Seorang sahabat saya terpuruk dalam derita. Setelah ia masuk rumah sakit setelah salah dioperasi, dan divonis mati, ternyata Allah masih menghendaki supaya ia hidup. Tidak lama berselang, setelah setahun ia sembuh, anak sulungnya sakit mendadak, pembuluh darahnya pecah dan kepalanya dibelah. Hampir seminggu ia menderita dan tidak menyadarkan diri. Ia terus bergulat dengan maut tetapi Tuhan, Sang Pemilik kehidupan menghendaki agar bertahan hidup. Saat saya berkunjung bersama teman-teman, kami ajak untuk berdoa bersama di Siloam. Saya yang membawakan renungan. Saya memilih figur Ayub, orang saleh yang dicobai Tuhan. Setelahnya ia berbisik, “Salib yang saya pikul itu adalah salib kayu atau besi? Terlalu berat salib ini yang harus saya tanggung.”
Menghadapi penderitaan ini keluarga menjadi bingung. Bingung mencari uang yang sudah mencapai ratusan juta rupiah, sementara harapan kesembuhan hanyalah sedikit. Mereka pasrah di bawah ribaan Sang Bunda dan memohon kekuatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Bahwa pengalaman penderitaan yang dialami oleh salah seorang anaknya menjadi bagian dari derita yang terbagi di antara anggota keluarga. Dalam kondisi yang terpuruk, saya yang berkunjung di rumah sakit masih mengarahkan bapaknya untuk tetap optimis ketika berhadapan dengan pengalaman salib dan tantangan yang dihadapi itu.
Ayub menjadi ikon sejarah yang bertahan dalam derita berkepanjangan. Ketika ternaknya dan anak-anaknya mati, pengalaman ini merupakan pengalaman terpuruk yang membuka peluang baginya untuk memberikan keputusan. Masyarakat dan orang-orang sekitarnya menilai bahwa Ayub saat bertahan dalam derita itu, sepertinya yang memberontak adalah masyarakat sekitar dan mendesak supaya meninggalkan Allah yang ia imani. Apakah desakan orang-orang sekitar yang melihat peristiwa itu memungkinkan Ayub untuk lari dari Tuhannya dan mau mencari rasa aman?
Ayub tetap bertahan dalam kondisi apa pun. Dalam suka dan duka, Ayub masih memperlihatkan diri sebagai orang yang taat kepada Tuhan. Ia tidak pernah berontak terhadap Tuhan yang memberikannya peluang derita. Tetapi ini merupakan sebuah ujian yang berat. Ia tidak pernah melepaskan Allah dalam kondisi yang rawan. Allah menjadi Allah yang hidup. (Valery)
0 komentar:
Post a Comment