Friday, May 17, 2013

MENGHIDUPKAN SPIRITUALITAS PELINDUNG



Tanggal  18 dan 25 November 2012 yang lalu, penulis dan beberapa anggota dewan Paroki Santo Gregorius-Tangerang mengikuti rapat karya  yang diselenggarakan oleh Paroki Ibu Teresa Cikarang. Rapat karya yang diselenggarakan ini merupakan momentum untuk berefleksi terdapat program yang telah terlaksana dan menyusun program baru yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya.  Keikutsertaan kami dari Tangerang tidak lain adalah mau mengadakan sebuah studi banding dan mau belajar tentang kehidupan di Gereja Paroki Ibu Teresa Cikarang. Memang kedengaran aneh, di Gereja kok ada studi banding? Studi banding tidak hanya dilakukan oleh elit birokrat saja tetapi juga dalam lingkup Gereja, kegiatan pembelajaran seperti ini merupakan hal yang penting karena dalam studi banding itu, kita bisa belajar, bagaimana membuat program, penataan pola pastoral yang benar-benar menyentuh umat. Paroki kami (Santo Gregorius-Tangerang) masih baru, diresmikan tanggal 23 september 2012. Karena itu sangat wajar kalau anggota dewan paroki mencoba untuk belajar dari paroki lain sebagai cara sederhana dalam proses pembenahan diri dan pada akhirnya menumbuhkan iman umat akan Yesus sendiri.
                Ada beberapa keunikan dari Gereja Paroki Ibu Teresa Cikarang, salah satunya adalah menghidupkan peran umat dalam kehidupan menggereja. Para pengurus Gereja (dewan paroki)  hanya berperan sebagai fasilitator sedangkan yang bergerak penuh adalah umat sendiri. Sistem yang berlaku adalah piramida terbalik, artinya bahwa peran serta umat berada pada posisi yang teratas, sedangkan dewan paroki berada di tengah-tengah umat. Memang, mengupayakan tumbuh-kembangnya  kehidupan umat dengan pola seperti ini sangat sulit. Mengapa sulit? Karena kondisi seperti ini memerlukan  penataan dan persiapan secara matang.
                Kalau saya mengamati, kehadiran sang gembala (pastor) sangat penting karena memberikan spirit dan nuasa baru dalam hidup menggereja. Gereja menyadari bahwa  Gereja bisa hidup karena kekuatan keluarga yang membentuk lingkungan dan pada akhirnya menyokong kehidupan sebuah paroki. Maka langkah utama yang ditempuh adalah membangun kekuatan umat basis yang dimulai dari keluarga.

Menghidupkan Spiritualitas Pelindung
                Ciri khas dalam kehidupan menggeraja secara umum, yakni memiliki pelindung, entahkah nama pelindung untuk pribadi maupun institusi religius. Tetapi menjadi pertanyaan, seberapa jauh, orang menghidupkan spiritualitas atau semangat hidup dari sang pelindung? Jangankan menghidupkan spiritualitas, mengetahui riwayat hidup sang pelindung, mungkin juga belum. Tetapi gejala ini sudah ada dalam kehidupan kita. Kita dengan seenaknya mencari dan menggunakan santo-santa pelindung namun kurang mendalami kehidupan mereka.
                Untuk apa mendalami spiritualitas hidup mereka? Seberapa pengaruhnya terhadap individu ataupun instansi religius yang menggunakan nama pelindung tersebut?  Gereja Paroki Ibu Teresa Cikarang, sungguh-sungguh menghidupi semangat hidup  pelindung paroki. Hal ini jelas terlihat dalam rumusan visi dan misi paroki. Visi Gereja Paroki Ibu Teresa Cikarang merupakan suatu paguyuban umat beriman yang mau berbagi dan merakyat. Sedangkan misinya adalah Gereja Paroki Ibu Teresa berkehendak untuk membangun paguyuban umat beriman (komunitas basis beriman penuh harapan) dalam ikatan persaudaraan sejati murid-murid Kristus, yang dijiwai oleh Roh Kudus, berani berkata “cukup” kepada godaan duniawi, mempunyai spiritualitas berbagi dan jiwa merakyat (inkarnatoris) sehingga kehadirannya merupakan rahmat bagi masyarakat sekitar.   
                Visi dan misi yang digulirkan itu memiliki landasan spiritual yang sangat kuat dengan mencontohkan apa yang dilakukan oleh Ibu Teresa dari Calcuta semasa hidupnya dan kesalehan sosial yang telah ditunjukkan kepada dunia. Tetapi lebih dari itu, Gereja dalam pola pastoralnya berusaha mengikuti teladan Yesus Kristus sebagai Gembala yang baik (bdk. Yoh.10). Gembala yang selalu murah hati, penuh kasih dan mencari domba yang hilang serta menyelamatkan semua orang. 
                Kehendak Sang Gembala ini perlu diwujudkan dalam suatu paguyuban umat beriman yang berpadan dengan komunitas umat perdana (Kis 2: 41-47). Paguyuban umat beriman di Cikarang yang sehati sejiwa berkumpul dalam kesatuan iman karena telah ditebus oleh Yesus. Pengalaman iman tersebut memampukan umat (Gereja) untuk berempati satu sama lain dalam persaudaraan sejati dengan siapa saja  (penderitaanmu adalah penderitaanku, kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku, bdk. GS 1).
                Dalam evaluasi program yang telah terselenggara, ada dua hal yang menjadi program unggulan Paroki Ibu Teresa Cikarang, yakni memberikan pelayanan kesehatan dan santunan pendidikan kepada masyarakat. Apa yang dilakukan ini mencontohkan apa yang sudah dilakukan oleh Ibu Teresa semasa hidupnya. Kepedulian terhadap mereka yang tersisih karena sakit dan tidak diperhatikan menjadi prioritas perhatian Ibu Teresa. “Teresa adalah salah satu titik perenungan tentang  kemanusiaan yang terabaikan. “ Mengenang Teresa dan perjuangan mengumpulkan orang-orang terbuang di Calcuta, adalah mengenang kemanusiaan yang terabaikan hingga titik nadir. Tindakan kemanusiaan yang dilakukan, tidak membuat orang memuji kebaikannya, tetapi lebih banyak orang mencela bahkan mencibir kebaikan yang ia curahkan kepada orang-orang miskin di sudut-sudut kota.
                Cikarang bukanlah Calcuta namun tentu memiliki kesamaan yakni masih dijumpai orang-orang miskin dan sederhana di wilayah itu. Apa yang dilakukan oleh pihak paroki memang jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Ibu Teresa di Calcuta. Ibu Teresa melakukan semua itu dalam purna waktu, seluruh perhatian dan cinta kasih dicurahkan kepada orang-orang miskin. Sedangkan apa yang dilakukan oleh Gereja Paroki Ibu Teresa, walaupun di selah-selah kesibukan namun perhatian terhadap orang-orang kecil tidak dengan setengah hati tetapi dengan sepenuh hati. Apa yang dilakukan itu merupakan cara sederhana untuk memperkenalkan Kristus kepada mereka yang menderita. Suatu waktu, mereka (orang-orang miskin) lebih tahu dan mengenal, siapa itu Yesus Kristus dan tujuan utama kedatangan-Nya ke dunia.***(Valery Kopong)

0 komentar: