat sebagai Pembimbing Masyarakat Katolik (Pembimas Katolik) pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten. Pria berdarah Ambon dan Flores  ini selama kurang lebih 9 tahun mengabdi sebagai Pembimas di Banten. Banyak suka dan duka dialaminya ketika  menjabat sebagai Pembimas.

Jabatan yang diemban selama ini berakhir juga seiring dengan masa pension, terhitung mulai 1 Februari 2017. Menjelang pension, para staf, guru dan penyuluh berkumpul bersama di Kantor Bimas Katolik, Senin 30 Januari 2017 untuk mendengar pamitan terakhir sebelum memasuki masa pension. Ada banyak kesan dan pesan yang disampaikan oleh semua staf, guru dan penyuluh berkaitan dengan masa kepemimpinannya. Selamat memasuki masa pension, dan terima kasih untuk semua jasa baikmu.***(Valery Kopong)

Wednesday, January 11, 2017

ELEGI MALAM PISAH



Setiap  hari, sepertinya penanggalan bergerak maju dan pada akhirnya menemukan titik puncak, akhir tahun.  Semua mata tertuju pada kalender  bisu yang terus melekat pada dinding-dinding kumal. Pada tanggal terakhir di bulan Desember ini, kalender  2016 perlahan diturunkan  dan siap diganti dengan kalender yang baru, 2017.  Tetapi sebelum mengakhiri tahun 2016, setiap kita sepertinya  ingin memaknai tahun ini sebagai momentum penting untuk merefleksikan diri dan mengenang setiap kejadian yang telah kita lalui. Berapa langkah dan jejak kaki, kita torehkan dalam sejarah perjalanan hidup kita terutama mengisi hari-hari hidup di tahun 2016 ini?  Jika itu pengalaman menarik maka keinginan kuat bagi kita untuk mengulangi pengalaman yang sama. Tetapi jika sebaliknya, pengalaman yang kita alami adalah pengalaman yang  tidak mengenakan bagi kita, maka pelan tetapi pasti, kita  akan berusaha untuk melupakan pengalaman itu, sambil berharap bahwa  di tahun baru, 2017 itu akan lebih baik.
           

Thursday, January 5, 2017

KANVAS RAHIM

wajah kedua orang tuaku
Merayakan  ulang  tahun, ibarat membuka lembaran kehidupan baru. Dalam lembaran kehidupan itu, sang yubilaris terus menggores  sejarah dan mengingat kenangan masa lampau, terutama  orang tua dan tempat kelahiranku. Pada rentang keheningan saat ini, kubuka lagi puisi yang pernah aku tulis, persis pada waktu merayakan ulang tahunku.  Puisi yang pernah kutulis itu mewakili jeritan kerinduan seorang “aku” yang mesti ada karena “adanya aku-ku yang  lain.”

TANGGAL LAHIR
MELUKIS DIRI
PADA KANVAS RAHIM
IBUNDA
               

Wednesday, December 21, 2016

KALENDER LUSUH DI AKHIR TAHUN



Kalender  yang lusuh itu masih tergantung pada dinding rumahku. Tetapi pada tepian tahun 2016 ini, kalender itu sepertinya    harus berakhir seiring berlalunya waktu. Waktu terus berputar dan kita pun turut terlibat dalam putaran waktu. Dalam detak waktu yang berjalan tanpa kendali manusia, menimbulkan pertanyaan bagi kita. Sudah berapa langkah kaki ini memberikan bekas pada tanah yang dipajaki dan berapa kali tanganku ini berbuat kebaikan di bawah kendali waktu? Di bawah terik matahari, kita terus bekerja, entah sampai berapa lama. Untuk apa kita bekerja? Atau meminjam bahasa biblis Sang Pengkhotbah, untuk apa kita harus berjerih lelah di bawah terik matahari? Sungai-sungai terus mengalir ke laut tetapi laut tidak juga menjadi penuh.

Thursday, November 3, 2016

ORANG-ORANG KALAH



Beberapa waktu yang lalu, saya menerima sebuah pesan singkat dari seorang teman yang memberitakan  pada saya mengenai judul bukunya yang mau diterbitkan di Yogyakarta. Judul bukunya  “Orang-orang Kalah.”  Saya lalu bertanya, kira-kira apa isi dari  buku yang diberi judul orang-orang kalah? Dia lalu memberikan jawaban bahwa bukunya itu menceritakan tentang  seluruh pewartaan dan pengorbanan Yesus yang selalu  mengendepankan diri sebagai orang  yang mengalah pada situasi, demi sebuah nilai yang lebih tinggi. Ketika kehadiran Yesus sebagai  Mesias (penyelamat dunia)  di dunia, Ia ditolak oleh orang-orang Israel  karena  konsep kemesiasan orang Israel adalah  seorang pemimpin yang tampil dengan gagah perkasa dan bisa menumpas  para penjajah agar  mereka terhindar dari tekanan kolonial.
                  Walaupun tidak bersalah tetapi Yesus diadili dan dijatuhi hukuman mati.  Yesus  tidak membela diri, Yesus tidak mencari pengacara kondang untuk membela agar terhindar tuduhan itu tetapi  apa yang dilakukan terhadapnya, diterima dengan tangan terbuka. Di sini kita melihat ketakberdayaan Yesus  di hadapan hukum duniawi  dan orang-orang yang memiliki kekuasaan. Sikap seperti  ini ditunjukkan oleh Yesus kepada kita, tidak lewat kata-kata tetapi lewat perbuatan. Ia telah menunjukkan kepada kita sebuah jalan salib kehidupan, jalan penuh liku dan tantangan.
Bahwa cinta kasih yang diwartakan oleh Yesus adalah cinta total, cinta paripurna yang Ia tunjukkan pada saat ketika berhadapan dengan kayu salib. Salib dipikul  pada sebuah jalan panjang, dari rumah Pilatus menuju puncak Golgota, semestinya Ia mengajak kita untuk menengadah sambil melihat kesempurnaan cinta yang mendekati keselamatan.    Pada puncak bukit Golgota, tempat Yesus disalibkan, dari ketinggian bukit itu Ia membuka mata kita untuk melihat  betapa penderitaan yang dialami oleh manusia yang mesti ditanggung dalam Dia.