Tuesday, August 8, 2017

Literasi



Program literasi  yang berlaku pada masing-masing sekolah memiliki dampak yang cukup baik, terutama memacu minat baca para siswa / siswi. Kegiatan literasi ini berlangsung 15 menit sebelum proses belajar dan mengajar dimulai. Ada beberapa sekolah mewajibkan siswa / siswi untuk membaca buku biografi yang mengisahkan tentang kehidupan tokoh-tokoh yang populer. Membaca buku-buku biografi sangat membantu para siswa / siswi untuk mengenal karakter dan lebih dari itu keberhasilan yang diraih dari tokoh yang dikisahkan dalam buku yang dibaca itu. Cara ini terbilang sederhana tetapi sangat membantu para pembaca yang umumnya masih muda, yang masih mencari figur-figur tertentu dicontohkan.  Apakah literasi hanya berhenti pada aktivitas membaca dan mengenal tokoh-tokoh tertentu yang dikisahkan dalam buku itu ataukah kegiatan literasi membawa dampak yang lebih luas terhadap cara berpikir dan mendukung proses penulisan, entah karya ilmiah atau karya jurnalistik populer?

         
   Beberapa waktu lalu, saya menghadiri sebuah pertemuan para guru yang mengikuti kegiatan pelatihan  jurnalistik. Di hadapan para guru sebagai peserta workshop jurnalistik, Romo Baskara, SJ mengatakan bahwa kegiatan literasi itu tidak hanya membaca yang dilakukan oleh para siswa / siswi tetapi lebih dari itu program literasi harus dimaknai sebagai proses membaca yang pada akhirnya bermuara pada proses penulisan. Di sini, proses literasi menjadi penting ketika setiap siswa / siswi dituntut untuk membaca dan merefleksikan tentang apa yang dibaca serta menuangkan seluruh gagasannya melalui tulisan-tulisan yang berbobot. Membaca menjadi semacam “pintu utama” membuka ruang cakrawala berpikir bagi setiap orang dan terutama siswa / siswi yang sedang bergelut dalam dunia pendidikan.

            Seberapa  jauh siswa / siswi dan orang-orang Indonesia umumnya memiliki minat baca yang tinggi?  Sebuah penelitian berkaitan dengan minat baca orang Indonesia yang pernah dilakukan, hasilnya cukup mengejutkan. Orang-orang Indonesia ternyata minat bacanya sangat rendah. Mengapa minat baca orang-orang Indonesia sangat rendah? Barangkali dipengaruhi oleh minimnya buku-buku yang ada dan terlebih membaca buku tidak menjadi budaya masyarakat kita. Kalau kita membandingkan antara  orang-orang Indonesia dengan orang-orang Eropa umumnya, kita kalah jauh soal membaca. Orang-orang Eropa, ketika sedang menunggu kereta atau bahkan berada di toilet pun, kegiatan membaca tetap dihidupkan. Karena itu tidak mengherankan apabila kegiatan ilmiah sangat hidup dan berawal dari minat  membaca yang merangsang setiap pembaca untuk mempertanyakan tentang sesuatu atau melakukan tindakan ilmiah dengan penelitian. Hasil penelitian dari berbagai aspek sangat dihargai oleh pemerintah karena para peneliti memberikan kontribusi terhadap pola pengembangan kehidupan masyarakat. Hasil penelitian mereka (orang Eropa) umumnya tidak hanya dihargai tetapi lebih dari itu bisa digunakan untuk kepentingan publik dan hak paten dari penelitian itu dilindungi oleh pemerintah.

            Bagaimana mempertahankan budaya membaca ini sebagai bagian integral dalam kehidupan orang-orang Indonesia umumnya dan siswa / siswi khususnya yang sedang mengenyam pendidikan? Program literasi mestinya tidak hanya berhenti di sekolah tetapi tetap berlanjut di rumah atau di mana saja kita berada. Artinya, bahwa membaca adalah sebuah kebutuhan, terutama membaca buku-buku bermutu yang membantu kita membangun imajinasi baru bahkan merangsang cara berpikir kita untuk melakukan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah yang dimaksudkan adalah penelitian sederhana yang dilakukan dengan berpatok pada teori-teori para ahli yang diketahuinya. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan, tidak hanya melahirkan teori-teori baru tetapi juga menguji teori-teori yang sudah ada dengan melakukan penelitian tersebut.  

            Melakukan penelitian sederhana, entah itu menguji teori yang sudah ada atau penelitian yang menghasilkan teori baru, perlu didasari oleh pola pemahaman yang kuat dan ketajaman berpikir yang cerdas. Semua ini bisa didapat hanya dengan membaca. Karena dengan membaca, kualitas pribadi seseorang akan kelihatan dari cara bertutur  yang berbobot dan  berpikir  jernih. Adam Malik, mantan Wakil Presiden pada masa Orde Lama, menduduki posisi penting, bukan karena ia sekolah pada perguruan tinggi ternama tetapi karena kegigihan dalam membaca buku-buku  dan menghantarkan dia menduduki posisi strategis.
           
            Masyarakat akademik, harus mulai membuka diri dan terlibat penuh  terhadap pola penerapan literasi, membaca selama 15 menit sebelum memulai pelajaran. Kiranya, generasi saat ini yang memulai proses literasi semakin memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan dan program literasi ini menjadi sebuah keharusan bahkan menjadi budaya  baru dalam masyarakat kita. Suatu saat nanti, orang Indonesia tidak hanya dikenal sebagai masyarakat penikmat tontonan di televisi  tetapi sebagai pembaca  dan sekaligus sebagai penulis yang produktif bahkan sebagai pemikir yang kritis.***  



0 komentar: