Monday, December 15, 2014

Biarawati Katolik memimpin penggerebekan di rumah bordil


Biarawati Katolik memimpin penggerebekan di rumah bordil thumbnail12/12/2014

Meninggalkan kebiasaan mereka dan menyamar bersama denganpolisi dengan pakaian biasa, sekelompok kecil tiga atau empat biarawati menelusuri rumah-rumah bordil di Kolkata, India, pada malam hari, menyambar sebagai perempuan muda dan gadis berusia 12 tahun sambil bercengkeraman dengan para mucikari.
Dalam empat tahun, “kami telah membuat 30 mucikari dijebloskan ke penjara,” kata Suster Sharmi D’Souza, seorang anggota Kongregasi Suster-Suster Santa Maria Imakulata, kepada wartawan pada konferensi pers di Vatikan pada 10 Desember.
Dia dan sejumlah religius wanita lain menghadiri acara itu untuk menindaklanjuti pesan Paus Fransiskus pada Hari PerdamaianSedunia, yang mendesak semua orang untuk memerangi bentuk-bentuk perbudakan modern.
“Dalam satu malam, kami menyelamatkan 37 gadis,” katanya, seraya menambahkan bahwa 10 adalah anak di bawah umur.
Para suster itu mengambil gadis itu untuk menyelamatkan mereka dan memberikan mereka dukungan dan bantuan. Para suster itu juga menyediakan informasi penting kepada pihak kepolisian, seperti nama-nama mucikari dan lokalisasi.
Jika polisi menolak untuk pergi bersama para biarawati untuk melakukan razia berarti mereka telah disuap oleh para mucikari, maka para biarawati itu pergi ke pimpinan mereka, “dan mereka baru mengambil tindakan,” katanya.
“Kami tidak pernah pergi sendirian. Kami pergi bersama dengan paraaktivis LSM. Tapi, kami perlu pastor, uskup untuk mendukung kami  karena jika mereka bersama kami, kami masih bisa berbuat lebih banyak,” katanya.
Seruan untuk mendapatkan lebih banyak imam dan religius pria agar aktif dalam memerangi perdagangan manusia tersebut juga ditegaskan oleh seorang imam Amerika Serikat dalam konferensi pers tersebut saat sesi tanya-jawab.
“Kehadiran religius wanita adalah luar biasa,” kata Pastor Jeffrey Bayhi, Pastor Paroki St. Yohanes Pembaptis dan Paroki Santa Maria Assumpta di Zachary, Louisiana.
Pastor Bayhi adalah satu-satunya imam di antara para audiens yang bukan bagian dari Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, yang menindaklajuti pesan Paus Fransiskus.
Pada 8 Februari adalah Pesta Santa Josephine Bakhita, yang dijadikan Hari Doa Internasional pertama dan Kesadaran terhadap Perdagangan Manusia. Pastor Bayhi mengatakan “di Amerika Serikat, sangat sedikit orang tahu siapa santa ini.
Sebagai seorang anak, Santa Josephine diculik dan dijual sebagai budak di Sudan dan Italia. Setelah dia dibebaskan, ia mendedikasikan hidupnya untuk berbagi dan menghibur orang miskin dan menderita.
Pastor Bayhi menyarankan Gereja menyusun sebuah panduan singkat untuk membantu para imam mengembangkan homili mereka untuk hari doa serta menawarkan kursus atau informasi bagi para imam dan seminaris tentang perdagangan manusia.
Sementara religius wanita turun ke jalan-jalan membantu korban, para imam harus memenfaatkan “mimbar” untuk berbicara menentang eksploitasi manusia.
Imam itu mengatakan, penyebab sebenarnya di balik semua bentuk baru perbudakan dan eksploitasi ini adalah “kehidupan manusia telah direndahkan martabatnya.”
Hidup dipandang hanya sebagai sesuatu demi keuntungan, kesenangan atau kepemilikan. Cara pandang ini membuat masyarakat di seluruh dunia terus melakukan eksploitasi, lanjut imam itu.
Suster Monica Chikwe, yang bekerja dengan perempuan di Nigeria yang diperdagangkan ke Italia, mengatakan para mantan korban kadang-kadang memperdagangkan diri sendiri, menipu orang lain berpikir bahwa mereka bisa pergi ke luar negeri untuk menghasilkan banyak uang.
Suster Chikwe mengatakan program pencegahan perlu dimulai disekolah dan keluarga karena anggota keluarga juga ikut terlibat dalam kasus ini.
Sumber: ucanews.com