Pada hari Sabtu, 26 September 2020 merupakan hari bahagia bagi Bapak Panut karena setelah melewati perjuangan panjang, ia telah mencapai titik awal untuk hidup secara baru yang ditandai dengan peristiwa pembaptisan secara Katolik. Baginya, pilihan ke Katolik merupakan suatu kesadaran iman yang kuat dan pilihan itu dilewati dengan mengikuti bimbingan yang selama ini diikutinya. Menjadi seorang Katolik melewati proses panjang dan di sini seseorang diuji, seberapa jauh tingkat keseriusan dalam menentukan sikap untuk menjadi pengikut Kristus.
Dalam homilinya, Romo Sulis memberikan pemahaman tentang pokok iman yang harus dihayati dan juga tentang gambaran Bapa yang ada dalam kitab suci. Menurutnya, Allah digambarkan sebagai Bapa yang penuh belas kasih. Kasih yang terdalam dari Bapa akan anak-anaknya ketika Ia mengutus Putera-Nya ke dunia untuk menebus dosa manusia dan menjadi penyelamat. Dalam khotbah itu diselingi dengan pertanyaan yang ditujukan pada Pak Panut yang mau dibaptis. “Sebelum Yesus menjalani sengsara-Nya, apa yang dilakukan-Nya bersama dengan murid-murid?” Tanya romo Sulis. Dengan santai Pak Panut menjawab, setelah Ia mengadakan malam perjamuan terakhir.
“Di mana Yesus berdoa?” Tanya romo sulis lagi. Setelah mendengar bisikanku, Pak Panut menjawab, di taman Getzemani. Dari pertanyaan-pertanyaan singkat ini Romo Sulis mau menggiring baptisan baru untuk memahami misteri penyelamatan Allah terhadap manusia melalui Yesus Putera-Nya. Pengorbanan diri Yesus menjadi perwujudan kasih terdalam dari Allah terhadap manusia. Kehadiran Yesus di dunia ini membawa misi penyelamatan manusia dan Ia tetap berkomitmen untuk taat kepada Allah dan setia kepada manusia. Kesetiaan ini ditunjukkan melalui sebuah proses panjang dan penuh tragedi. Karena taat kepada Bapa-Nya dan kesetiaan kepada manusia, Yesus rela menjalani kisah tragis ini sebagai cara yang harus ditempuh untuk menyelamatkan manusia.
Menderita sengsara sampai kematian-Nya di atas salib, menunjukan cinta paripurna Yesus terhadap Allah dan manusia. Begitu pentingkah manusia sehingga Allah, melalui Putera-Nya Yesus Kristus, rela untuk menjalani kisah pilu ini? Pertanyaan retoris ini menjadi titik pergumulan seorang kristiani dan juga menjadi daya tarik bagi mereka yang belum mengenal Kristus. Kebesaran cinta seorang Yesus terhadap manusia, tidak hanya mengisahkan tentang ceritera gembira tetapi jauh lebih penting adalah pengalaman pahit yang harus dilalui-Nya. Yesus telah mengajarkan kepada kita arti dari sebuah peziarahan hidup yang panjang dan melewati pelbagai tantangan. Setiap tantangan mesti dihadapi dengan sikap bijaksana dan di balik tantangan itu, tersembunyi pesan-pesan penting. Ketika Yesus menerima salib untuk menjalani hukuman, tetapi di atas puncak salib, tempat Ia digantung bukanlah simbol frustrasi tetapi dibalik salib itu, harapan baru tentang kebangkitan yang mulia mulai diperlihatkan kepada dunia.
Pada peristiwa pembaptisan itu, Panut, lelaki 50-an tahun itu memilih nama baptis Paulus. Sebelum mengalami pertobatan, Paulus dikenal sebagai Saulus mengejar dan menganiaya orang-orang yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus. Tetapi pada perjalanannya ke Damsyik, ia mengalami pengalaman baru, sebuah titik awal membalikan hidup Saulus. Ia jatuh dari kuda setelah sorot sinar mengenai matanya. Pengalaman Damsyik adalah pengalaman pertobatan Saulus. Ia kemudian mengenakan nama baru, Paulus. Dalam sejarah penyebaran ajaran tentang Kristus, Paulus memainkan peranan yang sangat penting. Paulus, dalam mewartakan kabar gembira, ia tidak hanya berpusat pada kelompok orang-orang Yahudi saja tetapi justeru ia berusaha untuk mewartakan Injil tanpa sunat kepada kelompok-kelompok bukan Yahudi.
Pengalaman pertobatan Paulus dan
kemudian menjadi pewarta, barangkali tidak bisa disejajarkan dengan Panut, yang
bersedia mengikuti Kristus karena pengalaman masa lampau ketika ia dibentuk di
sekolah-sekolah Katolik. Lingkungan pendidikan memberikan dampak pada
pengalaman orang yang pernah mengenyam pendidikan Katolik dan pada akhirnya
memutuskan diri untuk menjadi pengikut-Nya. Panut tidak pernah mengalami
pengalaman Damsyik tetapi setidaknya ia mengalami pergolakan batin untuk pada
akhirnya menentukan sebuah pilihan untuk ada bersama Kristus. Memilih untuk
mengikuti Kristus berarti bersedia untuk memanggul salib-Nya.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment