Sore
itu cukup mendung, seolah mengajak umat untuk bersahabat dalam meriahrayakan
pesta peresmian Gereja Paroki Santo Gregorius. Kurang lebih tujuh ribu umat
memadati gereja untuk menghadiri misa peresmian ini. Mereka datang dari
lingkungan-lingkungan dengan mengenakan kaos berwarna hijau. Dengan mengenakan
kaos berwarna hijau secara serentak, seakan menegaskan identitas sekaligus
memperkokoh kesatuan umat yang berani memproklamirkan diri menjadi sebuah paroki
mandiri.
“Semoga
kehidupan umat semakin tumbuh dan berakar dalam masyarakat, “demikian Mgr.
Ignatius Suharyo dalam kata pembukaan saat bertindak sebagai selebran utama
misa peresmian gereja. Beliau mengajak umat membangun rasa syukur atas rahmat
yang diberikan Allah. Lahirnya paroki merupakan bagian dari karya penyelamatan
Allah. Karena selama perjalanan sejarah Gereja ini, umat tidak mengandalkan
kekuatannya sendiri melainkan mengandalkan Allah sebagai pembimbing yang setia
menyangga iman umat.
Paroki
Santo Gregorius merupakan paroki ke 63 dalam Keuskupan Agung Jakarta dan paroki
ke 12 di wilayah dekenat Tangerang. Dalam kesempatan itu Bapak Uskup
menyampaikan syukur dan terima kasih kepada Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak
Bernoda-Tangerang yang dengan setia dan susah payah membimbing Stasi Gregorius untuk menjadi sebuah paroki
mandiri.
Lebih
jauh, ditandaskan oleh Mgr. Ignatius bahwa dalam menghidupkan gereja,
masing-masing umat memberikan peran tersendiri. “Imam, umat dan anak-anak serta
remaja memberikan peran masing-masing terhadap perkembangan hidup menggereja.
Tidak hanya hidup menggereja tetapi juga diharapkan untuk semakin berakar dalam
masyarakat. Keberadaan Gereja tidak menutup diri melainkan membaur dengan
masyarakat. Memang berat apabila Gereja mengakar dalam masyarakat karena akan
menemukan pelbagai masalah.” Masalah yang dihadapi merupakan tantangan dan juga
dilihat sebagai peluang. Karenanya masing-masing umat berani untuk berbuat
sesuatu supaya lingkungan, tempat kita hidup menjadi manusiawi dan kristiani.
“Siapapun, hanya dapat melaksanakan cita-cita untuk menghidupkan Gereja kalau
rajin mengajukan pertanyaan, apa yang harus kita buat supaya lingkungan hidup
semakin menjadi manusiawi dan kristiani. Berakar dalam masyarakat berarti
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah atau persoalan yang sedang
terjadi. Seperti Yesus yang menyatakan kematian-Nya dan hal ini merupakan muara
dari pengorbanannya terhadap manusia.
Pada
kesempatan itu semua umat diajak untuk mengenal dan menghayati semangat
pelindung Gereja yaitu Santo Gregorius Agung. Ada dua hal yang perlu dicontohi.
Pertama, Santo Gregorius adalah
seorang pembaharu dalam Gereja. Ketika Gereja mulai lemah, ia hadir mewarkan
lagu-lagu gregorian. Kedua, Gregorius
Agung adalah seorang Paus. Dalam masa kepemimpinannya ia menyatakan diri
sebagai hamba dari segala hamba yang sampai saat ini masih diabadikan oleh para
paus sesudahnya. Umat diharapkan dapat meniru keteladanan hidup Santo
Gregorius.
Pada
kesempatan ini juga, Mgr. Ignatius Suharyo memberikan kesempatan kepada Romo
Swasono sebagai Pastor Kepala Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak
Bernoda-Tangerang untuk mengisahkan perjuangan untuk mengajukan Stasi Gregorius
untuk menjadi sebuah paroki. Menurut
Romo Swa, panggilan akrab Romo Swasono, bahwa ketika berbincang-bincang dengan
para pendahulu yang pernah menjabat sebagai Pastor Paroki Hati Santa Perawan
Maria Tak Bernoda-Tangerang, mereka menganjurkan agar Stasi Gregorius segera
menjadi sebuah paroki. Stasi Gregorius sendiri memiliki wilayah yang sangat
luas dan umat semakin bertambah seiring dengan perkembangan perumahan. Dengan
melihat luas wilayah dan umat yang begitu banyak maka ini menjadi alasan bagi
pihak paroki HSPMTB mengajukan Stasi Gregorius ini menjadi sebuah paroki.
Tentang
kehidupan umat di Stasi Gregorius, Romo Swa menjelaskan bahwa lebih dari 50 %
adalah kaum buruh dan selebihnya terdapat
profesi yang lain. Lebih jauh ia menegaskan bahwa kehadiran gereja ini
tidak terlepas dari dukungan masyarakat sekitar. “Orang-orang Kampung Jambu
sungguh memberikan dukungan. Kami ingin balas budi,” demikian ungkapan tulus
dari Romo Swasono. “Kalau sudah menjadi paroki, lalu apa yang kita lakukan?”
Kalau sudah menjadi paroki maka dituntut tata kelola yang baik, baik dari segi
administrasi maupun keuangan. Pada misa peresmian Paroki Santo Gregorius, juga
diadakan pelantikan para dewan stasi untuk menjadi dewan paroki, dengan
susunan:
Ketua dewan : Romo Adrianus Andy
Gunardi, Pr
Romo Natalis Kurnianto,
Pr
Wakil : Paulus Budi Soleman
Sekretaris I : Yulius Iriana
Sekretaris II : Petrus Sugiantara
Bendahara : Ibu Lena
Anggota : Bernadus Apul Tumanggor, Innocentius
Tharob, Misten Sihaloho, Yanuarius Suharjo, Agustinus Purwiyanto
Para
pengurus dewan stasi yang lama, masa
bakti 2011-2014, akhirnya diperpanjang lagi untuk masa bakti 2012-2015 dengan
mengenakan status baru yakni menjadi dewan Paroki Santo Gregorius. Kiranya
Tuhan senantiasa memberkati seluruh karya kita.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment