Wednesday, December 21, 2016

KALENDER LUSUH DI AKHIR TAHUN



Kalender  yang lusuh itu masih tergantung pada dinding rumahku. Tetapi pada tepian tahun 2016 ini, kalender itu sepertinya    harus berakhir seiring berlalunya waktu. Waktu terus berputar dan kita pun turut terlibat dalam putaran waktu. Dalam detak waktu yang berjalan tanpa kendali manusia, menimbulkan pertanyaan bagi kita. Sudah berapa langkah kaki ini memberikan bekas pada tanah yang dipajaki dan berapa kali tanganku ini berbuat kebaikan di bawah kendali waktu? Di bawah terik matahari, kita terus bekerja, entah sampai berapa lama. Untuk apa kita bekerja? Atau meminjam bahasa biblis Sang Pengkhotbah, untuk apa kita harus berjerih lelah di bawah terik matahari? Sungai-sungai terus mengalir ke laut tetapi laut tidak juga menjadi penuh.
Proses alami beralirnya sungai  yang berujung pada titik tuju, yakni laut, membahasakan sebuah makna kehidupan secara mendalam.  Bahwa hidup ini terus mengalir, seperti sungai yang tak pernah berpikir untuk kembali ke titik hulu. Di jalannya waktu yang semakin mencapai puncak akhir tahun ini, kita pun mestinya mengalir mengikuti aliran “sungai kesadaran” dengan tetap menatap ke arah titik tuju dari kehidupan ini.
Di akhir tahun ini kita perlu melepaskannya dengan pelbagai ragam perasaan  yang berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang enggan melepaskan tahun yang lama karena baginya tahun ini adalah tahun keberuntungan dan memberikan harapan yang maksimal. Tetapi tidak terlepas kemungkinan bahwa banyak di antara kita yang ingin segera melepaskan tahun ini karena kurang beruntung dan dengan suatu harapan penuh bahwa di tahun mendatang, 2017 nanti bisa mendapatkan peluang yang baik dan bisa menjalani hidup dengan lebih beruntung.  
 Tetapi apakah kita mengadu keberuntungan kita atas dasar prediksi pribadi dan tanpa melibatkan Tuhan? Terkadang kita merasa jauh dari bimbingan Tuhan ketika kita berada dalam sebuah pusaran persoalan. Tetapi mestinya dalam untung maupun dalam malang, Tuhan yang kita imani mendapat tempat utama dan menjadi “motor primum” (penggerak utama) dalam setiap kegiatan kita. Pada “rel waktu” ini kita terus mengharap agar Tuhan selalu berada di samping kita dan menemani kita dalam bergumul dengan setiap persoalan yang terjadi. Mampukah kita merasakan kehadiran Tuhan terutama pada titik peralihan tahun ini?*** (Valery Kopong)

0 komentar: