Thursday, March 24, 2011

LOMBA MENULIS ESAI

(terbuka untuk umum)

Keberadaan VOLUNTAS pada beberapa edisi, telah menghantar kita pada sebuah proses pembelajaran tentang bagaimana menulis. Rubrik-rubrik yang disajikan telah membuka mata kita untuk secara jeli membedakan karakter dari masing-masing rubrik. Kelihatannya sama, tetapi jika menyelami lebih jauh maka kita akan menemukan banyak perbedaan sesuai arah dasar dari jenis tulisan tersebut.
Walaupun VOLUNTAS beberapa edisi sudah menemani pembaca, namun disadari bahwa begitu minimnya penulis-penulis yang mengisi rubrik tersebut dengan tulisan. Atas dasar fakta ini maka VOLUNTAS lagi-lagi memberanikan diri untuk membuka “ruang perlombaan” esai. Memang, masih banyak jenis tulisan yang dipelajari, tetapi untuk lebih fokus pada proses penulisan secara mendalam maka, tahap pertama perlombaan secara online ini dipusatkan pada penulisan esai rohani.

Apa itu esai?
Yang dimaksudkan dengan esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Ada dua aspek yang sangat dibutuhkan adalah fakta dan daya imajinasi. Fakta menjadi sumber inpirasi atau yang memunculkan suatu kisah dan dengan daya imajinasi, seorang penulis esai (esais) sanggup mengungkap sebuah fakta dan menganalisisnya secara tajam.
Jenis-jenis esai:
1. Esai Formal: Pemikiran dan analisisnya sangat dipentingkan, ditulis dalam bahasa lugas dan menggunakan bahasa baku.
2. Esai non Formal atau esai personal, sering disebut karya sastra. Gaya bahasanya lebih bebas, pemikiran dan perasaan lebih leluasa masuk ke dalamnya.
Dilihat dari cara mengupas suatu fakta maka esai dibagi menjadi 4 yaitu:
• Esai deskripsi, yaitu esai yang hanya terdapat penggambaran sesuatu fakta seperti apa adanya tanpa komentar dari penulisnya
• Esai eksposisi, yakni esai yang penulisnya tidak hanya menggambarkan fakta saja, tetapi juga menjelaskan fakta selengkapnya
• Esai argumentasi, yakni esai yang bukan hanya menunjukkan fakta tetapi juga menunjukkan permasalahannya dan kemudian menganalisisnya dan mengambil kesimpulan. Esai ini bertujuan memecahkan masalah.
• Esai narasi, yakni esai yang menggambarkan sesuatu dalam bentuk urutan yang kronologis dalam bentuk cerita.


Beberapa tema yang dilombakan:

1. Salib: Pengalaman Yesus membagi kasih
2. Menjadi garam dan terang dunia
3. Getzemani, taman pergulatan Yesus
4. Gereja Kristus adalah Gereja Martir
5. Mencari wajah Maria
6. Paskah Yesus, puncak iman orang Katolik

Setiap peserta dapat memilih salah satu tema ini untuk digarap. Panjang tulisan, 3 halaman kuarto. Diketik 1,5 spasi dan dikirim paling lambat 5 April 2011. Tulisan yang dikirim, disertai dengan CV lengkap. Dikirim melalui email: gregoriusvoluntas@yahoo.com Ditulis dengan menggunakan bahasa populer. Panitia akan menyeleksi seluruh naskah yang masuk. Panitia memilih 3 orang sebagai pemenang dan akan diberi hadiah oleh VOLUNTAS (bukan dalam bentuk uang). Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat. Hasilnya akan dipublikasikan dalam majalah VOLUNTAS edisi berikutnya.
Contoh Esai rohani:
Z A K H E U S
Oleh: Valery Kopong*
KETIKA saya diminta oleh ketua lingkungan untuk mencari nama pelindung lingkungan yang baru dibentuk waktu itu, saya menyodorkan satu nama sebagai pelindung lingkungan yaitu Zakheus. Nama yang saya tawarkan sepertinya menjadi racun bagi setiap telinga yang mendengarnya. Orang-orang lingkungan secara serta merta menolaknya dengan alasan yang beragam. Ada yang mengatakan bahwa ia (Zakheus) terlalu pendek orangnya sehingga nama ini menjadi bahan tertawaan lingkungan lain. Ada lagi yang mengatakan bahwa ia sang koruptor.
Saya coba menampung aspirasi umat sambil tetap mencari alasan apa yang mendasar sebagai bukti otentik untuk meyakinkan masyarakat bahwa Zakheus juga berharga di mata dunia. Waktu itu, kebetulan seorang pastor menginap di rumahku selama seminggu dan saya coba berkonsultasi dengan dia dan herannya, nama yang saya tawarkan ini menjadi kisah yang menarik dan menjadi bahan diskursus yang hangat antara saya dan romo. Romo sendiri mengiakan kepantasan nama itu (Zakheus) karena walaupun dunia memandangnya dengan sebelah mata, tetapi justeru ia membuka diri bagi Yesus untuk datang dan berada di rumahnya.
Rumah Zakheus adalah sebuah “ruang publik” yang dapat memungkinkan siapa saja yang masuk ke dalamnya. Yesus adalah orang pertama yang berani masuk ke dalam rumahnya. Kehadiran Yesus menjadi tanda yang mengingatkan peristiwa masa lampau yang serba kelam. Dan kehadiran Yesus sendiri seakan merombak pola pikir masyarakat tentang dia dan keluarganya. Labelisasi yang dikenakan padanya yakni sebagai koruptor perlahan hilang oleh sebuah kejujuran yang mengantarnya menuju jalan pulang. Kehadiran Yesus di rumahnya membukakan matanya untuk secara tajam melihat seluruh sepak terjang perjalanan karirnya yang manipulatif dan koruptif. Kehadiran Yesus juga merupakan saat teduh baginya untuk berefleksi serta menuding diri, berapa ribu orang yang telah diselewengkan pajak-pajaknya.
Kerinduan terbesar dalam diri seorang Zakheus adalah mau melihat, siapakah Yesus sebenarnya. Kerinduan ini tersembul dari balik tumpukan uang yang merupakan hasil pemerasan pada rakyatnya. Memang, menjadi pengalaman dilematis seorang pegawai pajak ketika berhadapan dengan tumpukan uang. Mau menghamba pada “mamon” ataukah percaya pada Allah, sumber kekayaan itu sendiri. Peristiwa pertemuan antara Yesus dan Zakheus adalah sebuah peristiwa iman yang sanggup mengembalikan hati yang pernah berpaling dari Allah sendiri. Zakheus, selama dalam menjalani kehidupan yang oleh masyarakat dilihat sebagai pekerjaan haram, menjadikan ia semakin jauh dari sentuhan kasih Allah sendiri. Karena tenggelam dalam perbuatannya yang tak terpuji maka ia sendiri menjadi “buta” dan tidak sanggup melihat Yesus sebagai penyelamat. Badannya yang pendek tidak semata-mata diartikan secara fisik tetapi lebih dari itu membahasakan kekurangan iman sehingga ia harus naik ke pohon ara, “pohon iman” agar mata batinnya dibuka untuk melihat Tuhan yang lewat.
Di tengah jejalan manusia yang ingin melihat Yesus dalam perjalanan-Nya dari desa ke desa, dalam hati Yesus, Ia ingin berjumpa dengan seorang bernama Zakheus. Kalau dianalisis lebih jauh, memunculkan beberapa pertanyaan rujukan untuk memahami kedekatan batin antara sang koruptor dan Mesias. Zakheus tentu sebelumnya menjadi bahan pembicaraan yang menarik dan mungkin menjadi pemberitaan lisan tentang tingkahnya yang mengecewakan masyarakat. Di sini, kontrol sosial menjadi kuat, namun tidak menyanggupkan hati seorang Zakheus untuk berbalik.
Yesus yang lewat, tidak dibiarkan begitu saja menghilang ditengah jubelan manusia namun ia menyadari betapa pentingnya ia mencari seorang penyelamat untuk mengembalikan reputasi dan harga diri yang selama ini jatuh tertindih tumpukan uang. Kehadiran Yesus membuka jalan baru, jalan keselamatan. Kehadiran Yesus tidak bertindak sebagai penggeleda kekayaan Zakheus tetapi hanyalah ungkapan solidaritas dan silahturahmi. Yesus bukanlah penyidik yang menuding, siapa-siapa lagi yang terjebak dalam kasus yang sama. Dengan mengatakan “Zakheus, turunlah, Aku mau ke rumahmu,” dilihat sebagai “interupsi ilahi” di mana Yesus sendiri menciptakan peluang sunyi bagi introspeksi diri seorang Zakheus. Ia mau ke rumahnya, menunjukkan betapa Yesus peduli terhadap pribadi dan keluarganya. Kunjungan Yesus ke rumahnya merupakan titik awal Ia menanamkan nilai-nilai pertobatan. Rumah Zakheus setelah dikunjungi Yesus sepertinya mengalami sebuah transformasi, dari rumah “berlandaskan” strategi kebohongan menjadi rumah “bertiangkan” metanoia. Rumahnya juga menjadi ruang publik dan “ruang produksi nilai-nilai pertobatan” dan akan didistribusikan kepada siapa saja yang membuka diri pada keselamatan.
Yesus sudah berkunjung ke rumahnya, tetapi di mata masyarakat, ia tetap sebagai koruptor. Zakheus menjadi ikon pemanipulasian pajak dan menjadi hidup di setiap generasi yang berbeda. Orang-orang dan dunia umumnya seperti telah memancangkan prasasti abadi tentang Zakheus sehingga orang tidak mudah melupakannya. Tetapi Zakheus mengalami kegembiraan dan kehormatan ketika si Tuhan datang menemui dia dalam kondisi tak berdaya oleh cara pandang yang keliru dari masyarakat umum. Kegembiraan yang dialami juga bukan merupakan “kegembiraan instan” karena ia menghayati kegembiraan ini dalam terang iman pertobatan.
Orang-orang di lingkungan saya menolak keras bila nama Zakeus menjadi pelindung lingkungan itu. Dan apabila setiap instansi pemerintah mencari seorang kudus sebagai pelindung, maka Direktorat Pajak pasti berpelindungkan Zakheus, sebuah nama yang membuka historia biblis dan mengingatkan setiap pegawai pajak akan uang-uang pajak yang ditagih dari masyarakat. Dunia dan Indonesia khususnya membenci Zakheus, tapi herannya pola perilaku koruptif yang merupakan warisannya ditumbuh-suburkan dalam lahan “republik korupsi” ini. Andaikata Zakheus masih hidup sampai dengan saat ini pasti ia berujar, “hari gini masih korupsi, apa kata dunia?” ***

0 komentar: